Mohon tunggu...
Mahendra
Mahendra Mohon Tunggu... Guru - Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Politik Bagi Dua

11 November 2014   04:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:07 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagi Dua (source:newscientist.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Bagi Dua (source: newscientist.com)"][/caption]

Kalau malam memandang Bulan, seolah menjadi sebab harap ada kawan. Sambillah saya menunggu daging ayam menjadi matang oleh mas Pecel Lele. Saya dapat kawan sambil menunggu. Dingin malam membuyar dengan obrolan metro-politik.

Awalnya saya melakukan pemanasan dengan mendengar (pasang telinga), kemudian saya berpikir mau tanya apa buat ketiga Pak Polisi yang duduk di sebelah saya. Saya ditegur seorang Polisi di antara mereka, “Mas bahasa Inggrisnya melamun apa?” Sayajawab spontan dan asal nyebut dan entah benar entah tidak, “Dreaming.”

“Jangan melamun mas!” serunya. “Oh sayo lagi mikir Pak, mo tanya, Bapak patroli keliling Merangin sampe pagi?” ujar saya.

“24 jam mas!” serunya. “Apa tuh bahasa inggrisnya?” tambahnya. “Twenty four hours.” jawab saya.

Dia bertanya berkait begitu karena saya sedang baca buku tentang central bank. Singkat cerita, ketiga polisi tersebut sulit menjawab pertanyaan “Bapak dukung siapa waktu Pemilu kemaren?” Mereka tetap saja menjawab dengan latar belakang kenetralan.

Saya ulangi pertanyaan itu, mereka masih gigih dengan kenetralannya. Memang menurut peraturan bahwa polisi sikapnya netral, kita mahfum dengan yang demikian.

Saya tanya ulang, ”Seandainya Bapak bukan Polisi, Bapak dukung siapa?” Mereka bertiga ternyata satu pikiran,’ juru bicara’ mereka bilang, “Kalo kalangan menengah banyak dukung Prabowo, karena tawarannya menggiurkan buat PNS, guru juga. Kalo kalangan bawah banyak dukung Jokowi karena blusukannya itu dan merakyat, banyak orang seneng dengan yang begituan.”

Karena jawabannya belum spesifik, saya tanya ulang dan mulai akrab, “Pendapat mas secara pribadi gimana?” Mereka menjawab perlahan, “ Jokowi.”

Mereka sempat berkata sambil mengunyah renyah ayam goreng sambal pecel, sedangkan saya masih menunggu daging ayam menjadi matang, dan menunggu giliran.

Pak Polisi bersabda sambil menyeruput segelas teh, “Mas politik seperti ini, saya beli teh segelas, trus saya bagi dua samatemen saya. Kami gak rugi, penjual pun gak rugi.

Eh daging ayam goreng sudah matang. Obrolan kemudian menuju topik lain tentang ‘anak muda’. Tak lama kemudian, “Mas kita sambung lain kali ya?” ujar saya. “Wah cepat nian, ILK (Indonesia Lawak Klub) belum selesai!” serunya. Sebelumnya kami main tebak-tebakan udah menikah atau belum. Eh ternyata saya salah tebak. Mesti banyak belajar tentang psikologi neh.

Jadi, apa sih hikmahnya? Oh ya obrolan tersebut terjadi kira-kira pertengahan bulan Oktober yang lalu. Berikut himahnya: (1) masih ada polisi yang teguh dengan kenetralannya; (2) politik adalah unik; (3) politik akan selalu dikaitkan dengan uang, bisa dipersepsi salah, bisa dipersepsi benar; (4) maka harta terbesar yang kita miliki adalah hati bukan uang. Hewan tak perlu uang. Begitulah garis batas pembedanya, yakni persepsi tentang uang.

Read more:

http://fiksi.kompasiana.com/cermin/2014/09/17/hakikat-harta-688530.html

http://unik.kompasiana.com/2014/10/16/uang-pks-hancur-bag-3-696120.html

http://sejarah.kompasiana.com/2014/10/20/uang-pks-hancur-bag-4-696719.html

http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2014/10/29/uang-pks-hancur-bag-5-699190.html

http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2014/10/30/uang-pks-hancur-bag-6-699722.html

http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2014/10/31/uang-pks-hancur-bag-7-700052.html

http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2014/11/01/uang-pks-hancur-bag-8-700102.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun