“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya siang dan malam terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau maka peliharalah kami dari siksa neraka”. QS. Ali Imran (3): 190-191
Makhluk kecil itu bergelantungan di pepohonan. Dedaunan pohon yang sebelumnya begitu hijau dan rindang, kini tampak berlubang-lubang. Pertanda dimakan ulat yang kini sedang mengubah diri agar bisa lahir sebagai makhluk lain. Ia nampak menggeliat-geliat ketika tersentuh tangan, namun yang pasti ia tidak terpengaruh dengan gangguan itu, ia tetap khusyuk dan tabah. Ia telah lama membulatkan niat dan tekad untuk bertobat, memohon dengan kesungguhan kepada-Nya agar mendapat ampunan dan bisa menjadi seekor kupu-kupu. Ia telah menyatukan tekad untuk tidak lagi tergoda memperturutkan nafsu perutnya dan merugikan makhluk lain. Ia berusaha untuk menjadi generasi kupu-kupu yang indah. Makhluk kecil itu adalah kepompong dan setelah berproses sekian waktu ia makin memperjelas perwujudan dirinya menjadi kupu-kupu. Bakal sayapnya makin terlihat jelas. Belalainya tampak bergelung di antara kedua belah matanya yang melotot, terbungkus tak berkedip. Suatu pertanda bahwa kepompong itu akan menjelma menjadi makhluk baru.
Ilustrasi di atas memberikan kesan mendalam yang menggores akal dan nurani kita ketika memperhatikan secara seksama makhluk kecil bernama kepompong tersebut. Betapa Al-Qur’an dalam salah satu ayatnya menegaskan bahwa sesungguhnya semua yang diciptakan Allah itu tidaklah sia-sia. Segala apa yang ada di langit dan di bumi diciptakan oleh Allah agar manusia mendapat pelajaran. Ulat yang semula menjijikkan dan menakutkan itu akhirnya bertobat dengan sebenar-benar tobat sehingga bisa mendapat karunia dan kemuliaan menjadi makhluk yang amat disenangi dan segala polah tingkahnya tidak lagi menjengkelkan, bahkan sebaliknya, menyenangkan setiap orang yang memandangnya. Ia merupakan ayat kauniyah, tanda kekuasaan Tuhan.
Lantas bagaimana kita sebagai manusia yang notebene diciptakan Tuhan dengan kesempurnaan? Sebagaimana Allah SWT telah menegaskan dalam firman-Nya QS. At-Tiin (95): 4. ”Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Kesempurnaan yang dianugerahkan kepada manusia salah satunya ditandai dengan adanya akal. Dengan akal inilah manusia diharapkan bisa membaca tanda-tanda (kekuasaan) Allah SWT. Hanya orang-orang yang mempergunakan akalnya dengan baik sajalah yang mampu membaca tanda-tanda kekuasaan Tuhan. Selama ini barangkali kita telah menjadi orang yang tidak pernah mau peduli dengan segala aturan moral, etika, sopan santun, dan bahkan aturan agama. Selama ini pula bisa jadi kita tidak pernah memperhatikan dan merenungi terhadap apa yang ada dan terjadi di sekitar atau sekeliling kita. Kita terlalu asyik dan terbiasa berkubang dalam lumpur dosa dan maksiat, memperturutkan dan menjadi budak nafsu.
Bila kita memperhatikan proses perubahan kepompong menjadi kupu-kupu itu maka kita dapat memetik sebuah makna (hikmah). Makna tersebut adalah meskipun pada awal kehidupannya ulat selalu memperturutkan nafsu dan emosinya, namun setelah bertobat maka ia pantang mundur atau surut ke belakang, pantang melakukan perbuatan kemaksiatan dan kemungkaran kembali. Ia tidak mau lagi merusak tanaman dan pepohonan dan merusak lingkungan yang justru hanya membuat jengkel manusia. Ia telah bertekad dengan sungguh-sungguh untuk mengubah citra buruk dirinya yang selama ini nampak menjijikkan dan membuat manusia ingin membinasakannya menjadi makhluk baru yang disayangi, disenangi dan bahkan kehadirannya selalu dinanti-nanti.
Allah SWT telah menghamparkan hikmah melalui seekor kepompong. Ia memang makhluk kecil, namun apa yang dilakukannya memiliki sarat makna. Apa yang dilakukan kepompong kecil tersebut adalah pertobatan yang sesungguhnya, taubatan nasuha. Kita mesti belajar dari kepompong bahwa pertobatan yang dilakukan tiada lain adalah mengharap maghfirah-Nya, sehingga Allah SWT mengampuni dan meninggikan serta memuliakan derajat kemanusiaan kita. Kepompong itu pantang mundur ke belakang sebelum Allah mengabulkan taubat dan keinginannya. Setelah menjadi kupu-kupu maka kepompong akan mampu terbang kemanapun ia suka dan tidak lagi orang ingin membunuh, menghancurkan, dan membinasakannya. Dengan menjadi seekor kupu-kupu, maka kepompong itu telah memperoleh kehidupan baru atas pertobatannya tersebut.
Setiap diri semestinya memperhatikan kesungguhan, tekad, ketabahan, dan kesabaran dari kepompong karena kitapun berhak menirunya sekaligus menyunting hikmahnya. Sudah semestinya kita mengoreksi diri setiap saat baik dalam bertutur kata, bersikap, berfikir, berperilaku maupun bertindak agar Allah Swt memberkati dan meridlai hidup kita sebagaimana kepompong telah perlihatkan dan contohkan. Hidup baru dengan penuh kedamaian dan ketentraman. Amien.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H