Mohon tunggu...
Emanuel Dapa Loka
Emanuel Dapa Loka Mohon Tunggu... Freelancer - ingin hidup seribu tahun lagi

Suka menulis dan membaca... Suami dari Suryani Gultom dan ayah dari Theresia Loise Angelica Dapa Loka. Bisa dikontak di dapaloka6@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Orang Sumba Riang Sambut "Umma Kaladha"

14 Februari 2015   23:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:10 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_351086" align="aligncenter" width="560" caption="Kampung Adat Manola. foto: EDL"][/caption]

Kegembiraan terpancar dari wajah warga Kampug Adat Manola. Hari itu, kampung mereka kedatangan tamu dari Jakarta yang meresmikan rumah besar (umma kaladha) di kampung mereka. Tari, lagu dan syair adat mereka persembahkan dengan riang. Umma Kaladha sangat penting dalam peri adat orang Sumba. Ia menjadi tempat merancang masa depan warga kampung.

Jam masih menunjukkan pukul 04.30 pagi. Warga Kampung Adat Manola, di desa Tena Teke, Wewewa Selatan, Sumba Barat Daya, NTT, sudah keluar rumah untuk melakukan aktivitas. Nyaris tidak ada satu warga kampung pun yang belum bangun pada jam sepagi itu, sebab sudah sangat terang. Biasanya, mereka bangun untuk berkebun, mengurus ternak dan menimba air dari mata air di sekitar kampung.

Pagi itu, ada yang berbeda. Mereka bangun untuk menyambut hari istimewa bagi kampung mereka. Hari itu, dua buah rumah adat baru dan lima belas rumah lainnya yang direnovasi diresmikan oleh Direktur Pembinaan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Sri Hartini. “Mereka mendapat bantuan biaya hanya untuk dua buah rumah, tapi mereka mengelola dana itu sehingga selain untuk membangun dua buah rumah, mereka juga bisa merenovasi lima belas rumah lainnya. Sungguh luar biasa,” puji Pastor Robert Ramone, CSsR, ketua Lembaga Studi dan Pelestarian Budaya Sumba.

Sejak pukul 7 pagi itu, sejumlah penari dan peronggeng telah bersiap di pintu gerbang kampung yang terletak di atas bukit itu. Mereka menunggu rombongan Direktur Pembinaan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Sri Hartini dari Jakarta yang akan meresmikan rumah-rumah adat di kampung mereka.

Sebelum rombongan datang, sesekali mereka menabuh tambur, gendang dan gong. Secara otomatis, para penari menari dengan gemulai dan semangat meluapkan kegembiraan. Tabuhan tambur dan gong benar-benar membuat wajah warga kampung bergembira.

Ketika rombongan berjalan menanjak untuk segera masuk kampung, tambur, gong dan gendang ditabuh. Para penari pun menari. Uniknya, bukan hanya para penari yang telah disiapkan yang menari, tapi ibu-ibu dan warga kampung yang lain ikut menari gembira. Tetamu, kemudian disambut dengan oka (penyambutan)menggunakan pantun-pantun adat dalam bahasa setempat.

Anak Matahari dan Bulan

Kampung adat Manola berada di selatan, sekitar 30 km dari Tambolaka, ibukota Kabupaten Sumba Barat Daya. Saat ini, di kampung ini terdapat 26 umma kaladha dan 113 kubur batu tua (megalitikum) berukuran besar yang sudah berumur ratusan tahun. Seluruh rumah bermenara dan terbuat dari alang-alang.

Dalam kosmologi orang Sumba, setiap orang yang sudah meninggal selalu memiliki hubungan dengan kerabatnya yang masih hidup. Karena itu, dia tidak boleh jauh-jauh agar setiap kali yang masih hidup bepergian atau kembali selalu melihat makamnya dan selalu memberi salam. Itulah sebabnya kampung ini penuh dengan makam baik yang sudah ratusan tahun, maupun yang kemudian.

Tidak ada dokumen tertulis tentang sejarah kampung Manola. Namun warga kampung yakin bahwa kampung mereka sudah berumur ratusan tahun. Bahkan di antara warga kampung ada kepercayaan magis bahwa mereka adalah keturunan matahari dan bulan, dalam bahasa setempat disebut palala lodho, palala wulla. Jika diterjemahkan secara “lurus” ungkapan tersebut berarti “yang buahi matahari, yang dibuahi bulan”.

Orang Sumba selalu melakukan ritual-ritual adat dalam umma kalada. Di sinilah pentingnya setiap suku memiliki rumah adat. Karena itu, warga kampung Manola sangat berterima kasih atas bantuan dana revitalisasi dan bantuan sosial dari Direktorat Pembinaan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagai bentuk terima kasih mereka, dana yang tersedia hanya untuk membangun dua buah rumah, warga Manola olah sehingga selain bisa untuk membangun dua buah rumah, juga untuk merenovasi baik berat maupun ringan lima belas buah rumah adat lainnya. Mereka bergotog-royong mengumpulkan berbagai bahan dari alam berupa kayu, bambu, alang dan tali. Dirjen Sri memuji semangat dan kerja keras warga Manola.

Sebenarnya, seperti dijelaskan camat Wewewa Selatan Jeremia Tanggu, S. Sos, dulu warga masyarakat malu meminta bantuan kepada Pemerintah. Masyarakat melakukan dan membiayai semua kegiatannya secara swadaya. Tapi karena perkembangan yang terjadi, Pemerintah harus turun tangan. “Tapi rasa malu masih ada. Itu terlihat dari semangat warga untuk turut serta dalam bekerja dan mengumpulkan material dari alam,” ujar Jeremia.

[caption id="attachment_351087" align="aligncenter" width="560" caption="Seorang pengunjung dari Jakarta Honardy Boentario di Kampung Adat Manola. Foo:EDL"]

14239070042111128594
14239070042111128594
[/caption]

Selain kampung Manola, Dirjen juga meresmikan rumah adat kampung Bhuka Regha, desa Karuni, Waitabula, Sumba Barat Daya dan Rumah Adat di kampung Lewa Paku, Desa Kambuhapang, Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur. Warga di ketiga kampung merasa sangat bergembira atas perhatian pemerintah pada kampung mereka.

Honardy Boentario, seorang penggemar kampung-kampung tradisional dari Jakarta yang sempat berkunjung ke Manola dan Bhukareghamengaku kagum dengan kesetiaan orang Sumba mempertahankan keaslian tradisi mereka. “Luar biasa. Warisan adiluhung berharga ini tetap dipertahankan. Ini iidentitas yang tak bisa didapatkan di mana pun. Sangat tepat Pemerintah melestarikan kampung ini di tengah beratnya kehidupan masyarakat,” ujar pria asli Bangka ini. Kekaguman Honardy diiyakan oleh Meli, seorang pengunjung lain dari Jakarta.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun