Mohon tunggu...
Mahendra
Mahendra Mohon Tunggu... Guru - Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Selanjutnya

Tutup

Politik

Uang: Membongkar Makar Kompasianer Misterius (Bag. 1)

31 Agustus 2014   08:40 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:01 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kembali ke Sepeda seperti Kembali ke EmasPerak

[caption id="" align="alignleft" width="300" caption="Kembali ke Sepeda seperti Kembali ke EmasPerak"][/caption] Kompasianer Misterius, tersebut begitu bukan karena di antara banyak pendapatnya saling kontra kian kentara atau antara judul yang satu dengan judul artikelnya yang lain saling bertentangan atau sikap ganda karena standar ganda. Bukan karena tulisannya tidak terduga, bukan karena tujuan penulisannya tidak bisa ditebak. Bukan karena tulisannya ambigu.Ya so pasti itu.

Tersebut misterius karena beliau menjalankan agenda propaganda. Mungkin saya terlalu sensitif atau saya sendiri seorang propagandator. Tapi, bukan ini yang terlebih dahulu akan dibahas, karena bukan prioritas.

Apakah pentingnya membahas perselisihan kubu nomor 1 dengan kubu nomor 2 sementara sekarang zamannya MK telah mengeluarkan putusan? Saya bercermin dari masa lalu, itu saja. Kalau kita tinggalkan dan tak menggali masa lalu, kita banyak meninggalkan dan membuang hikmah.

Nah karena itulah harus diawali, pertama, harus diawali dengan apa kepentingan saya membahas kompasianer misterius tersebut. Tersebab kepedulian tentang sikap ilmiah maka saya pun partisipatif dalam politik. Saya tidak pula memuja-muji sikap ilmiah, tapi saya berusaha mendekati objektif.Saya entah ilmiah, entah tidak. Menikmati saja lah usaha membedakan mana yang fakta dan mana yang opini. Mana yang hasil eksperimen dan mana yang masih hipotesis (dugaan).

Artikel propaganda dengan singkatnya kadang tampak berisi banyak fakta yang sebenarnya palsu. Saya pun tidak terlepas dari sedikit-banyak menduga, karena sedikitnya kesempatan untuk bereksperimen dan karena faktor ketidakefektifan. Itu lah yang kadang membuat takut untuk menulis. Kalau cuma karena itu, sama sekali saya tidak bergerak atau tidak maju selangkah pun. Maka ujung-ujungnya saya pun memberanikan diri menulis.

Bersambung...

*MenolakRiba

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun