Mohon tunggu...
Tri Wibowo BS
Tri Wibowo BS Mohon Tunggu... -

Editor, penerjemah, tukang ketik, mampir cengengesan | urip sawang sinawang

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

World Writers #571 : Kenzaburo Oe

19 Desember 2014   10:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:59 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenzaburo Oe (1935-) Novelis Jepang, peraih hadiah Nobel Sastra pada 1994. Oe seringkali menulis tentang orang-orang pinggiran dan tersingkirkan, dan keterasingan. Tema lainnya adalah konflik antara kultur Jepang dengan Barat. “Berdasar pengamatan saya, setelah seratus duapuluh tahun modernisme sejak terbukanya negeri ini, Jepang terbelah menjadi dua kutub ambiguitas yang bertentangan. Saya, sebagai penulis, juga membawa polarisasi ini dalam diri saya dan tercetak seperti luka yang dalam” (dari Pidato Nobel, 1994).


Kenzaburo Oe dilahirkan pada 31 Januari 1935 di desa pegunungan di kepulauan Shikoku. Pada 1944 ayahnya tewas dalam perang Pasifik dan pada tahun yang sama dia kehilangan neneknya yang mengajarinya seni dan pertunjukan lisan. Setelah mendapat pendidikan di sekolah lokal dia dipindah ke Matsuyama. Oe berhasil masuk ke Universitas Tokyo, di mana dia belajar sastra Perancis dan meraih gelar pada 1959 dengan tesis akhirnya tentang Jean Paul-Sartre. Pada periode ini dia mulai menulis dan mengeksplorasi masa kanak-kanaknya pada Perang Dunia II. Karya-karya awalnya mengekspresikan perasaan keterpurukan dan disorientasi lantaran kekalahan Jepang pada Perang Dunia II. Oe ingin bereksperimen dengan bahasa dan menciptakan ekspresi sastra baru yang bisa menangkap perubahan sosial dan psikologis yang terjadi di negerinya.


Novel pertama Oe adalah Memushiri Kouchi (1958) yang memenangkan Akutagawa Prize untuk penulis fiksi muda. Antara 1958 dan 1964 Oe menulis beberapa cerita yang merefleksikan kehidupan mahasiswa, tetapi tidak sukses. Pada 1960 dia pergi ke Cina sebagai anggota delegasi Sastra Jepang-Cina. Pada 1960-an Oe bergabung dengan gerakan Kiri Baru. Dia menjadi salah seorang juru bicara paling penting dari generasi pasca-perang. Oe juga seorang anti-nuklir. Meski dia dianggap penulis politik berpengaruh tetapi Oe tak pernah bergabung dengan partai apapun. Pada 1960 Oe menikah dengan Yakari Itami dan dikarunia tiga anak. Pada 1963 anaknya yang dinamai Hikari lahir (Hikari berarti “cahaya”). Anak ini lahir dengan kelainan di tengkoraknya. Dokter menyarankan membiarkannya mati, tetapi Oe dan istrinya menolak. Kelahiran Hikari menandai titik balik dalam kehidupan Oe dan dalam karir sastranya. Tema-tema kegilaan muncul dalam beberapa karyanya sebagai metafora untuk kondisi manusia, salah satunya adalah Hiroshima Nooto (1964). Hikari kemudian menjadi salah satu komposer musik paling terkenal di Jepang.


Sejak 1960-an Oe banyak melakukan perjalanan ke luar negeri, antara lain ke Eropa, Amerika Serikat, Australia dan Asia Tenggara. Dia juga pernah menjadi profesor tamu di Colegio de México (1976) dan Universitas California di Berkely. Pada 1989 Europelia Arts Festival mencantumkan nama Oe dalam daftar penerima Europelia Award. Karya-karya Oe lainnya diantaranya adalah Sevuntiin (1961); Waga Namida o Nuguitamu Hi (1972), novel yang merupakan kecaman terhadap penulis terkenal Mishima Yukio yang pernah terlibat upaya kudeta sayap-kanan pada 1970 dan akhirnya melakukan bunuh diri dengan “seppuku”; Man'en Gannen No Futoboru (1967), memenangkan Tanizaki Junichiro Prize; Kojinteki Na Taiken (1968); Oe Kenzaburo Zensakuhin (1966-67, 6 jilid); Chichi yo Anata wa Doko e Ikuno Ka? (1968); Warera No Kyoki o Ikuru Michi o Oshieyo (1969), yang memenangkan Noma Literary Prize; Kozui Wa Waga Tamashii (1973), meraih Noma Literary Prize; Ikani Ki O Korosu Ka (1984); The Healing Family (1996), kisah tentang putranya, Hikari; trilogi Moegaru Midori No Ki; Chiryo No To (1990); Tsugaeri (1999); dan lain-lain. Pada tahun 2013 Oe menerbitkan Bannen Yoshikish (In Late Style), yang sebagian diilhami oleh gempa bumi, tsunamu dan kebocoran nuklir di Jepang pada 2011.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun