Mohon tunggu...
Emanuel Dapa Loka
Emanuel Dapa Loka Mohon Tunggu... Freelancer - ingin hidup seribu tahun lagi

Suka menulis dan membaca... Suami dari Suryani Gultom dan ayah dari Theresia Loise Angelica Dapa Loka. Bisa dikontak di dapaloka6@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berhentilah Memunggungi Potensi Desa

26 November 2014   02:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:51 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1416916835908716479

Judul Buku: Revolusi dari Desa; Saatnya dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya kepada Rakyat

Penulis : Dr. Yansen TP., M.Si

Penerbit: Elex Media Komputindo (2014)

Tebal Buku: XXVIII + 180 halaman

[caption id="attachment_337680" align="aligncenter" width="600" caption="Jangan anggap sepele desa...!"][/caption]

Kini saatnya memalingkan wajah ke desa! Memulai revolusi bagi Indonesia dari desa! Mengapa? Karena di desalah masih bisa ditemukan nilai-nilai yang diperlukan untuk kemajuan Indonesia. Apa itu? Saling percaya, ikhlas, gotong royong dan beriman. Pernyaan Presiden Jokowi yang mengatakan “kita terlalu lama memunggungi laut” bisa diadaptasi menjadi “kita terlalu lama memunggungi desa”. Dan kehadiran buku ini mengingatkan kita akan “dosa besar” mengabaikan desa itu.

Apa yang dibayangkan dengan revolusi? Revolusi sendiri mengisyaratkan terjadinya perubahan yang cepat dan mendasar pada sebuah keadaan atau wilayah tertentu. Dalam konteks ini, ada upaya yang dilakukandi atau dari desa secara cepat dan mendasar dengan hasil yang tampak secara kasat mata.

Cara kerja dan hasil semacam inilah yang Yansen coba tuangkan dalam buku ini. Sayangnya, cara kerja dan hasil yang dicapai selama menerapkan GERDEMA (Gerakan Desa Membangun) tidak begitu jelas diungkapkan dalam halaman-halaman buku ini. Kalau mengikuti alur buku, mestinya konsep GERDEMA itu sudah harus diungkapkan dengan tajam sejak awal buku. Mestinya, penulis langsung mengungkap yang salah kaprah dilakukan pemerintah selama ini, lalu dengan tegas pula menunjuk yang penulis lakukan dengan GERDEMAnya sehingga membuat pembaca tidak sempat melepaskan buku ini. Memang ada penyataan menyangkut kerja pemerintah yang lalu, tapi sangat datar. “…. apa yang dilakukan para pelaku pembangunan hanyalah sebuah kerja keras tanpa hasil yang seimbang sesuai jerih lelahnya,” demikian tulis Yansen di halaman 7.

Jika saja Yansen lebih tajam sambil menunjuk contoh, kiranya jauh lebih menarik. Yansen terlalu banyak berputar-putar sehingga konsep yang dimaksud dalam GERDEMA secara konkret tidak jelas, selain bahwa perlu menyadari potensi yang dimiliki desa. Jika hanya begitu, sudah banyak LSM yang mengajak melakukan hal ini seperti Dian Desa. Lantas apa konsep GERDEMA sendiri? Seperti apa pelibatan yang penulis maksud dan konkretnya seperti apa? Jika semua ini terjawab dengan lugas, maka benarlah buku ini bisa menjadi panduan seperti dikatakan penulis pada halaman 15.

Di mata Yansen, pemerintahan sejak kemerdekaan sampai saat ini hanya sukses menjalankan dan menghidupkanbirokrasi pemerintahan. Mereka silih berganti menjalankan strategi, yang sebenarnya sama saja, ibarat sebuah barang dagangan yang hanya berganti kemasan (halaman 7).

Bupati Malinau, Kalimantan Utara ini berpendapat bahwa dalam rentang waktu yang sudah terbilang panjang—sejak Indonesia merdeka—pemerintah abai terhadap peran aktif masyarakat. Padahal, inti pembangunan adalah memberikan kepercayaan penuh kepada rakyat dalam konsep dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Sastrawan Gerson Poyk sebenarnya telah lama “berteriak” seputar pembangunan desa. "Kita berdiri di bumi subur, dan laut kaya, tapi otak kita di padang pasir. Kalau pemerintah mengembangkan desa budaya dan membuat trasmigrasi modern, kita tidak perlu ekspor TKW yang akhirnya disiksa atau dibunuh itu," demikian kata Gerson Poyk.

Kata peraih penghargaan jurnalistik Adinegoro pada 1985-1986 itu, oleh karena penanganan desa yang tidak jelas, urbanisasi menjelma menjadi setan yang menakutkan, sebab semua orang lari ke kota. Kalau desa dikembangkan, orang akan tinggal di desa dan bangga berdiri di atas bumi subur, laut kaya kita.

Semangat Sejahterakan Rakyat

Ketika bertarung dalam Pilres lalu, Jokowi – JK dan Prabowo – Hatta juga menggadang-gadang tema yang sama, yakni keinginan untuk membangun desa sebagai upaya konkret menyejahterakan rakyat Indonesia. Rupanya, ukuran kesejahteraan bangsa ini diukur dari kesejahteraan masyarakat desa.

Ukuran akhir kedua pasangan adalah kesejahteraan rakyat—tentutermasuk yang di desa; yang di hutan, di bantaran kali,di pantai, di pegunungan, di sawah dan ladang yang sehari-hari terpanggang oleh terik matahari dan peluk hujan untuk memperjuangkan kehidupan.

Betapa pun baik dan hebatnya sebuah program, jika belum terbukti, ia tetap saja sebuah konsep tanpa makna. Ia hanya menjadi “potensi murni”. Konsep GERDEMA yang ditawarkan Yansen menjadi hidup dan bermakna karena dihidupi sendiri oleh Yansen melalui kedudukannya sebagai Bupati. Ia breakdown konsep tersebut dalam visi – misi dan pilar pembangunan yang sederhana, operasional, lalu secara konsisten melakukannya. Dengan karisma dan kepercayaan rakyat padanya, ia berhasil menggerakkan partisipasi semua komponen untuk aktif berbuat. Inilah esensi demokrasi. Ada partisipasi aktif, bukan seolah-olah berpartisipasi.

Saya mengusulkan, jika ada kesempatan menerbitkan cetakan kedua, mohon penulis memperjelas secara konkret konsep GERDEMA itu sejak awal buku. Dengan kejelasan itulah orang terbawa tanpa sadar ke dalam buku dan membaca sampai tuntas lalu berkata, wow! Saya berkesimpulan sementara, barangkali deskripsi konsep saja yang kurang jernih dalam buku ini, namun sangat aplikatif di lapangan, dan karena itu Yansen berhasil di Malinau.

Meski begitu, buku ini tetap pantas dibaca oleh para pemimpin daerah yang sedang mencari-cari bentuk pembangunan bagi daerah mereka. Yansen telah membuktikan, membangun dari desa dengan menghargai potensi dan partisipasi masyarakat, memberi hasil yang baik. Yansen menunjukkan bahwa matahari Indonesia sedang bersinar dari ufuk desa.

Tentang keberhasilan itu Yansen tulis di halaman 180. Kata Yansen, Gerdema terbukti berdampak besar terhadap terjadinya perilaku positif dan bermanfaat dalam membentuk kemampuan penyelenggaraan pemerintahan desa. Syarat utamanya, memberi kepercayaan sepenuhnya, melakukan pembinaan dan pendampingan yang konsisten dan terus-menerus kepada pemerintah desa, masyarakat desa dan pelaku ekonomi di desa. Kemampuan penyelenggaraan pemerintah desa inilah tulis Yansen, yang menjadi tujuan utama GERDEMA.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun