Mohon tunggu...
Mahendra
Mahendra Mohon Tunggu... Guru - Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Selanjutnya

Tutup

Politik

Uang: Jokowi, Prabowo Pun Tertipu Puluhan Tahun (Bag. 1)

19 Juni 2014   15:40 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:09 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pekan ini dan beberapa hari sebelum itu, arus antar media memang terasa derasnya. Kalo gak bisa dibilang arus sebut saja gelombang.

Enakan ujung-ujungnya bertemu di suatu muara, tapi kalo ternyata gak bertemu di satu muara, seperti jalan sendiri-sendiri. Dampaknya tentu kesepian. Pertemuan di satu muara itu simbol bagi banyaknya produk atau sedimentasi di daerah muara. Banyak pula sumber makanan bagi kehidupan, ada udang, ikan, dan sea food lainnya. Asyik... lezat.

CAPRES-CAWAPRES seperti dua sungai masing-masing punya gelombang. Gelombangnya besar, contohnya dalam DEBAT CAPRES omongin nasional dan global. Di sisi lain ada ada segmen tipu-menipu dalam duel Jokoewi Lovers dengan Prabowo Lovers. Di sisi yang lain lagi ada fragmen bela-membela. Keren...

Suksesi pemimpin itu sangat menghangatkan, lebih hangat lagi kalo kita membaca sejarah uang. Masih nyambung dengan politik, terkait itu kita pernah dengan Monetary lah, Money politics lah, Time is Money lah dan seterusnya lah. Membahasakan sejarah uang cocok dengan membahasakan suksesi kepemimpinan. Kita ambil saja, satu buku terjemahan, meski tidak ada nama penulis dalam buku itu tak apa lah kita menyimak penuturannya.

Rujukan buku yang berjudul Masa Lalu Uang dan Masa Depan Dunia itu adalah hiddenmysteries.com. Setelah saya cek langsung ke referensi primer, memang benar ada sub judul: I Want The Earth Plus 5% yang diterjemahkan oleh buku itu: Saya Menginginkan Seluruh Dunia Plus 5%.  Eh.. Syukurlah setelah dicek, ada enam orang penulis website tersebut: Ellis Taylor, Brian Allan, Karen Gross-Foster, Diane Robbins, Michael Mott, dan R.A. Anderson.

Singkat cerita: 5% itu analog dengan uang tapi ternyata keberadaannnya di masyarakat merupakan imajiner. Saya tertipu sampai saya berumur 23 tahun (saat saya pertama kali membaca buku itu). Bagi umur kehidupan kira-kira kehidupan telah tertipu selama ratusan tahun. Lama men….

Bayangkan Anda sedang atau pernah tertipu, bagaimana rasanya?

Dampak dari Money Rule ini, kita bahkan disuruhnya membaca sejarah kenapa presiden AS yang terbunuh, dan agaknya gara-gara dia membuat perak sebagai standar uang. Kenapa sekarang standar uang adalah Dollar kertas?

Apa lah artinya Dollar itu, belum lebih dari kertas. Terbakar habis. Tapi kalo emas terbakar, dia hanya meleleh, bisa didesain lagi emasnya, pun perak. Emang sih emas itu menyusut tapi beda sekali kan dengan kertas? Apa ukurannya? apa indikatornya? La itu emas/perak kan logam mulia toh..

Kembali ke Buku. Berikut apa yang dituturkan penulisnya dalam bentuk cerita yang disederhanakan. Di sinilah letak ciri penulis hebat, sebab dia pandai mengkomunikasikan fakta agar mudah dipahami. Salut dah buat Ellis Taylor, Brian Allan, Karen Gross-Foster, Diane Robbins, Michael Mott, dan R.A. Anderson. Biografinya baca aja ya di websitenya.

SAYA MENGINGINKAN SELURUH DUNIA PLUS 5%

Fabian sangat bahagia karena dia akan menyampaikan sebuah pidato ke masyarakat besok. Dia selalu menginginkan kekayaan dan kekuasaan dan sekarang impiannya akan segera menjadi kenyataan. Dia adalah seorang tukang emas, mengukir emas dan perak menjadi perhiasan, tetapi semakin lama semakin tidak puas karena harus bekerja keras dalam hidupnya. Fabian menginginkan kesenangan, dan juga tantangan, dan sekarang rencana barunya siap untuk dimulai.

Selama puluhan generasi, masyarakat terbiasa dengan sistem perdagangan barter. Seseorang akan menghidupi keluarganya dengan memproduksi semua yang mereka butuhkan ataupun mengkhususkan diri dalam perdagangan produk tertentu. Kelebihan dari yang dia produksi, akan dia tukarkan dengan kelebihan barang lain yang diproduksi orang lain.

Pasar setiap hari ramai dan bersemangat, orang-orang berteriak dan melambaikan dagangannya. Sebelumnya pasar adalah tempat yang menyenangkan, tetapi sekarang jumlah orang terlalu banyak, pertengkaran pun semakin banyak. Tidak ada lagi waktu untuk ngobrol dan bercanda, sebuah sistem yang lebih baik mulai diperlukan.

Secara umum, orang-orang relatif bahagia, dan mereka menikmati buah dari hasil kerja keras mereka.

Di setiap komunitas dibentuk sebuah pemerintahan yang sederhana yang tugasnya menjaga agar kebebasan dan hak setiap anggota masyarakat dilindungi dan untuk memastikan bahwa tak seorang pun akan dipaksa untuk melakukan hal yang tidak dia inginkan oleh siapapun juga.

Namun, ada masalah yang tidak bisa mereka selesaikan di perdagangan pasar sehari-hari. Apakah sebilah pisau senilai dengan dua keranjang jagung? Apakah seekor kerbau lebih berharga dari seekor ayam? Orang-orang menginginkan sistem yang lebih baik.

Fabian mengiklankan diri kepada masyarakat, “Sayapunya solusi atas masalah barter yang kita alami, dan saya mengundang kalian semua untuk sebuah pertemuan publik besok harinya.”

Besok harinyaorang-orang pun berkumpul di tengah kota dan Fabian menjelaskan kepada mereka konsep tentang ‘uang”. Masyarakat yang mendengarkan pidatonya terkesan dan ingin mendengar lebih banyak.

“Emas yang saya produksi menjadi perhiasan adalah logam yang luar biasa. Dia tidak akan berkarat, dan bisa bertahan sangat lama. Saya akan membuat emas dalam bentuk koin dan kita akan menyebut setiap koin dengan nama Dolar.”

Bersambung ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun