Mohon tunggu...
Mahendra
Mahendra Mohon Tunggu... Administrasi - Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menulis: Ingin Tulisan Banyak Dibaca, tapi Enggak Mau Banyak Baca?

16 Maret 2015   14:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:34 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_403204" align="aligncenter" width="300" caption="Menulis untuk Mengkritik: Admin Kompasiana Pro Jokowi & Ahok (sumber gbr: portal Kompasiana)"][/caption]

Sebelum tuju ke topik tujuan menulis baiknya tuju dahulu ke arti membaca. Membaca teks termasuk dalam Iqro’. Meneliti, menganalisa, dan mensintesis juga termasuk dalam Iqro’. Demikian Prof. Quraish Shihab memberi tafsir atas Iqro’. Artinya rekomendasi Iqro’ juga bagi orang yang tak bisa membaca teks. Misal, memikirkan dan mencoba apa yang sudah pernah dilakukan orang lain dalam menghasilkan listrik dengan tenaga kincir angin. Prinsip ini alamiah, seseorang kadang cenderung kuat menangkap informasi visual, yang lainnya cenderung informasi auditorial, yang lain lagi cenderung informasi kinestetik.

Pertama

Tujuan menulis, pertama, berbagi ilmu, karena hal tersebut menjadi ujian atau tes apakah lulus menjadi insan yang bermanfaat atau lulus menjadi individu yang kurang berguna. Selain itu juga karena, keinginan mencari kebenaran atau melawan kebohongan. Tapi, kadang seseorang merasa ingin agar tulisannya banyak dibaca tapi ia tidak berusaha banyak membaca. Karenanya ia akan sulit berkembang.

Tapi lama-kelamaan jika konsisten menulis ia akan menyadari juga bahwa menghargai tulisan orang lain sama pentingnya dengan menghargai tulisan diri sendiri, atau maknanya, menghargai tulisan diri sendiri sama untungnya dengan dihargainya tulisan Anda.

Urutannya seperti ini: menghargai dan banyak membaaca tulisan orang lain, kemudian menghargai tulisan diri-sendiri, kemudian akibatnya tulisan Anda dihargai atau banyak dibaca orang lain. Makin banyak Iqro’ (arti sempitnya: membaca) tulisan orang lain atau makin banyak dan menghargai maka makin tidak sulit tulisan Anda dihargai orang lain.

Kedua

Tujuan menulis yang kedua, menguji power opini. Artinya, menguji apakah opini berkualitas atau kurang berkualitas. Bukan untuk menguji apakah opini berkualitas atau tidak berkualitas. Karena kualitas selalu dihubungkan dengan waktu. Misal, tulisan saya tidak berkualitas, maka ditanya kapan itu terjadi kemarin, atau hari ini. ingat masih ada kemungkinan hari esok. Sehingga Sebenarnya lebih tepat mengatakan kurang berkualitas daripa tidak berkualitas. Tulisan yang dipublikasikan akan dikoreksi dan dikritik oleh penulis lain. kritik dan dikritik berakibat pada penyempurnaan apa yang sudah diketahui atau setidaknya, menjadikan pengetahuan makin bertambah. Contoh, dari tidak tahu prinsip 5W+1H (dalam tulisan) menjadi tahu karena penulis lain memberi kritik.

Tujuan menulis pun menguji power reportase. Demikian ini seperti menguji power opini yang pada akhirnya berakibat pada penyempurnaan pengetahuan.

Coba bayangkan jika apa yang sudah-diketahui-bermanfaat, tidak dipublikasikan! Bangunan pengetahuan menjadi tidak lengkap.

Ketiga

Tujuan menulis yang ketiga, menempatkan posisi seseorang sebagai badan politik dalam sistem politik negara ini. Diketahui bahwa sistem politik terdiri dari ultrastruktur dan infrastruktur. Ultrastruktur terdiri dari legislatif, yudikatif daneksekutif. Kemudian, infrastruktur terdiri dari partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan, media komunikasi politik dn tokoh politik. Saya bingung kenapa orang membenci politik dan saya tidak bingung kalau seseorang membenci perilaku orang berpolitik.

Sejak lahir manusia sudah berpolitik, misal mempengaruhi ibu agar memberi makan atau menyusuinya. Mantan Presiden Megawati saja pernah menyatakan kalau ibu-ibu tanya kenapa harga cabe naik, itu juga berpolitik. Namun, mungkin saja saya negative thinking atau salah memahami ekspresi seseorang yang membenci politik atau mungkin saya belum tahu apa sebab seseorang membenci politik.

Dengan mengetahui dan menetapkan posisi, seseorang tinggal menetapkan tujuannya mau ke mana dan cukup efektif. Misal, seorang penulis yang berposisi sebagai kelompok penekan berusaha menganalisa dan mensinteis kepustakaan baik media cetak maupun media elektronik untuk melukiskan kisruh Gubernur dan DPRD DKI Jakarta dengan gaya penulisan histori yang salah satunya menggunakan prinsip penyajian pro dan kontra.

Kalau tidak tahu posisi seseorang menjadi sporadik? Sporadik berkaitan dengan spontanitas, dan karakter spontanitas menurut analisa teori kepemimpinan adalah menguntungkan, yakni ketika kondisi tekanan berat menghunjam organisasi, kadang orang yang spontanitas punya cara unik menyelesaikan masalah. Ibaratnya istilah saya, dia mampu bernapas meski dalam kandang sapi. Lebih jauh silakan membaca seputar Myers and Briggs Type Indicator (MBTI).

Prof Rhenald Kasali pernah mencantumkan MBTI di buku Modul Kewirausahaan yang pada intinya: (1) setiap orang memiliki kelebihan yang menutupi kekurangan orang lain, (2) setiap orang memiliki kekurangan yang obatnya ada pada kelebihan orang lain; (3) ada empat golongan manusia: pertama, terlalu teratur; kedua, terlalu menolong; ketiga terlalu berpikir (logis-matematis-kritis), keempat terlalu bebas, (4) ada empat kelemahan manusia berkaitan dengan poin 3 sebelumnya, pertama, suka ikut arus, kedua mudah ditipu, ketiga banyak musuh atau sedikit pendukung, keempat suka manipulatif atau bohong.

Keempat

Tujuan menulis yang keempat adalah secara tidak langsung memotivasi diri. Sebenarnya ada sesuatu yang tampak samar-samar yang sebenarnya berbahaya . Apa itu? Kepengecutan, lemah, sedih berkepanjangan, malas, pelit, banyak utang, penjajahan pribadi manusia. Dengan menulis seseorang berusaha untuk melawan bahaya tersebut.

Kelima

Tujuan menulis yang kelima adalah mengkritik admin grup. Misal mengkritik admin Kompasiana jika mulai tidak independen. Seperti admin yang bersikap terhadap tokoh politik tertentu, partai politik tertentu, dan organisasi tertentu yang disinyalkan melalui pemilihan artikel yang trending topic, headline dan highlight, teraktual, dan ter-ter lainnya.

Perhatikan gambar berikut!

[caption id="attachment_403235" align="aligncenter" width="1270" caption="Kelihatan Jelas Pro Jokowi-Ahok (sumber gbr: portal kompasiana)"]

1426500241685760649
1426500241685760649
[/caption]

Patut pula menghargai admin, karena sejauh ini Kompasiana ‘anak’ Kompas lebih ramai ketimbang Indonesiana ‘anak’ Tempo. Apanya yang ramai? Di Kompasiana bisa terjadi debat kusir, sedang di Indonesiana sejauh ini belum ada debat kusir. Selain itu patut diapresiasi juga kepada admin Kompasiana, karena tulisan tidak dimoderasi oleh admin sehingga cukup bebas. Sedangkan di Indonesiana hanya tulisan tertentu yang ditampilkan admin sehingga agak kurang bebas. Selain itu karena admin Kompasiana selektif terhadap sumber gambar, menetapkan rasio kutipan dan bukan kutipan serta admin memberikan penghargaan kepada Kompasianer menurut kategori tertentu.

Indonesiana lebih cepat dan banyak dibaca orang, mungkin selain karena banyak pembacanya juga karena setiap reload tab (meskipun dengan komputer yang sama), maka jumlah pembaca menjadi bertambah satu. Reload tab sekali lagi, maka bertambah jumlah pembacanya satu lagi. Kalau 100 kali reload tab jadi jumlah pembacanya bisa 100. Setelah saya selidiki, jumlah pembaca Kompasiana maupun Indonesiana berimbang menurut artikel saya (yang hampir mirip) yang saya posting di keduanya . Faktor sharing ke media-media lain di kolom kementar,ke-eleganan judul artikel, moderasi admin di kolom komentar ikut mempengaruhi jumlah pembaca artikel yang di-sharingkan. Jadi, belum bisa dikonklusikan. Sudah jelas, keduanya punya keunikan masing-masing. Sedangkan ‘anak’Detik dan ‘anak’ Tribun terlalu dimoderasi oleh admin sehingga kurang bebas berkreasi, mungkin admin punya tujuan tertentu. Akhirnya juga, belum bisa dikonklusikan sebagai kelemahan.

Hipotesa saya, baik Kompas dan ‘anak’nya cenderung pro Ahok dan Jokowi berdasarkan pilihan trending topic, headline, feature article, dan highlight. Contoh, rupiah menguat dikaitkan dengan Reputasi Jokowi, rupiah melemah tak dikaitkan kebijakan Jokowi. Seharusnya dikaitkan dengan power ekspor, SDA yang cukup dan kecukupan SDM. Selain itu secara tak langsung karena kesalahan sistem riba yang berujung pada inflasi, seharusnya Jokowi membahas riba ini apa dampaknya dan meninjau Quantitative Easing untuk mengetahui kebusukan Bank Central AS dan Jepang, mungkin berkaitan dengan kebusukan Bank Sentral Indonesia. Contoh lagi, Kisruh Ahok dan Lulung (versi lain: DPRD) mestinya media yang telah mengarahkan diskusi, juga seharusnya mengarahkan ke pengadilan.

Memang setiap orang dipengaruhi pula oleh subjektivitasnya. Saya teringat dengan seorang Profesor Pendidikan Biologi di Universitas Jambi pernah menyatakan, bahwa tidak ada penilaian yang objektif dalam menilai ranah motorik dan afektif.

Read more:

Dalam Sistem Politik Ini Kedudukan Kita di Mana?

Poin 100, Untuk Ken Ahok

Pantaskah Membela Ahok?

Terus Inflasi

Inikah Pembodohan?

Pertanyaan yang Dilupakan

Di Balik Pelemahan Rupiah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun