Mohon tunggu...
Mahendra
Mahendra Mohon Tunggu... Guru - Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Selanjutnya

Tutup

Politik

Uang: Jokowi, Prabowo Pun Tertipu Puluhan Tahun (Bag. 13)

20 Juli 2014   13:57 Diperbarui: 8 Maret 2016   17:30 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menurut sumber (Bank Indonesia), dinyatakan bahwa pengembangan sistem Perbankan Syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. 

 

Sistem Perbankan Syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.

 

Perbankan Syariah berdiri sebagai alternatif jasa perbankan, saya pikir jika ditinjau dari kemanfaatan kurang unggul bila dibandingkan koperasi. 

 

Sebab orientasi koperasi lebih kuat kepada keuntungan peserta koperasi (secara bersama-sama), sementara saya kira perbankan syariah tidak bebas dari sistem perbankan konvensial—yang sama-sama dalam kesatuan Arsitektur Perbankan Indonesia—sedikit banyak berorientasi pada keuntungan para kapitalis. 

 

Meskipun tertulis dalam Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah bahwa Bank syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demikian itu tidak menjadikannya lebih unggul ketimbang Koperasi. Itu tadi, karena orientasi lebih kepada keuntungan kaum kapitalis.

 

Bersambung…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun