Mohon tunggu...
M. Aminulloh RZ
M. Aminulloh RZ Mohon Tunggu... Guru - Hidup Berpetualang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik hanya momentum, berbuat baik selamanya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemuda Indonesia di Mata Habib Luthfi bin Yahya

16 September 2020   20:12 Diperbarui: 16 September 2020   20:26 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketua umum Jamiyyah Ahli Thariqah Mu'tabarah An-Nadhdliyah (Jatman), sekaligus pemimpin Forum Ulama Sufi Sedunia atau Al-Muntada Sufi Al 'Alami, yang juga Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres), Al-Habib Muhammad Luthfi bin Aly bin Yahya, dua tahun lalu dalam acara Muktamar ke-XII Jatman, di Pekalongan, Jawa Tengah, menegaskan, bahwa mencintai Tanah Air dan Bangsa, bukan suatu kesombongan, melainkan bentuk rasa syukur kita terhadap Allah SWT. Dan Rasul-Nya.

Habib Luthfi dalam banyak tausiahnya, tak henti-hentinya menitipkan pesan pada anak-anak muda Indonesia terkait pentingnya merawat persaudaraan sesama anak bangsa, mencintai bangsa dan Tanah Airnya, mengimplementasikan butir-butir Pancasila, melaksanakan UUD 1945, dan memelihara toleransi antar umat beragama, sebagaimana semboyan kita, Bhineka Tunggal Ika, serta senantiasa menjaga keutuhan negara.

Bahkan Habib Luthfi menyarankan, untuk menyanyikan lagu nasional Indonesia Raya, tidak hanya saat upacara-upacara kenegaraan atau pemerintahan saja, namun, lagu Indonesia raya juga harus dinyanyikan dalam setiap acara-acara non formal, seperti acara sosial dan keagamaan. Jika itu tidak dilakukan, maka boleh jadi generasi penerus kita akan lupa pada bangsa dan negaranya sendiri.

Terlihat sepele dan sederhana, namun, sangat penting untuk dilakukan, sebab dari hal yang terkecil seperti inilah akan timbul rasa "handarbeni" (merasa memiliki) terhadap bangsa Indonesia. Kalau rasa "handarbeni" itu telah mengikis di kalangan anak muda, maka akan semakin merosot nasionalismenya.

Dalam webinar yang diadakan oleh Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPPI), yang membahas tentang milenial yang sadar digital untuk mengampanyekan Pancasila melalui media sosial, dengan diikuti oleh puluhan mahasiswa, pada senin (10/8/2020). Zuhairi Misrawi atau lebih akrab disapa Gus Mis, senada dengan beberapa pesan Habib Luthfi. Ia mengatakan, "Harus ada persatuan diantara kita, kalau kita terpecah belah, kita tidak bisa bersatu. Pancasila mengajarkan kita, untuk mendorong keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, anak-anak muda jangan Cuma jadi politisi, tapi isi juga ruang-ruang intelektual lainnya."

Sebagai intelektual muda Nahdlatul Ulama, sekaligus youtuber dengan channel Islam Ramah TV itu, Gus Mis juga menekankan pentingnya anak muda untuk terus belajar menulis, kemudian mengisi ruang-ruang publik terkait perlunya mengkonter narasi-narasi khilafah.

Mengikisnya nilai-nilai Pancasila pada anak-anak muda Indonesia cukup darurat. Fakta tersebut disampaikan oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu pada Tahun 2019 yang lalu. Riyamizard memaparkan, 23,4% Mahasiswa setuju dengan jihad dan memperjuangkan negara Islam atau khilafah. Untuk tingkat SMA sekitar 23,3%. Sedangkan untuk pegawai swasta yang mengatakan tidak setuju ideologi Pancasila sebagai dasar negara, di angka 18,1%, dan Pegawai Negeri Sipil serta pegawai BUMN di angka sekitar 9,1%.

Dari presentase tersebut, boleh jadi sudah meningkat sekarang ini, dan apabila paham-paham radikalisme itu masih terus tumbuh, maka bukan tidak mungkin 20-30 tahun lagi negara ini akan luluh lantak, seperti yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika. Terutama pada paham khilafah yang menginginkan negeri ini menjadi negara khilafah dan menghapus ideologi Pancasila.

Jika anak-anak muda itu terus memelihara paham khilafah, terus kemudian menjadi anggota TNI, aparat keamanan, dan mengisi lembaga-lembaga negara yang memiliki peran sentral, insiden yang terjadi di Timur Tengah juga bisa terjadi di sini. Mengangkat senjata, menumpahkan darah, mengkudeta pemerintahan yang sah, saling bunuh dan perang saudara, akan semakin nyata di depan mata.

Sejarah masa lalu, dalam berbagai literatur mencatat bahwa anak muda siap menumpahkan darah demi kemerdekaan Indonesia, berjuang demi masa depan anak cucunya melawan kolonialis Tanah Air tercinta, bahkan Presiden Soekarno amat yakin terhadap pergerakan anak muda dalam mempertahankan bangsa ini dari rongrongan penjajah, mengatakan, "Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut gunung Semeru dari akarnya, dan beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia."

Tidak hanya itu, bangkitnya nasionalisme pada pemuda Indonesia dahulu kala, diakibatkan ketertindasannya bangsa Indonesia terhadap kolonialis. Makna nasionalisme tercermin sebagai simbol pergerakan anak-anak muda Indonesia dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober, yang setiap tahunnya kita peringati bersama. Sumpah Pemuda mengilhami betapa mendalamnya nilai-nilai kepemudaan dalam menjaga bangsa ini dari pengaruh-pengaruh ideologi luar yang mencoba merusak ideologi negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun