Mohon tunggu...
M. Aminulloh RZ
M. Aminulloh RZ Mohon Tunggu... Guru - Hidup Berpetualang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik hanya momentum, berbuat baik selamanya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kita Butuh Habib yang Mewujudkan Kedamaian

5 November 2020   11:27 Diperbarui: 5 November 2020   11:41 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.kadrun.id/

Dunia modernisasi kontemporer, menyebabkan perubahan dan disrupsi yang konstan atas pilihan-pilihan yang tidak ada sebelumnya. Keberagaman---etnis, ras, suku, jenis kelamin, agama, sekte ideologi---merupakan fakta kehidupan, telah mengalami ekspansi dramatis yang membuka pintu sektarian. 

Banyaknya pendatang dari Timur-Tengah, etnis Tionghoa, dan juga India, proses asimilasi kian beragam di Indonesia. Keberagaman yang semula mampu menyatukan kekuatan untuk melepaskan diri dari jerat kolonialisme dan imperialisme, kini menjadi sesuatu yang resisten akibat polarisasi kepentingan. 

Salah satu problematika hari ini adalah munculnya fenomena habib-habib yang tidak mencerminkan akhlak datuknya---Nabi Muhammad SAW.

Dalam perjalanan bangsa Indonesia, banyak kalangan habib yang berjuang di bawah panji nasionalisme Indonesia. Mulai dari tokoh agama, ahli atau akademisi, aktivis sekaligus pejuang, sampai politikus dan pejabat tinggi negara. 

Misalnya di kalangan nasionalis kita mengenal Habib Husein Muthahar, sang komponis besar pencipta lagu kebangsaan seperti yang sering kita nyanyikan setiap kali tanggal 17 agustus, berjudul Hari Merdeka. Syair Syukur juga salah satu karyanya yang menyentuh relung jiwa setiap anak bangsa. Ia juga penyelamat bendera pusaka sekaligus pendiri Paskibraka.

Tokoh Pahlawan Nasional beberapa kita kenal seperti Tuanku Imam Bonjol dengan nama asli, Sayyid Muhammad Shahab, Raden Mas Antawirya atau Pangeran Diponegoro, dengan nama asli Sayyid Abdul Hamid, dan Raden Hadji Oemar Said (H.O.S) Tjokroaminoto yang bermarga Basyaiban. 

Selain itu, ada juga Pencipta lambang negara Burung Garuda yang bernama Sultan Abdul Hamid Al-Qadri. Tokoh agama mungkin lebih banyak lagi, di Jakarta ada Habib Ali Al-Habsyi Kwitang, Habib Salim bin Jindan dan Mufti Betawi, Sayyid Utsman bin Yahya yang dikenal keras, namun kedalaman ilmu dan karya-karyanya yang banyak menjadi rujukan---tidak mencaci, menghujat dan memaki orang lain---tertransendensi pada etik-moral dan budi luhur akhlaknya. Wilayah timur Indonesia ada Habib Idrus bin Salim Al-Jufri.

Di kalangan akademisi juga tak kalah hebatnya. Sebagai contoh yang cukup populer, anggota Konstituante Republik Indonesia, Prof. Habib Abdurrahman Shihab (Ayah dari Prof. Habib Quraish Shihab dan Habib Alwi Shihab). 

Dan masih banyak nama-nama lain yang turut andil dalam membangun moralitas perjuangan semasa Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Saat ini, patut disayangkan. Fenomena Habib-habib yang muncul, cenderung kaku dan keras. Karena banyak habaib yang tidak mencontoh karakter Nabi Muhammad SAW. 

Kita sering mendengar habaib yang diberi panggung kemudian memanfaatkannya untuk mencaci, menghujat, bahkan menghardik orang lain yang tidak seharusnya bersikap demikian bagi seorang dai atau mubaligh dan pemuka agama. Pemuka agama merupakan percontohan bagi umat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun