Menurut Nofie Iman (2013)—yang kini menempuh studi Ph.D di London School of Economics ini—bangsa Indonesia mengidap dua masalah besar:
Pertama, kegagalan sistem meritokrasi maksudnyasistem yang memungkinkan berlomba-lomba dalam kebaikan. Sistem meritokrasi tidak salah, yang salah ada pada sebagian orang malah mengambil jalan potong, tanpa melewati proses yang wajib dilewati. Contoh sederhana, melanggar lampu lalu-lintas.
Benar lah apa yang diutarakan Nofie Iman, seperti ter-confirm puluhan tahun yang lalu oleh pendapat Mohammad Hatta (Wakil Presiden RI pertama), “karena pengaruh ‘iklim’ segala rupa maka orang bekerja sekira-kira sajalah untuk mencapai yang sebanyak-banyaknya [di Barat maupun di Indonesia] (Hatta, 1983:23).”
Kedua, konsumerisme yang akut, lihat saja gadget anak remaja, gaya anak remaja, atribut fisik menjadi penilaian keberhargaan seseorang, bukan karena pengalaman atau pendidikannya, bukan pula karena jiwanya.
Kombinasi antara konsumerisme akut dengan kegagalan sistem meritokrasi menurutNofie Iman, kita akan mendapatkan sebuah lingkaran setan yang susah dipadamkan.
Kemudian ia memberi nasihat: “Akhirnya yang bisa kita lakukan hanya berhati-hati dan mawas diri. Jaga selalu kesehatan fisik dan mental kemudian lindungi apa yang kita punya.”
Saya bertanya kepada kita semua. Punya kebun? Maka lindungilah. Punya peternakan? Maka lindungilah. Punya emas? Maka lindungilah. Punya perak? Maka lindungilah. Uang kertas yang kita punyai saat ini harus menjadi sesuatu yang disebut dengan ‘efek samping’.
Kita tahu efek samping sering tertera pada bungkus obat-obatan. Obat sakit kepala, obat maag, obat demam, obat pilek, obat batuk sering tertera padanya efek samping. ‘Obat’ bagi kehidupan ini (tanpa bermaksud mengecilkan makna kehidupan) yaitu dengan berkebun/bertani, berternak hewan atau menjaga barang antik yang dimiliki, emas atau perak.
‘Efek samping’ itu kadang dirasa berwujud kadang dirasa tidak berwujud. Obat lah yang sebenarnya berwujud. Jadi jangan terfokus ke uang sebab ia ‘efek samping’, fokus lah ke pertanian, perkebunan, peternakan/perikanan dan penambangan emas/perak sebab ia ‘obat’.
Bersambung…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H