Mohon tunggu...
Mahendra
Mahendra Mohon Tunggu... Administrasi - Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

DI BALIK HARI GURU

26 November 2014   14:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:48 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="223" caption="Selamat Hari Cekgu! "][/caption] Karena orangtuanya, Adolf Hitler (pemimpin fasisme Jerman) dulunya ingin jadi artis. Karena orangtuanya, Joseph Stalin (pemimpin Uni Soviet) dulunya ingin jadi pendeta orthodox. Kedua orang besar ini terinspirasi dari orangtuanya. Benito Mussolini adalah seorang guru yang terlahir dari ibu yang juga adalah seorang guru. Mussolini kemudian menjadi pemimpin fasisme Italia. Mao Tse-tung (pemimpin RRC) yang terkenal di Barat dengan sebutan Mao Zedong, dulunya bercita-cita menjadi guru. Mao sempat menamatkan sejarah kuno China ketika masih SD. Kemudian di masa ia menjabat sebagai kepala Sekolah Dasar ia mendirikan mendirikan partai komunis. Inilah keunikan dunia guru dan kepemimpinan bangsa.

Meskipun mereka memiliki sisi ‘jahat’ dalam kacamata lawan politiknya, bisa diambil dua nilai besar dari mereka yaitu komitmen dengan visinya dan keberanian bertindak. Dua nilai tersebut yang membantu mereka menciptakan kekuatan besar sekaligus mempengaruhi banyak orang.

Mari menyebut satu faktor yang menjadikan mereka memiliki pengaruh yang kuat! Tampaknya faktor kultur gurunyalah yang menanamkan dua nilai tersebut. Orangtuanya adalah guru di rumah (pendidikan non-formal), dan gurunya di sekolah dianggap sebagai orangtuanya (pendidikan formal). Nah, prinsip apa saja yang kemudian menjadi hikmah memperingati Hari Guru 25 November (HUT PGRI yang ke-69)?

Keenam prinsip berikut ini bagian dari apa yang menjadi perhatian dalam revolusi mental. Pengetahuan akan sebatas itulah jika tidak ada yang tampil dengan keteladanan mental. Ketiadaan keteladanan ibarat mainan anak-anak, yakni balon besar yang mudah bocor atau kempes diterpa stress lingkungan.

1. Budaya Belajar

Belajar sebagai aktivitas di manapun dan kapanpun. Belajar tidak mesti di sekolah. Seseorang dapat mengasah pikiran dan keterampilan dengan baca, tulis, berbicara, dan praktik. Setiap orang adalah pintar (bisa) di bidangnya tapi tidak (bisa)di bidang yang orang lain pintar (bisa). Setiap orang hadir dengan kebisaannya sekaligus ketidakbisaannya. Setiap orang eksis dengan kepintarannya sekaligus kebodohannya. Sehingga, (1) setiap orang saling membutuhkan, dan (2) orang yang paling baik adalah yang paling banyak gurunya sekaligus paling banyak muridnya. Hal tersebut menandakan kepada siapa saja ia bisa ‘berguru.’ Tampaknya, Soekarno tertunda suksesnya jika tidak ‘berguru’ di Hoogere Burger School dan Technische Hoge School (sekarang ITB).

2. Sabar

Sabar yang ditafsir sebagai aktivitas pasif adalah sebuah kekeliruan. Sabar justru kesedian bekerja keras meski diri ditimpa kesulitan-kesulitan. Kesediaan menyisihkan pikiran tentang kesulitan-kesulitan yang disubstitusi dengan pikiran tentang keoptimisan. Berarti sabar bukan menunggu, justru sebalikmya, sabar adalah komitmen terus bekerja.

3. Bijak

Istilah bijak inilah yang menjadi kata yang membantah opini bahwa tidak ada gunanya sekolah tinggi jika di masa depan hidup pas-pas-an. Bijak lahir dari pengalaman dan perenungan sejarah. Misal, uang bukan segala-galanya, uang yang dalam arti harta riil seperti emas, perak, kebun, ternak dan seterusnya merupakan perangkat yang membantu kita mengejar keabadian akhirat dan memahami ketidakabadian dunia.

4. Jujur

Kejujuran seperti akar yang menopang batang yang bercabang-cabang. Bermacam sifat yang baik muncul dari akar yakni kejujuran. Perilaku mencontek menjangkiti siswa bahkan gurunya. Tidaklah cukup, sekadar memiliki pengetahuan bahwa kita selalu terdorong berbuat baik (jujur). Dibutuhkan teladan (praktik). Praktik inilah yang akan mengangkat derajat bangsa, mengalahkan kecanggihan teknologi dan kemuliaan ilmupengetahuan.

5. Berbaur

Tampaknya Mao Tse-tung sulit jadi orang besar jika tidak terorganisasi dalam Partai Komunis, Mussolini demikian pula jika tidak terorganisasi dalam perusahan pers. Hitler tidak jadi orang besar jika tidak bergabung dengan Akedemi Militer, Stalin pun demikian sulit jadi orang besar jika tidak bersekolah seminari. Selayaknya Soekarno tidak mungkin jadi orang besar jika ia tidak berbaur dengan Jong Java dan National Indische Partij. semua itu menunjukkan kemampuan berbaur mereka, di mana mereka bisa dekat dengan banyak orang. Kemampuan berbaur dapat dimunculkan meskipun bukan minat bahkan bukan karakter seseorang. Hanya dengan kemauan yang kuatlah karakter tersebut hadir.

6. Lapang Dada

Lapang dada tidak dimiliki Hitler, Mussolini, Mao Tse-tung, dan Stalin. Mereka tidak siap dengan fakta bahwa cinta dasarnya persamaan dan pertaksamaan, sehingga mereka membunuh lawan politiknya. Berbeda dengan Soekarno, ia berusaha toleran meskipun dalam kacamata yang lain ia bisa dipandang keliru pemahaman. Setidaknya, Soekarno berusaha toleran. Ditandai dengan usahanya menggiring partisi-partisi ke dalam ideologisasi NASAKOM (Nasional , Agama, dan Komunis) pada era 1959-1967 ketika Soekarno menerapkan demokrasi terpimpin.

Finally, ambillah teladan yang baik-baik. Kemudian tinggalkanlah teladan yang buruk-buruk, tapi teladan yang buruk menjadi pelajaran.

Dan Selamat Hari Cekgu!

Read more:

http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/siaranpers/3519

http://www.britannica.com/EBchecked/topic/267992/Adolf-Hitler

http://www.historyplace.com/worldwar2/riseofhitler/born.htm

http://www.encyclopedia.com/topic/Benito_Mussolini.aspx

http://www.encyclopedia.com/topic/Joseph_Stalin.aspx

http://www.encyclopedia.com/topic/Mao_Zedong.aspx

http://marxists.org/reference/archive/smith-adam/works/moral/part02/part2b.htm#2.3

http://profil.merdeka.com/indonesia/s/soekarno/

Alejandro, Emdievi Y.G. 2007. 41 Diktator Zaman Modern: Mengejar Ambisi Menuai Tragedi. Visimedia. Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun