Cerita berikut ini terjadi di awal era reformasi ketika penguasa daerah mulai bergigi karena munculnya gerakan desentralisasi kekuasaan yang melahirkan undang-undang otonomi daerah sejak tahun 1999. Kalau Kongkalikong di zaman Soeharto biasanya didalangi oleh oknum penguasa di pusat Pemerintahan, di era otonomi daerah kongkalikong pun mulai otonom, terjadi di antara oknum penguasa lokal.
Â
Cerita yang terjadi di Karawang ini melibatkan pejabat setempat yang didakwa melakukan kejahatan korupsi yang merugikan negara. Kejadiannya berlangsung antara tahun 2002 hingga 2003 dan kisah nyata ini sepertinya telah dilupakan banyak orang. Saya menggali kembali kisah ini sebagai pelajaran agar kasus seperti ini tidak terulang kembali. Untuk akurasi cerita, saya juga memanfaatkan berkas pengadilan terhadap Amandus Juang yang ada di arsip MA sebagai referensi.
Â
Amandus Juang didakwa Pengadilan Negeri Karawang karena terlibat kasus korupsi saat menjadi anggota DPRD Karawang tahun 1999-2004. Amandus yang ketika itu menjabat sebagai wakil ketua Komisi A DPRD, bersama dengan wakil ketua DPRD Karawang, Sonny Hersona, dan (dalam pengadilan yang terpisah) Bupati Karawang, Ahmad Dadang dan plus seorang pejabat Pemda, berdasarkan dakwaan PN Karawang, secara bersama-sama telah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan Negara sebesar Rp 3,048 Milyar.
Â
Mereka telah menjual tanah pengangonan milik negara seluas 30 hektar yang berlokasi di kelurahan Margakaya Telukjambe kepada PT. Alam Hijau Lestari, perusahaan milik Amin Supriyadi, alias Amen yang dikenal juga sebagai raja tanah di Karawang. Padahal, keempat orang itu mengetahui bahwa mereka tidak memiliki kewenangan untuk menjual tanah tersebut.
Â
Dalam transaksi jual beli tanah ini, PT. Alam Hijau Lestari diuntungkan karena hanya membayar tanah seharga Rp 8.000 per-m2, padahal seharusnya menurut juru taksir bernilai Rp 9.525 per-m2. Total yang dibayar oleh perusahaan milik Amen itu adalah Rp 2,4 Milyar dari yang seharusnya bernilai Rp 3,048 Milyar.
Â
Kasus bermula ketika Ahmad Dadang, Bupati Karawang, mempunyai ide untuk menjual tanah tersebut setelah menerima surat permohonan izin lokasi dari PT. Alam Hijau Lestari pada 3 Oktober 2002. Setelah menerima surat permohonan itu, Ahmad Dadang meminta persetujuan kepada DPRD Karawang perihal permohonan tukar-menukar aset daerah dan ijin lokasi pihak ketiga pada 23 Oktober 2002. Kemudian, 31 Oktober, disusul dengan surat berikutnya perihal Persetujuan Izin lokasi pemakaman terpadu dan wisata seluas 150 hektar yang terletak di Desa Margakaya dan Margamulya kecamatan Telukjambe untuk dan atas nama PT. Alam Hijau Lestari.
Â
Surat itu diterima DPRD tanggal 10 November 2002 dan kemudian dirapatkan dalam Panitia musyawarah yang memutuskan menyerahkannya ke Komisi A, di mana Amandus menjadi Wakil ketua. Saat pembahasan di komisi, Amandus yang memimpin rapat komisi ternyata mengubah substansi pembahasan tukar-menukar tanah pengangonan tersebut menjadi pelepasan aset tanah pemda dengan ganti rugi yang bertentangan dengan Kepmendagri No.11 Tahun 2001.
Â
Tak hanya itu, Amandus juga menentukan harga tanah Rp 8.000 per-m2 yang sebenarnya bukan kewenangannya atau komisi yang dipimpinnya. Harga itu pun jauh lebih rendah dibandingkan harga yang ditentukan Panitia Penaksir dan Penilai yang menetapkan harga Rp 9.525 per-m2. Dan, juga di bawah NJOP seharga Rp 10.000 per-m2.
Â
Nota persetujuan Komisi A selanjutnya diserahkan kepada Sonny Hersona, Wakil Ketua DPRD Karawang, yang langsung memberikan persetujuan tanpa dibahas Iebih dulu di Rapat Paripurna DPRD Karawang. Persetujuan ini tertulis dalam surat tertanggal 10 April 2003 perihal persetujuan tukar menukar tanah aset daerah dan kemudian surat ini dikirimkan kepada Ahmad Dadang, Bupati Karawang.
Â
Akibat kasus ini, Amandus Juang sempat mendekam di tahanan sekitar 2 bulan. Sementara itu, Ahmad Dadang diberhentikan dari jabatannya selaku Bupati Karawang. Akhir cerita, semua pejabat Karawang yang diadili dalam kasus ini lolos dari dakwaan Jaksa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H