[caption id="" align="alignnone" width="300" caption="Menuju Kedewasaan (source: newscientist.com)"][/caption]
Mungkin sebagian kita belum mengetahui apakah kita ini masih remaja atau tidak. Remaja menurut definisi tertentu adalah rentang usia 11-24 tahun dan belum menikah. Pertimbangn kenapa dalam batas usia tersebut adalah:
1.Usia 11 tahun adalah usia di mana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak (kriteria fisik).
2.Usia 11 dianggap akil balig (kriteria sosio-religi)
3.Mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri.
4.Usia 24 sebagai batas maksimal, umumnya menjelang umur itu tidak lagi menggantungkan diri kepada orang tua.
5.Relatif bahwa sesorang yang sudah menikah pada usia berapapun dianggap sebagai orang dewasa penuh.
Namun, terjadi perdebatan yang panjang mengenai batasan usia remaja sebabsetiap orang secara gen dan lingkungan terbilang unik. Sehingga tidak bisa secara kaku (pasti) bila remaja itu hanya didasarkan pada usia saja. Banyak pakar sepakat bahwa (1) remaja suatu wujud peralihan antara anak-anak dan dewasa dan (2) masa remaja adalah periode penggalian makna hidup.
Saya sependapat dengan pandangan yang mahfum kita dapatkan bahwasekitar 20 tahun ke depan (dari masa remaja) akan ditentukan oleh siapa gurunya, siapa sahabatnya, dan apa bacaannya.
Dengan demikian tanggungjawab orang tua (pendidik di rumah) dan guru (pendidik di lembaga pendidikan) sangat besar. Maka hendaknya dirancang dengan siapa mereka berguru, dengan siapa mereka bersahabat dan referensi apa yang mereka internalisasikan ke dalam diri.
Sebagaimana pelancong ingin menjelajah harus menyiapkan kebutuhan pokok dan kebutuhan tak terduga begitu pula remaja yang menjelajah makna hidup harus menyiapkan kebutuhannya.
Berikut kebutuhannya: (1) Kebutuhan organik, makan, minum, bernafas dan seks; (2) Kebutuhan Emosional atau pengakuan dari pihak luar; (3) Kebutuhan berprestasi; (4) Kebutuhan mempertahankan diri dan berlindung.
Untuk itu pendidik harus: (1) menyediakan makanan, minuman, kelapangan dan pengendalian nafsu dengan keteladanan berpuasa, kebersamaan (sholat , camping, dan rekreasi histori ataupun yang bukan) serta sedekah; (2) memberikan penghargaan; (3) memberikan kesempatan untuk mencoba dan bekerja dalam kelompok (misal kelompok musik, studi, yasinan dan yang sejenis); (4) membatasi perilaku menyimpang.
Maka yang perlu dihindari pendidik: (1) memarahi atas dasar egoisme yakni tidak ada keteladanan yang baik; (2) lupa memberi hadiah untuk meningkatkan motivasi; (3) otoriter atau over protective; (4) mencaci pelaku (bukan sikapnya), membiarkan tanpa teguran fisik jika sikap remaja sudah keterlaluan.
Saya kira satu hal yang membedakan remaja dan dewasa adalah caranya memandang uang. Persepsinya atas uang seperti apa? Persepsi tersebut akan tergantung pada guru dan orang tuanya, sahabatnya dan referensinya. Saya kira kita harus mempersiapkan diri untuk menelaah sejarah keuangan.
Jika persepsi seseorangyang telah dewasa sama dengan remaja yakni uang sekadaralat bayar, berarti diragukan kedewasaannya sebab gaya berpikir orang dewasa adalah merangkai makna sedang remaja masih merangkai kata. Mestinya kedewasaan membersamai makna bahwa uang alat tukar dan alat bayar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H