Membuka Mata: Peluang Besar di Tengah Krisis Global
Di tengah ancaman resesi global dan ketidakstabilan ekonomi dunia, Indonesia dihadapkan pada tantangan sekaligus peluang besar dalam sektor pangan. Saat negara-negara maju bergelut dengan ketergantungan impor dan konflik geopolitik, Indonesia memiliki modal besar untuk menciptakan revolusi pangan. Kekayaan sumber daya alam, keragaman hayati, dan populasi yang besar adalah aset tak ternilai untuk menjadikan negeri ini sebagai pemimpin global dalam ketahanan pangan.
Visi Prabowo Subianto tentang swasembada pangan memberikan harapan baru untuk mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai "lumbung pangan dunia". Namun, visi ini membutuhkan langkah radikal, mulai dari revitalisasi infrastruktur pedesaan hingga pemberdayaan digital dalam pemasaran hasil tani. Apakah kita siap menghadapi perubahan besar ini demi masa depan yang lebih mandiri?
Menelisik Kembali Indonesia Ber-Swasembada Pangan di Zaman Orde Baru
Indonesia pernah menikmati masa kejayaan sebagai negara swasembada pangan, khususnya beras, di era Orde Baru. Pada 1984, FAO mengakui Indonesia sebagai salah satu negara yang berhasil mencapai swasembada pangan. Keberhasilan ini tidak lepas dari program intensifikasi pertanian, revolusi hijau, dan keterlibatan aktif pemerintah dalam penyediaan infrastruktur serta subsidi untuk petani.
Pada masa itu, Indonesia bahkan dijuluki "lumbung padi Asia" karena kemampuan memenuhi kebutuhan pangan domestik sekaligus menjadi eksportir. Hal ini membuktikan bahwa dengan perencanaan dan eksekusi yang tepat, ketahanan pangan bukanlah angan-angan belaka.
Sistem Swasembada Pangan di Era Soeharto
Kunci keberhasilan swasembada pangan pada masa Soeharto adalah pendekatan top-down yang melibatkan kehadiran negara dalam setiap aspek pertanian. Pemerintah menyediakan subsidi pupuk, irigasi yang memadai, hingga teknologi modern melalui program Bimbingan Massal (BIMAS). Selain itu, pengawasan ketat terhadap distribusi hasil panen menjamin petani mendapatkan harga yang layak.
Namun, keberhasilan ini juga memiliki sisi gelap. Ketergantungan pada pupuk kimia dan teknologi impor membuat ketahanan pangan rentan terhadap fluktuasi harga internasional. Belum lagi, sistem tersebut hanya fokus pada komoditas tertentu, meninggalkan banyak potensi lokal yang tidak tergarap optimal.
Mengapa Industrialisasi Sektor Pangan Menjadi Urgensi?