Mohon tunggu...
Embah Tedjo
Embah Tedjo Mohon Tunggu... -

Hanya anak kampung.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kata-kata dan Senjata

27 Agustus 2013   22:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:43 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini sering kita dapati di majalah, buku, internet, Koran, maupun jejaring social, sebuah untaian katakata indan nan bermakna dalam maupun kata kata yang bernada Motivator, orator dan character building. Sampai sampai kita perlu membaca berulang-ulang untuk memahaminya. Bahkan ada pula yang sinis dengan pihak lain sehingga kata-katanya hanya dipenuhi oleh cacian, kefrontalan, dan intinya yang tidak patut dibaca oleh khalayak umum.

Sering kali kita disadarkan oleh sebuah opini tentang berbagai bentuk motivasi bantahan atau citraan dari media manapun yang membuat kita terbelalak dan bekata ”oh iya ya bener juga”.”wahh bener banget tuh”,tanpa menyadari apakah opini tersebut berdasarkan pengalaman, penemuan, penelitian atau pengamatan yang telah dilakukan(empiris)atau malah hanya sebuah rangkaian kata-kata guna menunjang kepopularitas dari orang yang berlagak layaknya orang bijak.

Asal kita tahu, di zaman dahulu orang bijak sangat sulit dijumpai, karena mereka kadang membatasi diri mereka untuk bersosialisasi dengan sesama manusia dan mereka lebih memanfaatkan waktunya untuk mecari arti hidup yang sebenarnya dengan berserah diri kepada tuhan. Orang orang yang disarankan untuk menemui sang bijak dari sebuah masalah yang dialaminya pun harus bersusah payah untuk mencari sang bijak. Dan setelah bertemu dengan sang bijak, mereka hanya diberi sebuah teka teki yang didalamnya tidak lain ialah penyelesaian akan masalah mereka sendiri. Kemudian sang bijak meninggalkan mereka tanpa memaparkan sebuah teka-teki yang ia berikan sebelumnya. Itulah versi sang bijak jika menurut hemat saya.

Namun kini, di zaman yang agaknya dipenuhi budaya serba instan,orang cukup membuka leptopnya dan menemukan berbagai informasi maupun motivasi dari media internet tentang segala kejenuhan hidupnya tanpa perlu menemui sang bijak. Sehingga para plagiarism sering berlagak layaknya sang bijak dengan mudahnya lewat jejaring social, vorum maupun blog. Dengan bermodalkan rangkkaian kata-kata nan indah dan kekayaan akan perbendaharaan kata mereka menganggap diri mereka sebagai figure yang harus diperhatikan walau secara implisit. Kadang dengan itu mereka men-judge, mendeskreditkan, memojokkan, bahkan memprovokasi meskipun mereka menyertakan sebuah kalimat kalau mereka tidak bermaksud akan hal itu.

Ingat!!! Tanggung jawab seseorang yang beropini, mengkritik, memberi nasihat bahkan mengecam tidaklah enteng. Ia harus siap menerima segala hantaman dari segala serangan yang tidak ia duga sebelumnya. Ia juga harus mengedepankan objektifitas yang cukup impiris bukan subjektifitas yang keras kepala. Namun bukan berarti objektifitas tidak memiliki pendirian. objektifitas punya. Dan objetifitas tidak keras kepala. Dan jika diamati dari sudut pandang religiusitas Tidak disangsikan lagi bahwa adanya perbedaan antara kata dan realita adalah salah satu hal yang sangat berbahaya. Itulah sebab datangnya murka Allah sebagaimana firman-Nya surat Shaff ayat 2 dan 3.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ . كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. As-Shaff: 2-3)

Allah juga mencela perilaku Bani Israil dengan firman-Nya,

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلا تَعْقِلُونَ

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (QS. Al-Baqarah: 44)

Berkata-kata itu tidaklah mudah, karena disaat orang awam menerima apa yang kita sampaikan tidak sejalan dengan apa yang sebenarnya tersurat dalam kata-kata kita, maka akn muncul kata-kata baru yang tidak relevan bahkan berkebalikan dengan yang sebenarnya kita harapkan. Oleh karenanya seseorang harus berhati akan sebuah kata yang keluar dari benaknya, karena bias jadi itu malah menjadi senjata yang ia buat untuk melukai dirinya sendiri atau bahkan menjadi senjata bagi orang lain untuk melukainya juga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun