MEMANG pesta demokrasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) di delapan kabupaten/kota se-Lampung 9 Desember 2015 lalu, telah usai. Ironisnya, hanya dua calon petahana menang mudah. Herman HN, petahana di pemilihan Walikota Bandarlampung, dan Mustafa petahana di Pilkada Kabupaten Lampung Tengah (Lamteng), kembali menjadi orang nomor satu di daerahnya masing-masing untuk lima tahun mendatang.
Sedangkan, Aries Sandi DP, calon petahana harus tumbang di pemilihan bupati Pesawaran. Nasib sama juga disandang oleh Rycko Menoza SZP, anak mantan Gubernur Lampung, Sjachroedin ZP, calon petahana yang kalah di pemilihan bupati Lampung Selatan (Lamsel).
Lalu bagaimana peluang calon petahana di Pilkada 2017? Menurut catatan KPU, untuk pilkada serentak yang dilaksanakan bulan Februari 2017 mendatang, ada lima kabupaten/kota yakni, Kabupaten Mesuji, Tulangbawang Barat (Tubabar), Tulangbawang (Tuba), Pringsewu dan Lampung Barat (Lambar).
Dari lima daerah tersebut, ada empat calon petahana yang sudah membulatkan ambisinya untuk kembali bertarung menjadi orang nomor satu yakni, Khamamik di pemilihan bupati Mesuji, Hanan di pemilihan Bupati Tuba, Umar Ahmad di pemilihan bupati Tubabar dan Sujadi di pemilihan bupati Pringsewu.
Dari empat calon petahana itu, meski disetiap daerah kondisi dan posisi petahana itu berbeda-beda, namun langkah Khamamik untuk melanjutkan pembangunan Kabupaten Mesuji lima tahun mendatang, lebih mulus dibandingkan dengan calon petahana di pemilihan bupati Tuba, Tubabar dan Pringsewu.
Khamamik, petahana di pemilihan Bupati Mesuji sangat istimewa dan lain dari yang lain. Gaya blusukan dan ‘kegilaannya’ membangun jalan kampung-kampung, dan seringnya tampil melalui media sosial, menambah ketenaran mantan anggota DPRD Lampung ini.
Rakyat Mesuji sudah merasakan hasil kerjanya dan Khamamik dipastikan unggul, siapa pun penantangnya. Kondisi ini lah, yang membuat sejumlah partai poltik (Parpol) terkesan basa-basi dalam penjaringan calon kepala daerah di kabupaten setempat. Sejatinya, hal ini normal. Partai politik tentu berhitung, untuk apa mengusung calon yang tak akan menang? Rugi waktu dan rugi uang.
Popularitas Khaamamik ditengah-tengah masyarakat Mesuji, saat ini sedang tinggi-tingginya. Kepercayaan rakyat sudah ‘diserahkan’ kepada Khamamik, untuk menjadikan Kabupaten Mesuji lebih baik lagi, sehingga dapat bersaing dengan kabupaten/kota se-Lampung, dan daerah-daerah lain di Indonesia.
Mungkin, kondisi ini akan membingungkan masyarakat dan parpol. Bagaimana, kalau calon bupati Mesuji hanya satu pasangan atau calon tunggal? Jangan khawatir, ‘penangkis’ kegadungan itu sudah disiapkan dengan adanya “dewa penyelamat” yakni, telah keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengizinkan adanya calon tunggal dengan cara pencoblosan semacam referendum.
Kalau memang benar kabar itu, bagaimana mungkin calon petahana bisa kalah? Bagaimana mungkin Khamamik kalah? Kalau pendatang baru itu tak menjanjikan apa-apa, masyarakat condong memilih petahana yang sudah dikenal selama ini.
Namun, hal serupa tidak akan terjadi di pemilihan kepala daerah Kabupaten Tuba, Tubabar dan Pringsewu. Calon petahana, untuk tiga daerah tersebut akan mendapat lawan berat dari jalur perseorangan maupun partai politik.