Mohon tunggu...
Mahendra
Mahendra Mohon Tunggu... Administrasi - Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Uang: PKS Hancur (Bag. 9)

23 November 2014   05:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:05 1546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semangat Mengaji Anak TK (yang baju merah di tengah) [taken: 22/11/14]

[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Semangat Mengaji Anak TK (baju merah di tengah 22/11/14, Merangin, Jambi)"][/caption] Benarlah do’a seseorang yaitu “Ya Tuhan, kokohkan aku menemui walinya, dan kokohkan aku sepulang darinya. Melalui walinya, wanita itu bilang belum ada niat menikah. Allahuakbar, maka tiga kemenangan seseorang itu: (1) kokoh sebelum menemui walinya (2) kokoh setelah menemui walinya, dan (3)kokoh menjauhi pacaran. Kalau salah niat semoga Tuhan memberi petunjuk.

Nah tentang kekokohan ada lagi kisah menarik nih. Masih fakta.

Hari Minggu (16 November 2014) yang lalu, saya ikut jogging dengan anak-anak laki-laki remaja masjid Nurul Yaqin (dekat kantor BNI, Kab. Merangin) sambil menawarkan agar setelah Magrib hari Sabtu (22 November 2014) mengaji (belajar baca Al-Qur’an) sambil belajar IPA.

Memang mereka biasanya hampir setiap malam mengaji setelah sholat Maghrib. Nah malam ini (22 November 2014) ada dua anak (laki-laki. Kelas 4 SD), dan ada dua remaja (laki-laki, kelas 2 SMP) dan seorang anak laki-laki yang masih TK serta empat anak perempuan.

Ada hikmah dari sini, yakni tentang percaya diri dan kekokohan diri seorang anak TK. Baiklah akan saya kisahkan, insyallah.

Anak laki-laki yang masih TK ini membawa kitab Al-Qur’an dan Kitab Iqro’. Dia malah membuka kitab Al-Qur’an. Si Imam yang biasa dipanggil Ustadz (umur 18 tahun) membiarkannya karena paham tentang semangat nya untuk belajar. Anak TK ini dengan percaya diri membaca Al-Qur’an, “Su-Du-Min-Ha-Sin-Sak” padahal bacaan Al-Qur’an tidak ada yang seperti itu. Ini anak seolah bikin ayat baru. Tapi yang saya tangkap justru adalah semangatnya belajar. Kami seisi masjid menertawai si Anak TK ini.

Ketika ditertawakan dia mengadu ke Ustadz, “Ustadz tengok orang ni!” Dia meminta Ustadz menegur kawan-kawannya termasuklah saya. Ternyata, ketika ditertawakan sekali lagi, Si anak TK yang bedaknya masih tebal ini tetap kokoh dan mengadu kepada Ustadznya.

Urutan belajar oleh Ustadznya sebagai berikut: (1) masing-masing pembelajar baca sendiri, (2) pembelajar menghadap Ustadz untuk dikoreksi bacaannya dan dicontohkan cara baca yang benar. Nah Si anak TK ini, setelah baca sendiri, dia menghadap Ustadznya. Ketika menghadap, Ustadznya tertawa, “Ngapo yang itu, baco tu yang ini!” seru Ustadz dengan nada lembut memintanya untuk baca kitab Iqro, bukan baca kitab Al-Qur’an.

Si anak TK ini kokoh dengan al-Qur’annya. Dia mulai baca “Su-Du-Min-Ha-sin-Sak,” dengan suara serak-serak basah. Tidak ada yang mampu menahan tawa kecuali jangkrik (yang sembunyi) dan tanam-tanaman di halaman Masjid.

Masyallah, luar biasa semangatnya belajar. Sementara saya kadang malas belajar. Subhanallah, semoga tidak berlarut-larut malasnya.

Bersama gerimis hujan, kami tetap belajar. Setelah mengaji kami belajar IPA , dan sebagiannya lebih dulu belajar IPA sebelum mendapat giliran menghadap Ustadz.

Setelah selesai mengaji ditandai dengan masuknya waktu sholat Isya, hanya seorang anak saja yang ikut berjama’ah. Namanya Mirza (umur sekitar 9 tahun), dia tertarik dengan surah Muhammad (47) yang diputarnya lewat Handphone saya.

Ada dua kisah Mirza, ini dari Ustadznya. Dia pernah sholat dzuhur dengan alasan bahwa kakeknya tidak akan ,mengantarkannya ke Sekolah jika tidak sholat berjama’ah. Diketahui bahwa jam belajarnya di sekolah adalah siang. Setelah sholat Dzhuhur baru lah dia diantarkan kakeknya ke sekolah.

Kisah berikutnya saya menyaksikan sendiri dan seperti dituturkan pula oleh Ustadznya. Kisahnya, minggu lalu (16 November 2014) Mirza jogging setelah sholat Subuh berjama’ah. Kami jogging menuju arah KODIM bersama kawan-kawannya yang menyusul kemudian. Di ujung perjalanan mereka mandi dan berenang di aliran sungai kecil tak jauh dari KODIM. Mereka seperti saya dahulunya, tertarik memilah-milah batu, mana tahu ketemu batu unik, seperti batu tembus pandang.

Nah ada hikmah dari kisah-kisah ini, (1) Biarkan anak-anak semangat dengan belajarnya (2) anak-anak harus dibelajarkan untuk sholat berjamaah meskipun dia terpaksa, (3) anak-anak seyogiyanya mendapat kompensasi (jangan uang BLT zamannya Pak Beye ya, Hehe, jangan pula pake Kartu andalan Jokowi!) atas beban sholat berjama’ah di masjid. Apa kompensasinya? Misal, hadiah berupa mandi/berenang bersama di sungai atau diantarkan ke sekolah.

Nah, kalau tidak berhalangan saya akan menyelipkan fakta perbandingan nilai intrinsik uang kertas dan barang pada pertemuan minggu depan, insyaallah. Semoga minggu depan kami berjumpa lagi.

Salam Keliling Kompasiana…

Wallhu’alam

Bersambung…

read more (untuk melihat hubungan):

Bg. 8

Bg. 7

Bg. 6

Bg. 5

Bg. 4

Bg. 3

Bg. 2

Hakikat Harta

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun