Lembaga PAUD di Merangin tidak sedikit sehingga orang tua calon murid PAUD mungkin saja bingung dalam memilih lembaga penddikan formal untuk si anak. Untuk itu maka perlu wawasan atau pergaulan kita sehari-hari menurut data.kemdikbud.go.id jumlah PAUD di MErangin ada sebanyak 444. Jumlah penduduk MErangin mnurutdata terupdate 2022 dari meranginkab.bps.go.id total penduduk Merangin adalah 357.577, di mana di antaranya adalah 31.747 merupakan golongan berusia 0-4 tahun dan 32.063 merupakan golongan berusia 5-9 tahun. Ini berarti rata-rata kuota masing-masing lembaga dengan 70-an murid dan berarti bukan suatu persaingan yang ketat. Namun dalam perspektif orang tua berbeda, ada kemungkinan mereka bingung mau memilih lembaga PAUD yang mana. Untuk memilih PAUD orang tua lebih banyak mengambil porsi pertimbangan, dan semakin berkurang porsinya saat memilih SMA. Saat anak sudah mulai di akhir usia SMP porsi prtimbangan memilih sekolah lebih besar pada penilaian dari anak (murid), bukan orang tua, ataupun guru. Hal itu, didukung dari observasi penulis dan hasil jajak pendapat yang penulis lakukan untuk sekolah. Ketika 51 murid memberi nilai antara 1-100 pada sejumlah alasan memilih SMA/sederajat hasilnya rata-rata pertimbangan karena orang tua nilainya 55 sedangkan karena pertimbangan murid (diri sendiri) nilainya 62. Lebih rendah lagi nilai karena pertimbangan guru, nilainya 11. Berikut tips dalam memilih lembaga PAUD untuk si anak.
Prinsip Pendidikan
Penulis pernah menjadi tim penerimaan murid baru SD dan SMA hal yang penulis tanyakan sesuai hasil rapat sekolah adalah bagaimana kesiapan orang tua dalam bekerjasama dengan guru. Jika orang tua hanya melepaskan tanggung jawab mendidik kepada guru maka hal yang terjadi anak mereka akan inkonsistensi dalam nilai-nilai di rumah. Misal, dalam konteks profil pelajar pancasila pada elemen beriman, bertakwa dan berakhlak mulia. Jika orang tua di rumah tidak mencontohkan ibadah bagiamana anak akan beribadah sedangkan orang tuanya tidak beribadah padahal mereka sama-sama diminta tanggungjawabnya oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai seorang hamba. Memang benar, ada sebagian anak yang mampu beribadah dengan rutin walaupun orang tuanya berkebalikan keadaaanya, namun hal ini sangat jarang terjadi.
Kurikulum, Cita-cita dan Nilai Orang Tua
Apa yang terbentuk pada diri orang tua (suami maupun istri) adalah pengaruh dari historisnya masing-masing atau kurikulum keluarga dan sekolahnya masing-masing sehingga mereka punya cita-cita, nilai dan metodenya masing-masing. Sebelum diaplikasikan kepada anak sepasang suami harus menyepakati dahulu kurikulum, cita-cita, nilai, dan metode bersama berkaitan pendidikan sepanjang hayat anak. Sebenarnya apa yang sudah ditetapkan secara nasional sudah konsep terbaik tinggal kita saja lagi yang menerapkan level terbaiknya. Pemerintah melalui Keputusan Badan Standar Kurikulum dan Asesesmen Pendidikan tahun 2022 tentang Dimensi, elemen, dan subelemen profil pelajar pancasila pada kurikulum merdeka telah menempatkan prioritas pertama pada elemen ke-satu yaitu Beriman, Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia dan kita telah diajarkan melaluipengahayatan Pancasila yang seyogiyanya menjadi way of life yaitu ketuhanan, kemanusiaan, kebangsaan, permusyawaratan, dan kesejahteraan. Urutannya memperlihatkan prioritas. Penulis mengambil ringkas dari Buku "Bahan Tayang Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI" (2017: 19), sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mencerminkan bangsa Indonesia adalah bangsa yang meyakini Tuhan dan menolak atheisme, bangsa Indonesia wajib beribadah menurut agama masing-masing, bangsa Indonesia mengedepankan harmoni dan penghormatan kepada agama yang berbeda tanpa mencampur-adukkan agama. Sebagai contoh real, pilihlah lembaga PAUD yang mengenalkan ibadah dan kesantunan dalam berbicara kepada anak didiknya. Â Realitas di lapangan penulis masih banyak menemukan anak usia PAUD dan SD yang berbicara kasar alias 'mencarut' sebagai ungkapan marah dan kekecewaannya padahal tidak seperti itu yang diajarkan oleh kurikulum (beriman, bertakwa dan berkahlak mulia) maupun Pancasila. Rata-rata lembaga sudah mengikuti akreditasi dan isnyallah penerapan elemen ke-1 dari profil pelajar pancasila telah dilaksanakan, namun setiap lembaga berbeda level penerapannya. Oleh karena itu pilihlah lembaga PAUD yang level penerapannya terbaik dan evaluasinya konsisten!
Jarak rumah dan Lembaga PAUD
Sebaiknya pilihlah lembaga PAUD yang terjangku secara jarak karena usia PAUD masih terbatas ketahanannya. Jika terlalu jauh malah membuat anak lelah sebelum aktivitas bermain atau belajarnya di lembaga PAUD.
Akreditasi A tidak Menjamin Mutu Lembaga PAUD
Menurut pengalaman penulis dan tim sekolah saat divisitasi oleh dua orang asesor sekolah SMA, keduanya menegaskan bahwa akreditasi A tidak menjamin mutu suatu sekolah karena nilai suatu proses lebih prioritas daripada nilai suatu ouput pembelajaran. Akreditasi memang penting tapi bukan pertimbangan satu-satunya. Akreditasi merupakan output akhir sedangkan proses suatu pembelajaran seperti perasaan siswa senang dan tertantang terhadap pembelajaran dan mereka bertakwa, mampu mempraktikkan kejujuran, disipli, peduli, santun, tanggungjawab, percaya diri, inklusif, komunikatif, kolaboratif, kritis, kreatif, solutif dan komunikatif. Asesor juga menambahkan bahwa hal itu juga terjadi pada jumlah juara atau piala dari kompetisi yang berhasil diraih suatu sekolah, bahwa jumlah prestasi tersebut tidak menjamin mutu lembaga PAUD.
Jumlah Murid Banyak, Belum Tentu Berkualitas
Jika orang tua hanya mengikuti trend maka hasilnya bisa kecewa karena tidak sesuai harapan. Di mana sekolah anakmu adalah pertanyaan yang sering diutarakan para orang tua. Orang tua perlu fokus pada pertanyaan apa prinsip memilih lembaga PAUD, mengapa memilih lembaga PAUD tertentu atau mengapa tidak memilih yang lain.
Konsep Bermain dan Daya Dukung Fasilitasnya
Sangat jarang ditemukan anak usia PAUD punya pertimbangan berkaitan keinginan anak untuk menambah pengalaman, keinginan sekolah ke luar daerah/kota, memandang akreditasi dan prestasi sekolah, keunggulan program dan fasilitas sekolah, Â pertimbanagn berkaitan jumlah temannya, lingkungan pertemanan yang kondusif, maupun pertimbangan berkaitan lingkungan sekolah yang bersih. Pertimbangan-pertimbangan itu bukan berarti diabaikan. Dalam kehidupan anak usia PAUD (rata-rata 0-6 tahun) keinginan mereka cenderung kesenangan dan permainan. Oleh karena itu orang tua perlu melihat konsep pendidikan PAUD yang ingin dipilih untuk si anak apakah berbasis permaianan atau tidak dan apakah daya dukung fasilitasnya cukup dan aman. Sedangkan pertimbangan lainnya bukan berarti tidak prioritas namun secukupnya saja.
Biaya
Setiap sekolah membutuhkan biaya operasional, kesejahteraan gurunya dan lainnya, maka orang tua perlu menyadari bahwa kemampuan finansialnya menyesuaikan keadaan. Ada lembaga PAUD yang biaya SPP (Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan)-nya relatif tinggi, ada yang menengah dan ada yang rendah.
Demikianlah tips dalam memilihkan lembaga PAUD untuk si anak. Perlu dicatat tegas bahwa lembaga PAUD mempersapakan anak untuk mampu mengikuti pendidikan dasar yaitu SD/sederajat. Kemudian yang kedua, penentu kesuksesan seorang anak bukan faktor lembaga PAUD-nya yang paling utama. Saya kutip saja dari tulisan Coach Satria Hadi Lubis yang ia kutip dari Thomas J Stanley (tanpa tahun). Stanley mengurutkan 100 faktor sukses seseorang. IQ ada di urutan ke-21, sekolah favorit urutan ke-23, nilai rapor terbaik hanya urutan ke-30. Urutan pertama hingga ke sepuluh sebagai berikut: jujur, disiplin, pergaulan yang baik, dukungan dari pasangan hidup/orang tua, bekerja lebih  keras, mencintai pekerjaan, kompetensi kepemimpinan (good and strong leadership), semangat dan kompetitif, good life management, dan kompetensi menjual gagasan maupun produk (ability to sell idea or product).
Dalam konteks pendidikan usia 0-6 tahun orang tua perlu membangun bonding an keteladanan kejujuran yang kuat. Misalnya, bermain bersama anak, seperti kejar-kejaran, memasak dan makan bersama, bermain mobil-mobilan. Bahkan bermaian dengan memanfaatkan sarana terbaik yaitu menjadikan tubuh orang tua media permainan seperti naik pundak, ayunan tangan, naik punggung (kuda-kudaan) dan lainnya seperti kata Psikolog Senior Bunda Elly Risman. Sekali lagi, dalam hal keteladanan kejujuran sebagai faktor sukses pertama justru perlu dimulai dari orang tua. Penulis mendapati adanya orang tua yang mendukung anaknya berbohong, lalu bagaimana masa depan dan kesusksesan anaknya kelak? Oleh karena itu, perlu disikapi dengan kemampuan mengakui dan menyadari kesalahan diri-sendiri, istigfar dan taubat. Jika anak bermasalah dengan kejujurannya tidak hanya merepotkan orang tua, ia akan tidak dipercayai temannya, keluarga besarnya, masyarakatnya bahkan tidak diterima di dunia kerja. lingkungan tidak merasa aman bergaul dengannya.