Di antara moda angkutan yang melayani penumpang di Jabodetabek, kereta api adalah yang paling diandalkan. Relatif lebih teratur dan murah. Bagi saya, yang terpenting di antara alasan yang biasa diungkapkan orang adalah "lebih terukur" waktunya, meski kadangkala mengecewakan juga. Tapi sekali lagi, lebih mending dibanding moda angkutan yang lain. Sebelum aktif menggunakan kereta lebih dari setengah tahun ini, saya adalah pengguna motor setiap hari melintasi jalan-jalan antara Jakarta dan Bekasi.
Sebagai penumpang Bekasi, saya menilai PT KAI tidak adil terhadap penumpang Bekasi. Ketidakadilan itu terasa pada malam hari. Frekuensi kereta yang melayani Bekasi tidak sebanding dengan kereta yang ke Depok dan Bogor. Sebagai contoh, jika penumpang Bekasi ketinggalan kereta pukul 21.00, maka mereka harus menunggu sampai pukul 22.22 baru ada kereta lagi. Sedang dalam rentang 1,5 jam tersebut, kereta yang ke Bogor ada beberapa, demikian juga yang ke Depok.
Dengan begini, PT KAI tidak adil terhadap penumpang Bekasi. Saya adalah penumpang Bekasi yang kerap pulang malam. Beberapa penumpang yang juga ke bekasi berkata, "Apakah karena penumpang Bekasi tidak pernah buat onar sehingga dianaktirikan?" Jangankan bikin onar, naik di atas atap kereta sudah jarang terlihat pada kereta trayek Bekasi Jakarta.
Karena berharap pelayanan PT KAI lebih baik, saya tidak keberatan dengan kenaikan tarif pada 1 Oktober lalu. Entah pelayanan apa yang diperbaiki PT KAI dengan kenaikan tarif tersebut? Yang pasti kami belum merasakan adanya perbaikan. Penumpang masih berjubel, kereta masih sering terlambat, kereta masih sering ditahan di beberapa tempat, dan seperti saya ungkapkan di atas, PT KAI tidak adil terhadap penumpang Bekasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H