[caption id="attachment_404118" align="aligncenter" width="620" caption="Banner World No Tobacco Day 2012 (source:WHO)"][/caption]
Dahulu sempat dipertanyakan efek e-rokok (rokok elektrik) bagi kesehatan (seperti Utusan Januari 2013, Tempo oktober 2014, dan Jogjakartanews Desember 2014) dan diperdebatkan apakah benar e-rokok mampu menghentikan orang untuk merokok. Blog rokokelektronik bahkan meng-update berita seputar e-rokok pada Maret 2013, September 2013 dan September 2014. Artikel terakhir Blog tersebut tentang harga e-rokok di Malaysia.
E-rokok telah dipandang sebagai peluang bisnis oleh perusahaan rokok Philips Morris. Tapi sadarkah industri rokok tentang tujuan kesehatan? Chaffe dkk (2014) melaporkan bahwa tahun 2012 remaja SMA yang merokok menurun menjadi 14%, namun penggunakan hookahs (4,5%), pipes (4,5%), e-rokok (2,8%) meningkat dari tahun estimasi 2011. Memperlihatkan bahwa kampanye WHO ada manfaatnya. WHO akan terus melawan meski di satu sisi menurut temuan Chaffe dkk (2014), dalam British Dental Journal berjudul Smoking, Tobacco Trends, menunjukkan bahwa sebagian besar remaja mengunakan produk tembakau baik yang baru maupun yang konvensional.
Merek e-rokok tertentu pada suhu tinggi malah menghasilkan formaldehida yang dinilai sebagai zat karsinogenik (pemicu kanker), seperti dirilis inilahdotcom awal Januari 2015. Demikian ini masih diperdebatkan karena baru merek tertentu saja. Tapi benarkah e-rokok tidak berbahaya?
Sebaiknya penulis menjelaskan dahulu apa itu e-rokok. FDA menjelaskan, electronic cigarette atau e-cigarette dikenal sebagai e-rokok, adalah produk yang dioperasikan dengan baterai yang dirancang untuk memberikan nikotin, rasa, dan bahan kimia lainnya. Alat tersebut mengubah bahan kimia, termasuk nikotin yang sangat adiktif, menjadi aerosol yang dihirup oleh pengguna. Kebanyak e-rokok diproduksi dengan desain seperti rokok konvensional (kretek), cerutu, atau pipa. Beberapa menyerupai barang sehari-hari seperti pena dan stik memori USB. Food and Drug Administration (FDA) AS hingga November 2014 telah mencatat bahwa e-rokok menyebabkan pneumonia, gagal jantung, disoreintasi, kejang, hipotensi dan masalah kesehatan lainnya. Demikian FDA mencatat sesuai dengan laporan dari profesionalis kesehatan maupun masyarakat umum.
Rachel Grana dkk (2014) menuliskan tinjauannya tentang e-rokok dalam Jurnal Circulation berjudul E-cigarettes, A Scientific Review, menyimpulkan bahwa perusahaan e-rokok berkembang pesat , disinyalkan oleh pemasaran yang agresif sebagaimana pemasaran yang pesat rokok konvensional pada tahun 1950-an dan 1960-an. Selain itu, ia menyimpulkan bahwa penggunaan e-rokok tidak terbukti menghentikan orang untuk merokok, sementara sebelumnya diklaim dapat menghentikan merokok.
Mei, Frank dkk (2014) menyatakan bahwa belum banyak bukti bahwa e-rokok akan menghentikan seseorang untuk merokok dan belum banyak data yang menunjukkan e-rokok adalah aman. Kemudian November Hajek dkk (2014), menyimpulkan bahwa membiarkan e-rokok bersaing dengan rokok konvensional dapat menurunkan mortalitas yang berhubungan dengan merokok. Aerosol dari e-rokok mengandung sejumlah toksik tapi pada level yang lebih rendah dari rokok konvensional.
Tapi, kemudian, Cataldo dkk (2015), menyimpulkan, bahwa orang dewasa menggunakan e-rokok untuk berhenti dan sebagai cara untuk menghindari kebijkan no tobacco; mereka memiliki persepsi yang salah tentang efektivitas dan keamanan e-rokok. Mereka menganggap pemasaran e-rokok sebagai cara untuk renormalisasi merokok. Cataldo dkk merekomendasikan agar iklan e-rokok dibendung dan FDA AS harus segera mengambil tindakan, sebab e-rokok merangkap dengan rokokkonvensional dalam menghalangi upaya penghentian merokok.
Cataldo dkk (2015) berkesimpulan dalam penelitiannya yang lain, bahwa pesan anti-rokok dalam frame positif yang menguraikan manfaat jangka panjang akan menjadi pendekatan yang efektif bagi old smoker di California. Old smoker memiliki pengetahuan tentang risiko dan efek kesehatan dari merokok, namun mereka cenderung kurang memiliki pengetahuan tentang manfaat penghentian dan mungkin meremehkan kemampuan mereka untuk berhenti.
Edukasi dalam frame positif berpeluang agar orang berhenti merokok, bukan tidak mungkin pendekatan yang sama dilakukan bagi para remaja. Penulis, pernah berkunjung ke sekolah favorit dan berprestasi, SMP N 4 Merangin Propinsi Jambi, yang di dinding gedung kelasnya ditempelkan gambar menyeramkan disertai dengan penyakit di mulut, paru-paru, sampai kelamin yang berhubungan dengan merokok, sebagaimana dipublikasi oleh Kementerian Kesehatan di Rumah Sakit, pun WHO.
Cukuplah pada kesimpulan bahwa e-rokok bukan solusi untuk menghentikan merokok. Marion Nestle menyatakan bahwa Parlemen Inggris setuju dengan kebijakan kemasan polos untuk rokok dan dibuat seragam (tidak ada variasi). Bahkan diperkuat dengan penilaian Song dan Glantz (2015) bahwa soalan tobacco regulation jangan cenderung fokus dari sisi ekonomi sehingga membiaskan tujuan kesehatan.
Argumen yang yang terus menentang gerakan anti-rokok di Inggris adalah atas alasan perlindungan negara, kebebasan pribadi, kurangnya pembuktian ilmiah, kerugian dalam pekerjaan, dan pendapatan pajak. Nestle menilai demikian itu argumen yang cukup lemah.
Penulis juga sepakat dengan penjabaran Nestle berikutnya. Ia mengatakan, serangan berikutnya adalah hasutan dari pembenci gerakan anti-rokok, argumen bungkus polos rokok sengaja diajukan untuk langkah awal agar berlanjut kepada produk selain rokok. Industri rokok berharap dukungan dari industri makanan. Namun, sudah jelas tujuan kesehatan adalah untuk mengakhiri penggunaan rokok. Jadi, adalah alasan yang elegan, bungkus polos untuk rokok tapi tidak untuk produk lain. Pembungkus polos mencegah pembelian selain juga dengan larangan iklan, kebijakan bebas asap rokok, pajak, dan peringatan kesehatan.
Industri rokok lupa bahwa tujuan kesehatan sederhana: berhenti merokok. Soalan makanan berbeda dengan soalan rokok. Rokok tidak berkaitan dengan gizi. Memang ada makanan yang tidak ada nutrisinya, tapi rokok jelas tidak menyehatkan. Makanan merupakan pilihan antara hidup atau mati, sedangkan rokok pilihan antara sehat atau tidak sehat.
Penelitian menunjukkan anak-anak selalu lebih memilih kemasan yang lebih menarik seperti logo perusahaan, warna-warna cerah, atau karakter kartun. Untuk produk makanan yang membahayakan, ahli kesehatan memilih, daripada konfrontasi dengan politik lebih baik mengusulkan label peringatan saja.
Australia sebagai pionir dalam hal ini, hasilnya semua merek rokok sama, polos. Kebanyakan laporan menunjukkan kemasan polos membentuk persepsi negatif terhadap rokok dan meningkatkan keinginan untuk berhenti merokok.
Adakah solusi selain kemasan polos? Sesuai dengan studi, telah menunjukkan manfaat kecil jika pada produk makanan digunakan kebijakan tarif pajak, ukuran porsi, label peringatan hati-hati, standar gizi untuk makanan skolah, pembatasan iklan dan penghapusan kartun dari makanan cepat saji.
Ide bungkus polos muncul pertama kali pada tahun 1960 dan telah dipertimbangkan untuk produk makanan sejak awal 1990-an. Peneliti Penyakit Jantung merekomendasikan bahwa makanan tinggi kalori dan lemak harus menampilkan label: kandungan lemak makanan ini dapat berkontrbusi terhadap penyakit jantung.
Baru-baru ini, pendukung kesehatan di California dan New York mengusulkan label peringatan pada minuman manis sebagaimana The Ontario Medical Association meroekomendasikan hal yang sama: untuk menghentikan krisis obesitas, pemerintah harus menerapkan pelajaran dari sukses kampanye anti-tembakau (no tobacco).
Meskipun belum ada Undang-undang yang mengatur tentang peringatan pada kemasan makanan, sejauh ini, pesan tersebut adalah langkah logis dalam mempromosikan alternatif makanan sehat, dengan cara yang sama bahwa pembungkus rokok adalah langkah logis berikutnya untuk semua merek rokok.
Sekali lagi penulis sepakat dengan Marion Nestle, secara logis memang semua argumen yang menentang no tobacco adalah argumen yang cukup lemah.
Selanjutnya penulis akan menjabarkan sedikit, insyaallah, kampanye luar biasa WHO, World No Tobacco Day yang diperingati setiap 31 Mei.
Berikut perkembangan seputar #No Tobacco (Kicau Dr. Chan).
[caption id="attachment_404110" align="aligncenter" width="575" caption="Tweet by Dr Chan (source:Twitter)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H