Sebagai bangsa Indonesia yang diamanatkan oleh Undang Undang Dasar NKRI, yaitu turut menjaga ketertiban dan perdamaian di dunia, sengketa di Gaza jelas menuntut dan menarik perhatian bangsa Indonesia untuk terlibat, baik secara rasional maupun emosional pada sengketa yang sudah mendarah daging serta berlarut larut, tanpa menampakkan prospek sebuah pemecahan yang dapat diterima sepenuhnya oleh kedua pihak yang bersengketa, seperti yang ditampilkan di bawah ini.
Ada baiknya juga bila kita menyimak pola sengketa kedua pihak di daerah tersebut, sebuah sengketa yang seringkali muncul datang dan pergi dalam pola berulang. Misalkan pola perulangan pertengkaran antara Israel dan Gaza, yaitu pada tahun 2008/9,kemudian tahun 2012 dan tahun 2014. Di tahun 2008/9 Israel menerima kiriman 105 roket lalu di balas dengan serangan udara, berakibat korban jiwa 342 palestina gugur. Hingga 23 hari pertempuran telah terkirim 916 roket dan 1359 Palestina, 13 tentara israel tewas
Di tahun 2012, hari pertama Israel dihujani 50 roket Palestina, Israel membalas dengan kejam lewat serangan udara, membunuh pimpinan puncak Hamas dan Israel memperingatkan akan menyusulkan serangan darat. Hingga akhir pertempuran di hari ke delapan Israel telah dikirimi 845 roket, dan 167 Palestina serta 5 serdadu Israel tewas.
Pada tahun 2014, di hari pertama Israel telah dihujani 156 roket Palestina, hari kedua 286 roket, ketiga 483 roket, keempat 621 roket dan seterusnya berturut turut serta bertubi tubi 746, 896, 1018, 1164, 1274, 1436, 1560, 1676, 1763, 1902, 1992, 2090, 2153, 2240, 2267, 2338, 2404, 2483, 2624 roket, hingga di hari ke duapuluh empat total telah dihujani sebanyak 2719 roket menguncang Israel, dengan korban jiwa sebanyak 1400 Palestina dan 59 israel menjadi korban selama pertempuran 24 hari tersebut. Israel menyasar ke lebih dari 200 titik sasaran, termasuk membunuh perwira perwira senior Hamas, menghancurkan terowongan terowongan penyelundupan dan tempat tempat peluncuran roket, dan menyiapkan tentara cadangan untuk kemungkinan penyerbuan lewat invansi darat.
Hari pertama sengketa tahun 2008/9, pemerintah Amerika secara terang terangkan mendukung hak israel utk mempertahankan diri, serta memperingatkan keberhati hatian kemungkinan korban sipil. Demikian juga Obama pada perang di tahun 2012, juga Kerry di tahun 2014, Israel atau setiap negara memiliki hak mempertahankan diri dari serangan roket dan terorism.
Keesokan harinya, justru Hamas membalas dengan mengirim lebih banyak roket, serta menyusupkan roketnya jauh lebih dalam ke daerah Israel, dibandingkan serangan roket dari waktu waktu sebelumnya yang pernah dilancarkan Hamas, yaitu mencapai kota pelabuhan Ashdod, 20 km di utara Gaza. Hari ke tiga menembakkannya ke Jerusalem, sejauh 77 km dari gaza, dan dengan roket M302 buatan Siria, mampu mendarat dekat Hadera, yang terletak sekitar 112 km dari Gaza. Tetapi "Iron Dome" pertahanan misile Israel mampu secara tepat guna menghentikan roket roket mencapai daerah padat penduduk.
Pada hari kedelapan, perang di tahun 2008/9, militer Israel memaklumkan mereka akan menguasai titik titik peluncuran roket Palestina, Sedangkan di tahun 2012 penyerbuan darat tidak dilakukan. Sedangkan di tahun 2014, mereka menyatakan bahwa sasaran utama adalah menghancurkan terowongan terowongan Hamas yang telah berhasil di gali dari Gaza menembus jauh ke daerah Israel.
Selanjutnya, di hari ke 14 perang 2009, dan hari ke 7 perang 20012 serta hari ke 13 perang 2014, Sekretaris Jendral PBB, Ban Ki Mun melakukan pendekatan dan mengajukan resolusi utk genjatan senjata serta pertemuan dgn presiden Mesir Husni Mubarak, Presiden Morsi dan Hillary Clinton, dan saat ini ia mengusulkan jedah kemanusiaan serta untuk genjatan senjata yang berjangka panjang.
Langkah berikutnya, Sekretaris Negara Amerika melakukan diplomasi dan mengunjungi daerah sengketa utk menciptakan situasi gencatan senjata.
Di tahun 2008/9, di bulan bulan terakhir masa kepresidenan G.W.Bush serta sekretaris Rice tak jadi melakukan kunjungan ke daerah sengketa. 2012, Upaya melakukan genjatan senjata oleh Ny. Clinton dan Presiden Morsi mempersiapkan genjatan senjata bekerja sama dengan Presiden Morsi yang juga adalah merupakan pimpinan Persaudaraan Muslim yang dianggap memiliki ikatan kuat dengan Hamas
Tahun 2013, Kerry tiba di Kairo utk mempersiapkan gencatan senjata, namun keadaan jauh lebih sulit dari keadaan di tahun 2012. akibat tergulingnya Presiden Morsi, karena Mesir dianggap sebagai sekutu Israel. Akibatnya Kerry beralih mengandalkan Qatar dan Turki sebagai alternatif mediatornya, menunjukkan suatu sikap bahwa seakan Amerika tampil kurang mendukung atau menyokong Israel.