Ketiga, upaya menekan kesulitan masyarakat akibat pandemik covid-19 tidak berjalan mulus. Tingkat serapan anggaran dari stimulus yang digelontorkan pemerintah sejauh ini masih 19% atau Rp135 triliun dari total Rp695 triliun. Dari data tersebut, sektor perlindungan sosial baru terserap 38%, sektor UMKM 25%, dan celakanya sektor kesehatan yang harus jadi prioritas baru terserap 7%.
Ketiga alasan ini yang mendorong penulis melihat langkah pemerintah masih setengah hati. Padahal, covid-19 terus bertambah dan menyerang ke sendi-sendi komunitas terkecil masyarakat.Â
Lalu kenapa tak ada langkah yang tepat ke depan yang dipersiapkan setahun ke depan sebelum vaksin dirilis ? Penulis menganggap ada beberapa hal yang membuat ini berjalan lambat dan setengah hati.
Pertama, sejak awal ada kesan manajerial kepemimpinan yang lamban. Baik dari segi manajerial kepemimpinan hingga roda manajemen pelaksanaan. Presiden Joko Widodo harusnya berdiri sebagai panglima tertinggi dalam perang atas covid-19. Sudah seharusnya, Presiden Joko Widodo berdiri digaris terdepan.Â
Dengan posisi paling terdepan, Presiden bisa membuat keputusan dan langkah yang lebih akurat dan mampu mengontrol kinerja bawahan. Bayangkan saja, sejak dana digulirkan untuk penanganan covid-19 serapan anggaran masih di bawah 50%, bahkan kesehatan yang jadi pos utamanya masih di bawah 10%. Melihat hal ini, sudah saatnya Presiden Joko Widodo mengambil alih komando dan mempercepat penyerapan anggaran sehingga sasarannya tepat dan bermanfaat bagi masyarakat yang terkena imbas pandemik ini.
Kedua, Pemerintah Pusat sudah seharusnya lebih visioner mengevaluasi "new normal" yang dijalankan beberapa bulan belakangan ini. Potensi peningkatan covid-19 akhir-akhir ini juga harus dilihat sebagai bentuk kegagalan atas "new normal" yang diterapkan. Pemerintah seakan tidak tegas dalam penanganan dan lebih mementingkan perbaikan ekonomi tanpa memprioritaskan krisis kesehatan ini.
Sudah seharusnya evaluasi dijalankan. Bila perlu, jika skrining yang dilakukan secara masif dijalankan di pemukiman-pemukiman penduduk harus sejalan dengan PSBB ketat seperti yang dijalankan awal. Ini memungkinkan penyebaran tidak masif dan dapat dikontrol dengan baik.Jadi benar adanya, saatnya "new normal" dievaluasi.
Ketiga, Pemerintah juga harus tegas terhadap penyerapan anggaran. Bagaimana mungkin Presiden Joko Widodo yang menjadi pimpinan negara kaget dengan penyerapan anggaran atas covid-19. Padahal, sebagai pimpinan negara ini adalah tugasnya untuk mendorong dan mengevaluasi.
Sudah waktunya kekagetan demi kekagetan yang dimunculkan Presiden Joko Widodo ini dihentikan. Menyelesaikan persoalan pandemik ini bukan soal kekagetan tapi bagaimana mendorong bawahan bekerja maksimal. Jangan sampai ada kesan melempar kesalahan diantara satu lembaga dan yang lainnya. Padahal fungsi pemimpin adalah merangkul dan bekerja dalam sebuah tim yang hebat.
Sudah waktunya pemerintah mengevaluasi segalanya. Ada baiknya, Pak Joko Widodo mengevaluasi semuanya menyiapkan strategi menghadapi hari-hari sebelum vaksin mulai beredar. Ini penting, agar tak banyak warga yang tertular covid-19.
Sebagai penutup, saya teringat dengan kata-kata indah Michael Jordan yang dikutip Agus Harimurti Yudhoyono pada akun instagramnya siang tadi. Seperti ini kutipannya, Â "talent wins games, but team work and intelligence wins championships."