Pada Sahabat, saya baru saja menerbitkan buku berjudul Takdir Manusia bekerja Bukan Korupsi. Buku ini berisi 50 buah tulisan saya yang dimuat di sejumlah media. Daripada tercecer, saya kumpulkan dan terbitkan menjadi buku. Tulisannya pendek-pendek; paling panjang 550 kata sehingga tidak memerlukan waktu lama untuk membaca setiap tulisan. Terus terang, karena tidak bisa menulis yang berat-berat dan rumit, saya menulis dengan ringan-ringan saja. Percaya? Anda harus percaya.... Hahaha....
Tengok judulnya. Dengan judul ini saya hendak mengingatkan bahwa panggilan setiap manusia adalah bekerja dan berpeluh, sebab melalui aktivitas bekerjalah manusia menunjukkan dirinya sebagai makhluk bermartabat. Bukan korupsi.
Bagi saya, tindakan korupsi adalah cara keji manusia merendahkan martabatnya sendiri. Ya, karena manusia tidak dipanggil untuk menjadi koruptor, tapi bekerja.
Saya menilai, korupsi saat ini sangat mengkhawatirkan dan bikin geram. Bagaimana tidak marah? Para koruptor itu benar-benar tak punya perasaan. Sudah lihat sesamanya makan saja susah, atau mati karena tak bisa berobat, anak-anak tak bisa sekolah, mereka tanpa ampun memakai segitu banyak uang untuk dirinya sendiri secara tidak masuk akal.
Tindakan semacam ini kan membunuh sangat banyak orang, menjerembabkan mimpi anak-anak, menelantarkan imajinasi remaja akan masa depan yang indah dan sebagainya.
Karena itu, walau tidak seluruh tulisan saya dalam buku ini menyoal korupsi, saya berani menjuduli bukunya "Takdir Manusia Kerja Bukan Korupsi." Setidaknya dengan membaca judulnya, orang tersentil dan mengingatkan dirinya untuk tidak korupsi. Sesederhana itu.
Pada bab satu ada lima tulisan yang menyerempet ikhwal korupsi, termasuk tulisan yang kemudian menjadi judul buku ini. Empat tulisan yang lain adalah Imajinasi adalah Sayap, Agar Manusia Tidak jadi Kera, Habitus Non Facit Monachum dan Hidupkan Imajinasimu.
Kembali lagi, dengan judul-judul tersebut, saya ingin menyentuh kesadaran manusia untuk sejenak berimajinasi atau membayangkan nasib orang lain jika tindakan korupsi itu dilakukan secara brutal. Betapa banyak anak yang putus sekolah, mengalami gizi buruk, tidur di atas debu jalanan dan sebagainya.
Menurut saya, koruptor itu adalah orang yang imajinasinya lumpuh. Para koruptor telah merampok imajinasi anak-anak yang semestinya membawa mereka terbang ke mana-mana untuk merajut masa depan. Petinju Muhammad Ali mengatakan 'The man who has no imaginations, has no wings'.
Saya juga hendak mengingatkan agar kita manusia ini tetap menempatkan diri sebagai manusia yang bisa berpikir, memiliki nurani (dan iman). Sebab tanpa pikiran dan nurani seperti kata Buya Hamka, manusia akan tak ubahnya kera atau babi yang juga bekerja.
Pada tulisan Habitus Non facit Monachum, saya menulis bahwa pakaian dan penampilan yang serba rapi dan wangi, tidak menjamin seseorang tidak korupsi. Jubah tidak pernah membuat seseorang menjadi orang suci atau rahib. Sekadar pin pada jas, dan jas pada badan, itu sama sekali bukan alasan untuk menjadikan seseorang terhormat.