Mohon tunggu...
Mahendra
Mahendra Mohon Tunggu... Guru - Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Uang: PKS Hancur (Bag. 8)

1 November 2014   16:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:57 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Great Dealing by United States (Source: newscientist.com)

Great Dealing by United States (Source: newscientist.com)

Ini bukan romantisme ekonomi,

Ini bukan uang-fiat yang mendewa,

Ini bukan kerajaan riba,

Sebab Ini tentang kejahatan mereka.

Mulai dari sini dulu!

Wanita pemberani tidak dibersamai kecuali dengan keberanian.

Wanita maupun pria bermitra dengan pengorbanan,

Bukan dengan parasitisme.

Data primer mungkin berbeda dengan data sekunder,

Maka temui walinya, ambillah data primer.

Ambillah kesimpulan!

Bersabarlah untuk langkah selanjutnya!

Sebab wanita sabar tidak dibersamai kecuali dengan kesabaran!

Jangan salah do’a:

“Tuhan, jadikan dia jodohku!”

Berdo’alah:

“Tuhan, kokohkan aku menemui walinya dan kokohkan aku sepulang darinya!”

Jangan takut jika wanita itu menolak,

Jangan takut jika walinya menolak,

Sebab kau datang dengan terhormat, menawarkan mutualisme.

Sebab bagi kau, tidak ada kesedihan atas masa lalu. Tidak ada ketakutan atas masa depan.

Sebab bagi kau, Puasa dan Kitab menjadi benteng!

Hei.. Berdo’a bukan untuk urusan perjanjian besar saja, untuk yang kecil juga perlu!

Contohnya?Istigfar meski rasa berdosa ataupun rasa tidakberdosa.

Bertemu dengan walinya jangan bicara pacaran, tapi bicaralah pernikahan.

Meskipun Pak Mario Teguh memaklumkan pacaran,

Tetap saja itu sebuah kerugian.

Lebih baik langsung cita-cita pernikahan daripada cita-cita pacaran.

Lebih baik langsung cita-cita pernikahan daripada cita-cita pacaran untuk pernikahan.

Intinya dua polar cita-cita, pernikahan atau pacaran.

Mengapa rugi?

Karena beban rohani, finansial, pikiran, dan kesehatan relatif sama untuk kedua cita-cita itu.

Maka setidaknya,

Lebih baik hitung saja pendapatan kau sekiranya cukup untuk bersama seorang wanita.

Ini perhitungan tanda kecerdasan!

Meskipun ada buku Penjaskes SMA yang bilang:“jenis pacaran sehat.”

Tetap tidak mengubah kebenaran,

Bahwa tidak ada pacaran yang sehat!

Pacaran itu adalah rumah, pas masuk lewat pintunya memang enak, berliput kelapangan.

Tapi ketika keluar dari pintu itu,

Kau terkejut,

Langsung jurang, terasnya hilang, kau pasti jatuh sungguh kelam.

Kalau masuk lewat jendela, rupa-rupanyataburan kering gurun rohani.

Pernikahan itu adalah rumah, pas masuk lewat pintunya berliput sabar, syukur dan istigfar.

Ketika keluar dari pintu itu,

Kau terkejut,

Sebentar lagi nikmat di altar awan meringkas lansekap alam.

Kalau masuk lewat jendela, alangkah indahnya embun pagi rohani.

Kedua cita-cita itu akarnya berbeda.

Pacaran,

Akarnya main-main, merujuk kepada liberalisme Barat,

Sama ada derajat hewani,

Menumbuhkan batang, ranting, daun, bunga, dan buah sekali-sekali.

Malas, putus asa, meremehkan adalah tanda-tandanya.

Inilah rumah,dengan titik tumpu beban di atas keraguan.

Pernikahan,

Akarnya perjanjian besar, merujuk kepada tingginya derajat,

Di atas derajat hewani,

Menumbuhkan batang, ranting, daun, bunga, dan buah setiap kali.

Sabar, syukur dan istigfar adalah tanda-tandanya.

Inilah rumah, dengan titik tumpu beban di atas keikhlasan.

Sekarang ke sini!

Abad ke-20, coba kau lihat perjanjian yang cukup besar!

Bahwa Dolar menjadi mata uang dunia.

Ada apa di baliknya?

Sampai sekarang, Perbankan menguasai dunia.

Banyak dalilnya!

Nah sekarang, Perbankan berwacana:

”Mempertahankan kestabilan sistem keuangan.”

Untuk apa?

“Mempertahankan penjajahan.”

Lalu, kau mau apa?

Mau ikut terseret dengan wacana itu?

Hapus sajalah preambule UUD ’45 itu,

Kalau masih pro penjajahan!

Atau mental kau adalah mental terjajah?

Ayo kita simak dan bantu revolusi mental!

Mental konstruktif, bukan terjajah!

Kerja! Kerja! Kerja!

Ayo Kerja! (source: newscientist.com)
Ayo Kerja! (source: newscientist.com)
Ayo Kerja! (source: newscientist.com)

Wallahu’alam.

Bersambung…

read more:

Bg. 7

Bg. 6

Bg. 5

Bg. 4

Bg. 3

Bg. 2

Hakikat Harta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun