[caption id="" align="alignleft" width="591" caption="Kembali ke Sepeda Seperti Kembali ke EmasPerak"][/caption]
Tapi,kita punya kekuatan imajinasi, yang membantu orang berimajinasi dan memahami bahwa fakta adalah fakta, opini adalah opini. Pun demikian, kekuatan imajinasi yang komunikatif bisa menipu orang sehingga fakta terlihat sebagai opini atau sebaliknya opini terlihat sebagai fakta. Hati-hatilah! “Eh apa sih sebenarnya tujuan penulisan artikel ini?” Hendaknya itu ditanyakan setiap kali membaca artikel. Kita mesti terbuka, walau propaganda me-raja. Boleh jadi kita pro golongan tertentu dan kemudian hari kontra kepadanya.
Kemudian, segera saja, saya tertarik membongkar makar Kompasianer misterius yakni ZA sebagai wakil Republik Kompasiana, itu sekadar pendapat saya. Ya dia wakil Republik Kompasiana. Membahasnya tidak terlalu panjang. Semoga dengan begitu terbahas pula karakter para follower atau yang pro kepada pemikirannya.
ZA yang merupakan seorang writer yang telah menulis 766 artikel ini, piawai memakai perumpamaan, contoh taji ayam, gelap jiwa dan sebagainya. Sehingga muara dari sungai-sungai besar dan kecil yang ia buat adalah terpojoknya suatu kaum. Sebut saja nomor 1.
Banyak orang yang berkomentar atas artikelnya ikut hanyut. Kenapa? Karena ZA merupakan orang yang logis, kreatif, dan sistematis.
Logikanya diterima banyak komentator. Kreativitasnya diakui pula. Sistematika penulisan artikelnya mungkin belum ada yang mengalahkannya di Republik Kompasiana.
Beliau yang telah berpengalaman di Kompasiana semenjak pertengahan September 2009 ini, bikin artikel (paling ramai partisipannya) akhir Juli sampai akhir Agustus 2014 tentang serangan propaganda kepada salah satu capres, rata-rata terbit pada dini hari (yakni di atas jam 12 malam). Beliau tampaknya paham kapan para pembaca aktif melek layar komputer (atau yang sejenis), barangkali itu ada di pagi hari sampai jam 12-an (Siang).
Ini unik, istrinya memilih capres yang berbeda dengan pilihannya. Istri pilih nomor 1, sedang beliau pilih nomor 2. Seberapa sulitkah beliau yang komunikatif dan berkemampuan menggerakkan banyak orang di Kompasiana, tapi tidak mampu mengajak istrinya seorang diri untuk memilih nomor 2.
Masih menurut ZA sendiri, bahwa beliau mengaku istrinya menyesal memilih nomor 1 karena sikap capresnya yang menuntut keadilan di MK. Meskipun kemudian dia meralat pernyataannya bahwa dia tidak mempermasalahkan itu, yang dipermasalahkan adalah kubu nomor 1 bikin kegaduhan dan melontarkan ancaman-ancaman di depan gedung MK.
Sekarang muncul pertanyaan. Di mana letak propagandanya? Beliau seolah berbicara atas nama rakyat Indonesia, begitu pula followernya. Rakyat katanya, muak dengan hiruk-pikuk politik kubu nomor 1. Itu dari mana datangnya? Surveikah, sensuskah atau bagaimana?
Oke, berarti itu sebatas dugaan. Atau mungkin sebuah paradoks yakni: tanpa penelitian bisa berfeeling dan berkesimpulanbahwa memang benar rakyat Indonesia rata-rata muak dengan hiruk-pikuk politik yang ditampilkan nomor 1.
Beliau menuduh nomor 1 banyak memfitnah sementara beliau sendiri, semua tulisannya sejak Juli sampai Agustus—dari 23 Juli 2014 Membaca Efek Keputusan Prabowo sampai 24 Agustus 2014 Sisi Lain dari Kemenangan Jokowi—semua itu tentang serangan propaganda ke nomor 1. Semua artikel itu adalah tak lebih dari OPINI.
Ini yang penting: ZA tak mampu menjelaskan riil jurus rahasia nomor 1 pada artikel Membaca Jurus Rahasia Prabowo-Hatta. Maka tidaklah salah kalau saya bikin judul Uang: Membongkar Makar Kompasianer Misterius, dan tidaklah salah seandainya tidak terbukti bahwa beliau bermakar. Karena dia sendiri tidak mampu menyebutkan Jurus Rahasia Pabowo-Hatta. Tapi, beliau menyindir terus-menerus nomor 1 dengan metafora, semenjak akhir Juli sampai akhir Agustus 2014.
Berikut tuduhan-tuduhannya yang mungkin keliru atau boleh jadi benar: follower capres nomor 1 (di akar rumput) bermental ikut-ikutan dan berpikiran tak jernih; nomor 1 cerminan feodalisme; capres nomor 1 cuma terprovokasi saja dan tak berpikir ulang; capres nomor 1 menampilkan kebebalan; dan banyak lagi tuduhan-tuduhannya. Ini lah makarnya, banyak orang menjadi ikut-ikutan dengan opininya. Ya terbawa oleh opininya.
Seberapa seriuskah beliau bikin makar? Seberapa seiru kah beliau bikin artikel tipuan logik dan seni metafora yang bagus untuk menggaet konsumen, membeli nomor 2?
Beliau adalah seorang jurnalis yang tak biasa, beliau tertarik memberdayakan orang-orang agar menjadi penulis (writer). Beliau bergiat di gerakan sosial dan LSM seperti Children Media Centre, Pos Bantuan Hukum& HAM Aceh Barat, ANFREL Thailand, Yayasan Paramadina Semesta. Dia bergiat di media seperti Koran Mingguan ACEHKITA dan Tabloid Investigasi, dia bergiat pula sebagai trainer untuk jurnalis Pemula bersama Lembaga KKSP Meulaboh.
Jika ditelusuri riwayat pendidikannya beliau bersekolah di lingkungan yang menarik, beliau Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah di Jeuram, kota kecil di Kabupaten Nagan Raya. Ia melanjutkan ke IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, Fakultas Tarbiyah, Jurusan Bahasa Inggris sampai 2004. Sempat beliau melanjutkan pendalaman bahasa Inggris di The British Intitute Medan 2007. Ia bersama istriinya termasuk kaum berpendidikan yang tak biasa. Istrinya kuliah di Trisakti, Jurusan Ekonomi masuk tahun 1992 dan selesai tahun 1996. Kemudian lanjut ke Sydney University, Jurusan International Studies dengan topik Politik Asia Tenggara, pernah jadi duta untuk Harvard Model United Nations tahun 1996. Setidaknya ini lah yang saya simpulkan, lingkungan keluarganya: lingkungan pemilih cerdas.
Keseriusan ZA yang menyenangi sufisme ini, terlihat dari postingannya yang masif semenjak 23 Juli sampai 24 Agustus 2014 nyaris selalu diposting pada lewat tengah malam (dini hari). Periode singkat ini mengundang banyak para pembaca. Sementara semenjak September 2009 sampai Maret 2012 postingannya bervariasi [waktu terbit]: kadang sore, malam dan siang, dan kadang dini hari. April 2012 sampai Agustus 2014 kebanyakan postingannya pada dini hari. Mungkin dia sangat sibuk di siang hari tapi ide propadanda [makarnya] diterbitkan dini hari. Mungkin beliau menemukan tips agar pembaca bisa ramai maka postinglah saat dini hari misal jam 1, 2, atau jam 3 yang gelap.
Sekitar sebulan terakhir beliau menjalankan makarnya (telah tersebut di atas makar-makarnya), makar dengan artikel yang terbit dini hari itu pertanda bahwa ZA meski sibuk di siang hari beliau ingin juga sibuk di malam hari (serius mendukung nomor 2). Memang tidak salah atas makarnya, sebab artikelnya adalah opini. Tapi kelirunya, ada pada para followernya: sebagian ikut-ikutan dan terbawa emosi. Jadi, sebenarnya ZA bukanlah kaum yang berdiri netral di pentas besar PILPRES tahun ini.
Oke, anggaplah beliau membantah: “Saya tidak mengajak mereka,yang ada, mereka lah yang ikhlas bersama dengan pikiran saya. Mereka bukan follower tapi kreator, mereka bersama saya bukan karena kebodohan tapi karena paham realitas dan cerdas, pandai menganalisis.”
Sudah jelas dia bukan kalangan netral. Beliau bukan biasa-biasa aja mendukung nomor 2, bahkan beliau adalah ‘striker’ timnas Jokowi di Kompasiana. Lihat saja! Bidang yang beliau ikut perhatian kepadanya (dari September 2009 sampai Agustus 2014): SOSBUD beliau telah menulis sebanyak 322 (43%) artikel; FILSAFAT (124=16%); PROSA (79=9,9%); POLITIK (61=7,9%); NEW MEDIA (36=4,7%), EDUKASI (17=2,2%); HUMOR (12); UMUM (10); REGIONAL (10); dan PUASA DULU BARU LEBARAN (10). Lihatlah! Sosial-Budaya, Filsafat, Prosa dan Politik, paling banyak ia berpartisipatif di dalamnya.
Bandingkan persentase Edukasi dengan Politik, Prosa, Filsafat dan Sosial-Budaya! Beliau sendiri bidang studinya adalah Tarbiyah: berkenaan dengan edukasi. Edukasi yang ia bergiat di dalamnya di dunia nyata (bukan maya)—dan dugaan saya—beliau aktif di dunia politik kampusnya, mengantarkannya ke pemikiran yang tak biasa dan gaya tulis yang khas selain karena istrinya, ekonom dan mengambil konsentrasi politik Asia Tenggara—ketika lanjut studi di luar negeri—makin memupuk kehebatan pemikiran beliau (tapi saya tidak tahu apa benar ML itu adalah istri beliau atau bukan).
Maka wajar dan terbukti, banyak pembacanya tertarik bahkan pernah menembus angka ribuan (jumlah pembacanya). Variasi bidang tulisan yang luas pertanda penggaliannya yang dalam dan wawasannya yang terus berkembang. So tentu dia bukan orang biasa! Ya begitulah setelah saya analisis. Benar atau tidaknya itu boleh jadi.
Bersambung...
***MenolakRiba
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H