Mohon tunggu...
Anugrah Emier Rahadian
Anugrah Emier Rahadian Mohon Tunggu... -

(08211540000103) STUDENT AT URBAN AND REGIONAL PLANING ITS

Selanjutnya

Tutup

Money

Beralih ke Pembiayaan Syariah

14 Desember 2017   20:27 Diperbarui: 14 Desember 2017   20:34 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

memasuki tahun 2017 lalu, anggaran APBN yang digarap pemerintah mencapai angka 2080,5 triliun yang terbagi menjadi berbagai sektor. sektor yang sangat fantastis adalah infrastruktur dengan kenaikan kualitas belanja APBN sebsesar 123,4% atau setara dengan 387,3 triliun. dengan kata lain, kenaikan kualitas belanja APBN pada tahun 2017 diprioritaskan kepada infrastruktur. maka dari itu, dapat dikatakan bahwa para pemerintahan Bapak Jokowi dan JK sangat menggenjot pembangunan di daerah-daerah, belum lagi dengan adanya isu tentang 'Tol Laut' yang disinyalir menjadi sebuah konsep pemerataan harga di daerah-daerah khusunya di belahan timur Indonesia. 

di lain hal, pembangunan di negara kita akan selalu menemui tantangan-tantangan, Salah satu tantangan utamanya adalah menemukan sumber pembiayaan pembangunan relatif murah dan berkelanjutan (sustainable). melihat dari besarnya dana yang dikeluarkan pemerintah dalam pembangunan maka perlu sebuah strategi dalam pembiayaan atau modal yang digunakan dalam proses pembangunannya nanti. melihat dari laporan pendapatan negara tahun 2017 menyatakan bahwa sebagian besar pendapatan negara masih didominasi oleh pajak sebesar 1498,9 triliun rupiah. hal ini menekankan bahwa pendanaan atau modal yang digunakan dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur yang dianggarkan dalam APBN berasal dari pajak yang dibebankan kepada rakyat. dengan pajak yang dibayar oleh rakyat seharusnya service yang diterima rakyat juga setimpal dengan pajak yang dikeluarkan.

melalui berbagai mekanisme tercatat pemerintahan di era Bapak Jokowi dan JK menggunakan strategi baru berupa Tax amnesty. Kebijakan amnesti pajak yang digadang-gadang bisa menjembatani gap penerimaan pajak di 2016 hanya menghasilkan penerimaan negara dari denda pajak sebesar Rp 135 triliun, atau kurang dari target sebesar Rp 165 triliun yang ditetapkan. Lebih jauh, kebijakan ini juga kurang berhasil memperbesar jumlah basis pajak, karena hanya menghasilkan sekitar 48.000 pembayar pajak baru, atau tambahan 0,49 persen dari basis pajak sebelumnya sebesar 9,7 juta. Bisa dipastikan bahwa kebijakan ini tidak akan bersifat sustainable untuk mengerek naik angka penerimaan negara di tahun-tahun ke depan, yang pada gilirannya berisiko pada semakin tertekannya angka defisit anggaran (http://nasional.kompas.com)

dapat dilihat dengan adanya kebijakan baru masih saja belum menjadi jawaban atas tercapainya tujuan pembangunan di Indonesia. pajak yang dibayar oleh masyarakat masih saja tidak mencapai dari target yang dicanangkan. apabila pendapatan negara masih saja tidak berimbang dengan pembelanjaan negara sudah dapat dipastikan pemerintah akan menggunakan berbagai cara dalam memenuhi pembangunan di Indonesia. dilihat dari sumber pembiayaan yang diterapkan di Indonesia dikenal sebagai pembiayaan konvensional dan non-konvensional. pembiayaan konvensional ini sudah sering kita dengar sehari-hari, seperti pajak, retribusi, dll. sedangkan pembiayaan non-konvnesional sendiri bermacam-macam, Salah satu yang sangat terkenal adalah PPP (Public Private Partnership) atau KPS, CSR yang harus dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di Indonensia,  Excess Condemnation. Dengan metode ini pemerintah juga tidak perlu repot untuk melakukan perbaikan irastruktur di daerahnya, karena Excess Condemnation ini mewajibkan developer swasta untuk melakukan perbaikan atau penambahan atau pengembangan sarana dan prasarana yang ada di wilayah tersebut.

Di lain hal juga ada yang dinamakan dengan pembiayaan syariah yang berasal dari hukum islam. pada prinsipnya pembiayaan syariah menitik beratkan pada hal-hal yang dianggap halal oleh hukum islam, menggunakan prinsip bagi hasil, hubungan dengan pihak peminta modal sebagai mitra, mengutamakan keuntungan dan orientasi akhirat, dan penghimpunan dana atau investasi sesuai fatwa dewan syariah. dalam praktiknya di negara kita, sering kali dijumpai dengan adanya perbankan syariah yang sebagian besar sudah menggunakan dasar-dasar islam dalam praktiknya. akan tetapi, perlu diperhatikan bahwasanya masih banyak bank sebagai penyedia modal yang berlabel syariah  masih saja menggunakan cara yang riba dan sama saja prinsipnya dengan bank konvensional biasa. terlepas dari perbankan syariah atau non syariah. prinsip-prinsip pembiayaan syariah sebenarnya dapat dipraktikkan diluar bank itu sendiri. sebagai contoh pemerintah bersama pihak swasta menggunakan prinsip Al-Mudharabah yang mana hal mudharabah adalah sistem kerjasama usaha antara dua pihak atau lebih dimana pihak pertama (shahibul al-maal) menyediakan seluruh (seratus persen) kebutuhan modal (sebagai penyuntik sejumlah dana sesuai kebutuhan pembiayaan suatu proyek), sedangkan nasabah sebagai pengelola (mudharib) mengajukan permohonan pembiayaan dan untuk ini nasbaah sebagai pengelola (mudharib) menyediakan keahliannya. 

Transaksi jenis ini biasanya mensyaratkan adanya wakil shahib al-maal dalam manajemen proyek. Mudharib sebagai pengelola yang dipercaya harus bertanggung jawab bila terjadi kerugian yang diakibatkan karena kelalaian dan wakil shahibul maal harus mengelola modal secara profesional untuk mendapatkan laba yang optimal.

di lain hal juga terdapat Musyarakah yang pada umumnya sering disebut dengan joint venture. pada praktiknya musyarakah adalah dilandaskan karena adanya keinginan dari para pihak (dua pihak ataul lebih) untuk melakukan kerjasama untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak menyertakan dan menyetorkan modalnya (baik intangible asset maupun tangible asset) dengan pembagian keuntungan di kemudian hari sesuai kesepakatan. Kesertaan masing-masing pihak yang melakukan kerjasama dapat berupa dana (funding), keahlian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), barang perdagangan (trading assets) atau intangible assets seperti good will atau hak paten, reputasi,nama baik, kepercayaan serta barang-barang lain yang dapat dinilai dengan uang.

namun kondisinya, Porsi pembiayaan syariah untuk proyek infrastruktur masih kecil. Pertama, karena banyak investor yang belum paham dengan istilah ekonomi syariah atau pembiayaan syariah, para investor masih menahan diri untuk menggunakan pembiayaan syariah. maka dari itu perlu sebuah strategi untuk mengenalkan istilah-istilah syariah kepada kalangan awam terlebih lagi pada investor. harapannya dengan diterapkannya sistem pembiayaan syariah, pemerintah dapat mengurangi beban yang terdapat pada APBN dan pajak yang dibebankan pada masyarakat ikut berkurang sehingga tujuan pembangunan yang berorientasi pada rakyat dapat tercapai.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun