Untuk sementra ini, solusiterkait masalah sistem uang fiat dan sistem riba ditunda,karena untuk sampai ke sana adaprioritas membangun struktur kognitifseputar sejarah uang. Namun, yang jelas sejarah uang tetaplah kontroversi. Setidaknya marilah menyimak suasana kontemporer terlebih dahulu!
Hari ini (Kamis 16/10/14) siswa SD115 Bangko (Kab. Merangin) dengan semangat dan ceriamembersihkan lantai. Keasyikan mereka terlihat dari berulang-ulang mengepel lantai yang bersih kemudian kotor dan kemudian bersih lagi.
Latihan Mencintai Lingkungan, 16/10/14 (SDN 115 Merangin) [Document Pribadi]
Mereka dididik oleh Sekolah untuk mencintai lingkungan. Di sudut yang lain terdapat anak yang bermasalah. Ada empat orang yaitu 3 laki-laki dan yang lain perempuan. Oleh kepala sekolah mereka diminta mengutip sampah dan dikumpulkan, sambil jongkok mereka diminta menghitung jumlah sampah yang mereka kumpulkan masing-masing. Mereka dihukum tapi saya tidak tahu karena apa. Hukuman diperlukan untuk membatasi perilaku siswa. Kalau perilaku menjadi bebas sebebasnya akan terjadi kekacauan.
Setiap bertandang ke beberapa sekolah dasar saya ketemu satu atau dua kejadian di mana anak-anak bergurau dengan saling pukul tapi sambil senyum. Kadang terjadi saling pukul tapi dengan kemarahan. Begitulah anak-anak mereka juga punya emosi dan ego. Menjadi tugas guru untuk memahami emosinya dan emosi Si anak sambil membersamainya untuk mengendalikan perilaku yang di luar batas.
Tugas guru semakin menantang karena dapat mengaburkan tujuan mendidikseandainya guru memarahi anak hanya karenasi anak melukai perasaan guru atau memarahinya karena ego pribadi guru.Seharusnya guru memarahinya karena Si anak akan rugi jika dibiarkan bersikap di luar batas. Tidak akan menjadi berbeda jika guru berlatar ego sedang si anak juga masih berlatar ego.
Guru mesti sedikit naik kelas dengan menjadi pribadi yang berlatar kasihsayang, yakni merasa kasihan dengan Si anak jika diadibiarkan berperilaku di luar batas.
Sedikit berbeda dengan SD IT (Sekolah Dasar Islam Terpadu). Bulan lalu saya sempat partisipasi dalam kegiatan pendidikan agama di SD IT Permata Hati di hari Sabtu 3 minggu berturut-turut. Di sini gaya pandidikan sangat jauh berbeda. Unsur tradisional dan modern menyatu.
Saya sempat mengajar tapi bukan di dalam kelas dan bersama anak-anak sambil makan coklat yang memang sudah disediakan oleh sekolah. Di kesempatan yang lain saya sempat main sepakbolabersama anak-anak setelah pengajian.
Hal yang membuat bergetar dan paling berkesan adalah ketika anak-anak kelas 4 dan 5 sholat Dhuha bersama. Setelah itu mereka langsung setoran hafalan Qur'an ke publik [mereka sendiri).
Ada cerita dari Sekolah yang jauh dari pemukiman ini, ada siswa yang ulang tahun, jadi Si anak melemparkan taburan kertas sehingga berseraklah, tapi meliput kegembiraan sambil memotong kue. Bisa ditebak, timbul masalah, sebagian saja yang mau membersihkan serakan kertas tersebut. Sampai-sampai gurunya turun tangan.
Paling unik adalah mereka siswa-siswi relatif lebih mudah diatur ketimbang siswa-siswi Sekolah Dasar non-IT, sebab gurunya relatif berwibawa. Kepatuhan kepada guru tidak menciderai demokrasi, karena anak-anak cenderung leluasa belajar dengan gayanya masing-masing dan inovasi pembelajaran diarahkan ke alam lepas.
Setelah pengajian kadang ada program hiking ke hutan. Meski ini sekolah, masih berada di lingkungan kanopi hutan dan cenderung teduh, tidaklah terlihat kumuh. Kekumuhan tidak tampak, walaupun dinding sekolah belum dicat dan masih kasar sehingga orang bisa menggaruk punggung yang gatal dengan bergesek-gesek di dinding tersebut.
Semoga kita bercermin dari kedua sekolah ini (SDN 115 dan SD-IT Permata Hati).
Muncul kebingungan, apakah hubungannya dengan title sebelumnya Uang: PKS HANCUR (Bag. 2)?
Uang apabiladicetak tanpa backing hartayang realmaka hal tersebut merupakan tindakan membodohi milyaran penduduk bumi. Bank central memerankan egonya tanpa kasihsayang. Seharusnya Bank Central Indonesia ikut mikir bagaimana caranya menjadikan uang sebagai pelayan, bukan majikan. Kita yang mengontrol uang [bukan monopoli Bank Central]. Beranikah Bank Central menghapus bunga (interest)?
Bersambung…
Read more: Bg. 2
Takut Merugi, Bank Enggan Pangkas Bunga Kredit
Pelaku Ekonomi Bertaruh di Tengah Ketidakpastian
BI: Jika BUMN Ragu "Hedging", Perusahaan akan Merugi
Begini Kondisi RI Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi
The History of The Money Changers Hidden Mysteries
Is U.S. Currency Still Backed by Gold?
Masalah Besar Bangsa Indonesia
Petition: Banks Need Boundaries
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H