Agust Dapa Loka Luncurkan Antologi Puisi
Gemerisik ilalang padang sabana
adalah tekad yang tak bisa mati
sebelum puisiku dikubur bersama
di ujung tanah yang sudah lama menanti
(bait terakhir puisi Gemerisik Ilalang Padang Sabana)
[caption id="attachment_343994" align="aligncenter" width="449" caption="Dari Sumba, NTT untuk Indonesia"][/caption]
Kompasianer Agust Dapa Loka baru saja mengeluarkan buku antologi puisi berjudul Gemersik Ilalang Padang Sabana terbitan Altheras Publishing.Tentu saja ilalang yang dia maksud adalah ilalang padang sabana di pulau Sumba, NTT yang tampak elok melalui film Pendekar Tongkat Emas karya Mira Lesmana.
Tentang pemilihan judul, kepada saya melalui wawancara per e-mail, Agust menjelaskan, bahwa ia ingin mengingatkan siapa pun bahwa di Nusantara bagian selatan ini ada sebuah pulau bernama Sumba yang sepertinya terlupakan.
Melalui jawaban atas dua pertanyaan yang saya ajukan, Agust menukik menjawab:
Anda memilih judul “Gemerisik Ilalang Padang Sabana”. Apa istimewanya puisi ini dalam buku ini?
Pertama : Puisi-puisi ini saya garap justru di saat frekuensi sakit yang saya alami begitu menyiksa. Waktu tidur yang tidak bisa saya gunakan karena sangat sulit, justru saya gunakan untuk menuliskannya.
Kedua : Keistimewaan lain puisi ini sebenarnya terletak pada pilihan locus sebagai setting dasarnya, ialah Sumba. Ilalang dalam sejarahnya mendominasi daratan Sumba. Ialalang bagi masyarakat Sumba multi fungsi. Sebagai pakan ternak, sebagai pembuat atap rumah-rimah penduduk termasuk rumah-rumah adat. Ini tidak dimaksudkan bahwa saya menafikan keberadaan banyak hutan yang tentu sangat menggembirakan. Tetapi sekarang ilalang itu hampir susah dijumpai dalam jumlah yang banyak baik karena perilaku manusia yang membakarnya atau boleh jadi karena pergeseran fenomena alam yang menyebabkan spesies flora ini jadi langka. Kendatipun ilalang itu semakin sulit dijumpai, tetapi sejatinya ia masih tetap saja ada. Keberadaan ILALANG tetap ikut memperlihatkan panorama khas alam Sumba.
Pesan apa yang hendak Anda katakan dengan puisi Gemerisik tersebut?
Saya mau mengatakan bahwa Sumba sebagai bagian dari negeri Nusantara ini ibarat ilalang. Tempatnya berada di Nusantara bagian Selatan sana, nyaris tak cukup kuat mendapat perhatian. Kendatipun demikian, ia tetap setia dan bangga sebagai wilayah Nusantara yang sah. Dan karenanya suara-suara dari sana (sungguhpun sudah agak parau) wajar untuk didengarkan oleh bangsa ini dan harus diperhitungkan sebagai sentuhan untuk direspon secara bermartabat bukan semata demi Sumba tetapi demi bangsa ini secara keseluruhan. Memang saya tidak bicara tentang Sumba secara absolut tetapi tentang persoalan bangsa kita yang sempat saya tangkap sebagai orang Indonesia yang sedang berjuang di Sumba.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Dr. Anies Baswedan memberi kata pengantar. Anies memuji Agust yang dalam keterbatasan fisik dan sakit yang mendera tetap berkarya. Kaki kanan Agust diamputasi tahun 2011, dan rupanya oleh karena kesalahan penanganan, hingga hari ini tetap menanggung sahit yang tak tertahankan.
Pada alinea pertama sang Menteri menulis demikian: Sebagai seorang guru, Pak Agust Dapa Loka jelas menempuh jalan kehormatan. Selama ini ia memilih hadir bersama anak-anak kita, bersama para pemilik masa depan. Ia berdedikasi terhadap dunia pendidikan, bahkan dalam kondisinya yang saat ini sedang sakit. Ia contoh nyata betapa optimisme dan sudut pandang positif mampu mengalahkan segala halangan dan rintangan. Dalam sakitnya, selain terus mengajar, Pak Agust juga menyempatkan menulis novel dan puisi. Ia cukup produktif.
Selain puisi Gemerisik Ilalang Padang Sabana, masih ada 59 puisi lain yang oleh Andy Noya disebuat sebagai suara yang mengentak, mengaduk rasa, dan bahan perenungan bagi kita semua. Di endorsementnya, Andy menulis “Kumpulan puisi di dalam buku ini mewakili suara tanah Sumba yang terlupakan. Dari antara ilalang, Agust bersuara demi cintanya pada negeri ini. Dia bersuara lantang melalui Lolong Anjing di Gerbang Senayan, Berteduh di Bawah Matahari, dan melalui Gemerisik Ilalang Padang Sabana”.
Selain giat menulis, Agust adalah guru Bahasa Indonesia pada SMA Anda Luri, Waingapu, Sumba Timur NTT. Melalui novelnya Perempuan itu bermata Saga (Elex Media Komputindo, 2011), ia meraih NTT Academia Award bidang humaniora.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H