Mohon tunggu...
Ester Meryana
Ester Meryana Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

..

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jika (Katanya)Tidak Ada yang Sempurna di Dunia Ini, Mengapa Kata Sempurna Itu Ada?

27 Juli 2010   05:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:34 1550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya dan Anda (mungkin) percaya bahwa tak ada satupun di dunia ini yang sempurna, baik secara fisik dan non-fisik. Seturut dengan merek sebuah peralatan (atau perlengkapan) wanita yang memiliki singkatan "Nobody Is Perfect." Ketidaksempurnaan itu (katanya) mutlak milik manusia, sedangkan sempurna hanya milik Sang Pencipta.

Tangisan seorang melankolik tak bisa melulu dinyatakan sebagai tangisan bahagia. Tawa seorang sanguin tak bisa selamanya dinyatakan sebagai tawa yang murni bahagia. Tidak bisa seorang anak melulu mengharapkan orangtuanya tidak bertengkar, bahkan bercerai. Orangtua pun demikian, tak bisa selamanya mereka menginginkan anaknya berada pada lingkaran hidup yang nyaman dan sukses. Seorang pasangan sekalipun sudah berada dalam ikatan tali pernikahan, pengalaman (fakta) memperlihatkan tak selamanya dia (atau mereka) memegang teguh janji setianya. So, ya betul itu, sepenglihatan saya tak ada yang dapat melakukan sesuatu secara sempurna, kebahagian atau kesuksesan yang menyeluruh. Akan ada cacat cela yang dilalui.

Jika begitu adanya, kata sempurna itu menjadi pas untuk disebutkan dalam kondisi dan situasi seperti apa? Terkadang hal yang saya sering dengar, sempurna seringkali digunakan untuk penilaian akan kondisi, misalnya pembangunan fisik yang telah terselesaikan. "Rumah atau gedung (atau bangunan fisik lainnya) ini telah selesai dan sempurna," aku seorang arsitektur. Namun, siapa yang menyangka gempa yang hanya 5,8 SR pun bisa meluluhlantakkannya, karena besar-kecilnya SR belum tentu dapat mengukur tingkat kehebatan suatu gempa. Ukuran dasyatnya gempa bisa diukur dengan jarak pusat gempa dengan suatu pemukiman yang padat penduduk. Ya, itu hanya sepengetahuan saya saja berdasarkan pemberitaan2, selebihnya saya serahkan kepada ahli geologi. Dengan demikian, pengakuan sempurna sang arsitektur tadi telah dipatahkan oleh si gempa. Maka, saya melihat ini sebagai suatu yang menarik, karena berarti kata sempurna kurang tepat untuk diberlakukan di dunia ini. Namun, kesimpulan yang dapat saya tarik dari apa yang saya amati ini adalah kata "sempurna" ada, untuk memperlihatkan seperti apa yang dimaksud dengan kata "tidak sempurna." Tidak sempurna sebenarnya adalah ukuran dan kata yang tepat untuk sering disebutkan oleh manusia. Sedangkan, mengingat "sempurna" adalah milik Tuhan, berarti kata yang cocok untuk dipakai oleh kita (manusia) yang mendekati arti/makna kata tersebut yaitu (menurut saya) "baik adanya." Maka demikianlah sang arsitektur berkata, "Bangunan itu telah selesai pembangunannya, dan hasilnya baik adanya."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun