Yang pasti, saya bukan penyair sungguhan. Malah saya senang menyebut diri penyair kambuhan, sebab tidak mudah bagi saya untuk menciptakan puisi. Puisi saya baru lahir kalau saya benar-benar sedang bergumul dengan sesuatu. Persoalan korupsi di tanah air ini benar-benar menyedot pikiran dan energi, lalu lahirlah puisi ini--yang barangkali jauh dari bagus. Barangkali hanya sekadar saluran aliran frustrasi. Jika sempat, simak dan bila perlu komentari.
Sajak Geram untuk Koruptor
 Puisi Emanuel Dapa Loka
 Baru dua puluh enam langkah aku bersama anakku
 Berjalan menggenggam asa menjemput matahari
 Menyeret harapan yang sebenarnya enggan beranjak
 Tiba-tiba segerombolan rampok mengadang tanpa ampun
 Mereka durjanis!
 Syaitan berwajah malaikat
 Yang kian ke mari mengepak-kepakkan sayap
 Mengintai lalu merampas rajutan mimpi anakku
 Aku sepenuhnya sadar
 Sekitarku kini disesaki keseolah-olahan
 Seolah-olah santun
 Seolah-olah saleh
 Seolah-olah murah hati
 Seolah-olah beriman
 Seolah-olah menegakkan hukum negeri
 Benar...!
 Hanya seolah-olah
 Sesungguhnya!
 Dari bebukitan karang purba pujaan para pujangga
 Dari bentangan sabana maha luas impian para sineas
 Anakku bermimpi tentang hari-hari indah
 Tentang hari-hari yang menuntunnya
 Menyematkan hari gemilang baru
 Pada dada anak-anaknya
 Dan anak-anak dari anak-anaknya
 Tapi mungkinkah itu?
 Mereka telah merampok jatah anakku
 Tatapan nanar anakku
 Tak membuat mereka memutar haluan
 Mereka justru terus makan dan minum dengan
 rakus tanpa peduli