Desa Trenten, dengan luas wilayah 375 ha yang mayoritas merupakan lahan perkebunan kelapa kini menjadi sorotan berkat inisiatif baru yang diusung oleh Tim PPK Ormawa BEM KM FMIPA UGM. Dalam sebuah acara resmi yang dihadiri oleh anggota Gapoktan, anggota KWT Nira Lestari, Ketua KWT Nira Lestari, Kepala Dusun, dan perwakilan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Magelang, penyerahan mesin pembuat briket, cocopeat, dan cocofiber dilakukan sebagai bagian dari program PPK Ormawa BEM KM FMIPA UGM. Program ini bertujuan untuk mengubah limbah tempurung kelapa yang selama ini terabaikan menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Desa Trenten.
Limbah kelapa, khususnya tempurung dan sabutnya, sering kali menjadi masalah lingkungan di banyak desa. Di Desa Trenten, limbah ini tidak hanya mencemari lingkungan, tetapi juga tidak dimanfaatkan secara optimal. Melihat potensi tersebut, mahasiswa UGM menginisiasi program BRICOFI "Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pemanfaatan Limbah Kelapa Menjadi Briket, Cocopeat, dan Cocofiber untuk Mendukung Zero Waste dan Perekonomian Masyarakat Desa Trenten" untuk membantu masyarakat desa memanfaatkan limbah ini dengan cara yang lebih produktif.
Acara penyerahan mesin berlangsung meriah di homestay mBah Semen, pada pukul 10.00 pada hari Sabtu 31 Agustus 2024. Dalam sambutannya, Ketua Program PPK Ormawa BEM KM FMIPA UGM, Griselda Lituhayu Tetuko Jakti, menyampaikan harapannya agar mesin yang diserahkan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh masyarakat.
"Mesin ini tidak hanya akan membantu mengolah limbah menjadi briket, tetapi juga memberikan peluang baru bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatan mereka serta menyerap limbah dengan transformasi menjadi produk dengan nilai jual lebih tinggi," ujar Griselda Sabtu (31/8).
Mesin yang diserahkan terdiri dari empat jenis: mesin penghalus arang, mesin pencampur arang dan kanji, serta mesin pencetak briket, serta mesin pembuat cocopeat dan cocofiber. Mesin-mesin tersebut diletakkan di Dusun Semen, salah satu dusun di Desa Trenten.
Ibu Yuni Setyaningsih, Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Nira Lestari, mengungkapkan antusiasmenya terhadap program ini. "Kami sangat senang dengan adanya mesin ini. Selain bisa mengolah limbah, kami juga mendapatkan pelatihan tentang cara memanfaatkan produk yang dihasilkan," ujarnya.
Respon masyarakat terhadap program ini sangat positif. Banyak warga yang tertarik untuk belajar lebih lanjut tentang cara mengolah limbah kelapa dan memasarkan produk yang dihasilkan. Sutariyah, salah satu anggota kelompok tani, menambahkan, "Kami berharap bisa menjual briket ini tidak hanya di pasar lokal, tetapi juga di luar desa. Dengan begitu, pendapatan kami bisa meningkat."
"Dengan penyerahan mesin pembuat briket, cocopeat, dan cocofiber, Desa Trenten kini memiliki peluang baru untuk mengolah limbah kelapa menjadi produk yang bermanfaat serta bernilai jual yang tinggi," ujar Bapak Mokhammad Fajar Pradipta, S.Si., M.Eng., selaku dosen pembimbing di homestay mBah Semen, Sabtu (31/8). Program BRICOFI yang diinisiasi oleh mahasiswa UGM ini tidak hanya memberikan solusi terhadap masalah limbah, tetapi juga meningkatkan perekonomian masyarakat desa.
Melalui kolaborasi antara mahasiswa dan masyarakat, diharapkan program ini dapat terus berlanjut dan memberikan dampak positif yang berkelanjutan. Inisiatif ini juga sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan, khususnya dalam menciptakan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di tingkat desa. Dengan semangat dan kerja sama, Desa Trenten siap untuk menjadi contoh bagi desa-desa lain dalam memanfaatkan sumber daya lokal secara optimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H