Mohon tunggu...
Emanuel Dapa Loka
Emanuel Dapa Loka Mohon Tunggu... Freelancer - ingin hidup seribu tahun lagi

Suka menulis dan membaca... Suami dari Suryani Gultom dan ayah dari Theresia Loise Angelica Dapa Loka. Bisa dikontak di dapaloka6@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengusaha Tambang Batu Bara Membelai Alam

1 Mei 2014   15:43 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:59 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Honardy Boentario

Sudah menjadi rahasia umum bahwa pertambangan merusak alam, belum lagi jika sang penambang cuek bebek terhadap alam. Barangkali, sosok ini adalah pengecualian. Dia kembali menambal alam....

Timah adalah Bangka dan Bangka adalah timah. Ya, keduanya tak bisa dipisahkan. Dari pulau inilah Honardy berasal. Dan seperti telah menjadi rahasia umum, di Bangka ada dua macam penambang, yakni penambang legal dan ilegal. Yang legal adalah PT Timah Indonesia, sedangkan yang ilegal adalah penduduk setempat. Penduduk melakukannya dalam skala kecil menggunakan peralatan sederhana untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

Dari kegiatan penambangan tersebut, ada fakta yang tak bisa disangkal, yakni menyebabkan wajah alam bangka compang-camping. Seperti di bukit Samunggiri, dusun Cengel, desa Jurung, kecamatanMerawang, Sungai Liat, Bangka. Di tempat ini, sejauh mata memandang adalah alam terbuka tanpa tudung. Ribuan orang melakukan penambangan timah menggunakan peralatan sederhana. Menggunakan mesin pompa air, menyemprotkan air ke materialuntuk memisahkan bebatuan dan biji timah. Dengan bantuan mesin pompa yang sama, biji timah yang telah terpisah dari bebatuan dialirkan ke sebuah tempat melalui pipa untuk kembali dibersihkan dari bebatuan.

Lokasi ini hanya salah satu dari berartus-ratus tempat serupa. Di Simunggiri—dan tentu tempat-tempat lain—tampak dengan jelas alam telah membopeng dan di atasnya tidak tumbuh pepohonan sebab hanya terdiri atas tailing yang tebal berupa batu kerikil. Pada bagian lain, terlihat danau-danau kecil yang airnya keruh yang bersumber dari aktifitas penambangan. Alam ini dibiarkan begitu saja oleh para penambang setelah isi perutnya diambil.

[caption id="attachment_305298" align="aligncenter" width="256" caption="Ilustrasi, diambil dari google.com"]

13989077481478458003
13989077481478458003
[/caption]

Fakta semacam ini menjadi pemandangan yang jamak Honardy saksikan sejak kecil. Ketika kanak-kanak, pria kelahiran Bangka ini hanya bertanya dalam hati, “Mengapa orang-orang tega merusak alam?” Dia tidak berani protes. Kemudian dia pun tahu bahwa dari kegiatan menambang itulah orang-orang itu memeroleh pendapatan untuk menghidupi keluarga. Melihat wajah-wajah keruh para penambang, terutama para buruh—dia malah “terpengaruh” untuk memaklumi keadaan tersebut.

Meski tumbuh rasa memaklumi, Honardy tetap tidak terima manusia merusak alam. Dia diam-diam menyimpan ketidaksetujuan tersebut. Muncul keinginan untuk mengembalikan kondisi alam, tapi apalah kuasa seorang anak. Dia hanya bisa memendam keinginan tersebut.

Ketika dia mengambil posisi sebagai seorang penambang batubara di Sanga-sanga, Samarinda, Kalimantan Timur, dia dihadapkan pada tantangan dan bayangannya pada alam Bangka, kampung halamannya kembali hadir di pelupuk mata dan mengusik dengan tegas dan jelas. Sebab bukan rahasia lagi, para penambang batubara dikategorikan sebagai perusak alam. Bahkan sejumlah penambang legal pun masuk dalam daftar perusak alam. Pasalnya, setelah mengambil atau menambang batubara, mereka membiarkan saja bekas tambang itu terbuka tanpa upaya mereklamasi dengan menutup bekas penambangan dan menanam pepohonan di atasnya.

Belajar dari Bangka, Honardy bertekad mereklamasi setiap tempat ia melakukan penambangan batubara. Sejak menancapkan kakinya di dunia pertambangan, Honardy pun menancapkan komitmen untuk mengembali keadaan alam tempat ia menambang. Caranya? Sejak awal, usai menambang, dia langsung menutupi lubang yang digali dan diambil batubaranyadengan mengembalikan tanah galian lalu menanami lokasi tersebut dengan berbagai pohon seperti sengon, eucaliptus dan lain-lain. “Saya tak tega. Sesungguhnya, saya ini hanya mengambil saja batubara itu di bawah tanah. Jadi tak ada alasan untuk tidak mengembalikan keadaan alam itu,” ucap Honardy.

[caption id="attachment_305301" align="aligncenter" width="448" caption="Pekarang umum di depan rumah Honardy yang dirawatnya seperti merawat pekarangan sendiri. Foto: EDL"]

1398908410962875477
1398908410962875477
[/caption]

Kegiatan reklamasi ini secara konsisten dan disiplin Honardy lakukan sejak. Sebagai bukti keseriusannya, dia mendirikan perusahaan tersendiri yang secara khusus menangani reklamasi. Kegiatan perusahaan yang ia namai Hamparan Bumi Lestari (HBL) adalah melakukan pembibitan aneka pohon untuk kebutuhan reklamasi lokasi tambang tersebut. Dia bahkan menyumbangkan bibit-bibit pohon tersebut kepada masyarakat dan instansi. Dia pun sering melakukan kampanye pelestarian lingkungan. Setiap tahun, untuk memperingati hari bumi, dia selalu melakukan bermacam-macam kegiatan untuk mengajak masyarakat di lokasi tambang dan Samarinda untuk memelihara alam.

Tema sentral yang selalu ia kumandangkan adalah Every Day is Earth Day. Baginya, mestinya, tak ada hari tanpa aksi memelihara alam. “Menjaga atau memelihara alam seharusnya menjadi gaya hidup atau life style siapa pun. Dan ini bisa dilakukan mulai dari cara sangat sederhana dan alami sampai yang canggih. Alam ini pun butuh dibelai, disayang, diperlakukan dengan baik. Jangan menyiksa melulu. Jika tidak, kita hanya akan mewariskan air mata kepada anak cucu nanti. Dan ini jelas bukan tindakan yang baik,” ujar Honardy serius.

Terhadap komitmennya tersebut, Honardy harus mengeluarkan sejumlah dana. Tentang hal ini dia berkata, “Ini hanya soal kemauan kok. Dana yang saya keluarkan tak banyak. Hanya 1% dari pendapatan. Jadi, lakukan reklamasi atau tidak, tergantung kemauan saja kok,” tambahnya.

Honardy gembira, Pemerintah telah mengeluarkan aturan yang mewajibkan setiap penambang untuk melakukan reklamasi. Kepada setiap calon penambang diwajibkan membayar uang jaminan reklamasi sebagai persyaratan mendapatkan izin penambangan. Jumlah yang harus dibayar jauh lebih mahal dari biaya yang seharus dikeluarkan untuk melakukan reklamasi. Dengan cara ini, para penambang “mau tidak mau” melakukan reklamasi. Jika tidak, selain izin penambangannya dicabut, uang jaminan hilang.

Kini, papohonan hasil reklamasi lahan pertambangan tersebut sudah rimbun. Jauh lebih rimbun dibandingkan dengan kondisi sebelum penambangan. Sebelum menambang, kondisi alam sudah dalam keadaan gersang. Kini, berubah rupa menjadi hutan yang hijau nan rimbun yang membesarkan hati.

Komitmen yang sama Honardy tunjukkan di tempat ia tinggal di Perumahan Bona Indah, Lebak Bulus. Taman perumahan di sekitar rumahnya ia bangun dan tanami aneka pohon dan memeliharanya dengan konsisten. Bahkan untuk taman yang adalah milik umum itu, ia mempekerjakan orang untuk memelihara. Di taman ini dia tanam berbagai jenis pohon seperti mangga, rambutan, palem dan berbagai tanaman. Jika sudah berbuah, siapa pun dari warga boleh memetik. Di sini tambak, Honardy memang mau membelai alam....!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun