Mohon tunggu...
Emanuel Odo
Emanuel Odo Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Penulis Lepas pecanduan kopi

Mengamati

Selanjutnya

Tutup

Roman

Bayang-bayang

13 Maret 2024   23:24 Diperbarui: 13 Maret 2024   23:26 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

                                                                   

                                                                       

   Dalam keindahan alam, engkau hadir bagai sajak yang tak terucap. Setiap detik kehidupan, setiap peristiwa yang melintas, semua menjadi bagian dari kisahmu yang tak tersurat dalam kata-kata biasa. Kau adalah puisi hidup yang diukir oleh sentuhan alam semesta sendiri, tak tersentuh oleh pena manusia. 

Sosoknya, begitu memikat hati, bagai cahaya yang menerangi kegelapan sebelumnya. Matanya, dua bintang yang bersinar dalam malam yang sunyi, mengandung misteri alam yang tak terjamah dan kerinduan yang tak terucap. Senyumnya, lembut namun penuh dengan makna, seperti embun pagi yang menyegarkan bumi yang dahaga akan keindahan. Setiap geraknya, sebuah tarian alam yang mempesona, menghipnotis hati yang lemah, membawa jiwa terhanyut dalam aliran keabadian. 

Rambutnya, mengalir seperti sungai yang deras, membawa aroma bunga liar di padang rumput yang subur. Suaranya, alunan melodi yang menenangkan namun membangkitkan kekuatan dalam hati yang terlelap. Dalam setiap sentuhan, kurasakan getaran kehidupan yang mengalir begitu lembut, seperti belaian angin di musim semi yang membangunkan bunga-bunga untuk mekar. 

Tubuhnya, lukisan alam yang sempurna, menjelma dari tanah yang subur, dan menghiasi langit dengan bintang-bintang yang tak terhitung jumlahnya. Saat dia tersenyum, dunia berhenti sejenak, aku pun terpesona oleh keindahan yang tak terlukiskan. Namun, di balik keindahannya yang memikat, tersimpan rahasia-rahasia yang tak terungkap, cerita-cerita yang tersembunyi di balik senyumnya yang manis. 

Dia, wanita misterius yang bagaikan teka-teki yang menarik untuk dipecahkan. Aku, dengan segala keterbatasanku, merindukan untuk menjelajahi labirin hatinya yang dalam, menemukan jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang menghantui malamku. Namun, aku tak berani mengungkapkan perasaanku. 

Aku, seorang penyair yang tak mampu menuangkannya dalam kata-kata, terdiam dalam bisu yang menyiksaku, terperangkap dalam kegelapan yang hanya dia yang mampu menghentikannya. Mungkin, aku hanyalah pengagum rahasia yang terpaku dalam keheningan, menunggu saat yang tepat untuk mengungkapkan cinta yang terpendam. 

Dalam setiap langkah, aku menyusuri lorong-lorong gelap, berusaha menemukan jalan keluar dari labirin hatinya yang rumit. Setiap kali aku hampir menemukan jawaban, aku dihadapkan pada misteri-misteri baru yang menggoda. Namun, aku tak pernah menyerah, terus melangkah dengan keyakinan bahwa suatu hari, aku akan menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menghantuiku.  Engkau, sang puisi terindah yang tak pernah kutulis. 

Dalam hati yang penuh kerinduan, aku merajut kata-kata yang tak terucap, menciptakan puisi yang tak pernah terbaca. Dalam keheningan malam, aku berdoa agar engkau mendengar bisikan hatiku, merasakan getaran cintaku yang tak terungkapkan. Engkau adalah puisi terindah dalam hidupku, dan untukmu, aku akan terus menciptakan kata-kata yang tak terucap, puisi yang tak pernah kutulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun