Mohon tunggu...
Emaridial Ulza
Emaridial Ulza Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

"Aku ramah bukan berarti takut. Aku tunduk bukan berarti takluk" BOX Twiiter:@emaridialulza Blog: www.emaridialulza.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Maaf “Emak” Aku Baru Bisa Mudik Tahun Ini

27 Juli 2014   09:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:03 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Bunyi  Telepon berdering disaku  Jasku berkali-kali tak aku hiraukan,”ah.. biar saja,, pasti dari Ibu lagi, menanyakan kepastian kapan pulang, sudahlah saya mempunyai urusan dengan Boss besar belum selesai,Entah ada waktu untuk pulang atau tidak, saya hanya mencoba untuk Profesional saja sebagai karyawan” Deringan Telepon itu sudah lebih dari 27 kali, hanya satu kali dijawab ditengah kesibukkanku di Ibu Kota yang sudah mulai Sepi dari hiruk Pikuk lautan manusia. “mak, Insha Allah kalau ada waktu dan diberi izin oleh Boss besar saya akan segera Mudik.”, Ya sudah Jangan dipaksakan, kalau tidak bisa pulang, semoga kalian dalam keadaan Sehat disana ya nak.” Gumam ibu agak sedikit sedih diganggang telepon seberang Pulau itu.,namun buru-buru saja ku hibur ibuku,”mak nanti akan kukirimkan mukena, dan juga sedikit uang untuk mak dikampung dan keluarga”.” Oh tidak usah nak, kamu sudah sehat saja hati ibu sudah tenang.” Percapakan itu berakhir, karena aku harus menemui boss besarku disebuah Restoran untuk membicarakn rencana Proyek setelah Lebaran ini.

Nama ku Adi , lebih dari 25 tahun aku berada dijakarta mulai dari menuntut ilmu sampai memperoleh pekerjaan dan menjadi seorang manajer diperusahaan asing di ibu kota ini, memang inilah cita-cita ku sesungguhnya, dulu waktu kecil, aku selalu bermimpi mendapat pekerjaan di Ibu kota ini dan bekerja di gedung-gedung tinggi yang seringku lihat di televisi, Allah mengabulkan do’a ibuku untuk menikmati   hiruk pikuk Jakarta . Ditengah hiruk pikuk Jakarta aku hidup dan tinggal bersama Istri dan anakku tercinta, sudah hampir 4 tahun selama menjadi manajer di perusahaan baru ini, aku tidak pulang untuk merayakan mudik –Lebaran bersama keluarga dikampung yang penuh kenangan itu, sebagai anak kampung yang tinggal di perbatasan Provinsi yang ada di sumatera, kampungku teramatlah indah untuk diceritakan, Kebun Teh membentang luas, Danau dengan kejernihan airnya, Alamnya yang selalu menyapa dengan ramah, yang terkadang menyapa dengan malu dengan daun-daun yang berguguran, walaupun jalan menuju kampung halaman ku tidaklah sama dengan jalan diibu kota, namun itu tidak pernah mengurungkan niat ku untuk pulang kampung pada 4 tahun yang lalu, ada niat hati untuk pulang, rindu yang tiada terkira ke keluarga, Kampung halaman, namun Tuntutan kerja ini menguburkan niatku untuk pulang.

“Mas, tahun ini mudik ke sumatera atau gak mas?”ujar istriku, “sepetinya tidak ma, aku masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan”. Oh,, tapi Yunus, nanya terus kapan pulang mudik, ke kampung halaman, katanya dia rindu sama neneknya,, dilibur ini Yunus punya tugas dari Gurunya buat cerita tentang kampung halaman, dan kasian juga dia sering  mimpi ketemu sama neneknya dikampung,” aku hanya diam saja, sambil berlalu untuk istirahat, karena memang kerja seharian, aku  masuk kekamar Yunus, karena memang jarang sekali aku bertemu dengan anakku ini dalam keadaan terjaga, karena biasanya pulang kerja anakku selalu sudah tidur, ada rasa bersalah, namun mau bagaimana lagi,  aku sibuk untuk mencari uang untuknya,  memang ini lah ambisi ku, karena aku terbiasa hidup miskin, dan bekerja keras untuk mencari sesuap nasi untuk sekolah, dan sekarang Yunus bisa menikmati hasil jerih payahku ini. Aku termenung duduk diteras rumah, ditemani dengan suasana sunyi Jakarta , tetangga-tetangga sudah pamit untuk pulang dua hari yang lalu, hanya cahaya lampu rumah mereka yang menyala,dan angin sepoi-sepoi dirumahku menemani ku malam itu, dan membawaku kembali kepada masa kecilku yang indah di kampung halamanku, terakhir pulang kampung 4 tahun yang lalu, saya melihat betapa bahagianya ibu saya, keluarga,tetangga,sahabat-sahabat saya ketika itu, kami berkumpul bersama merayakan lebaran bersama, kebahagiaan itu tak pernah saya dapatkan selama saya berada dijakarta ini, tradisi lebaran kampung halamanku yang unik, biasanya ada pawai obor saat malam takbiran, anak-anak pengajian dari kecamatan kampung halamanku berkeliling takbiran bersama,Yunus yang masih umur empat tahun yang saya bawa pulang pertama kekampung ku senangnya luar biasa sekali, dengan  dekapan hangat ibuku, digendong,  terlihat sekali wajah bahagia dari cucu dan nenek ketika itu, lebaran itu memang Indah, itu tradisi, dan jarang sekali terjadi, entah kapan bisa seperti itu, mencari waktu yang tepat, suasana yang tiada duanya.. air mataku tak terasa menetes dikoran pagi khas Ibu kota,”ternyata rindu ini sudah tak bisa tertahankan lagi,” ,aku tak menyadari ada istriku disamping, “mas Sempatkanlah waktu untuk pulang, mas, kapan lagi kita berkumpul bersama, kasian juga ibu sendiri disana, dan juga Yunus yang sudah terbawa mimpi ingin pulang kampung”. Hatiku terguncang dengan percakapan sederhana istriku, namun tetap saja aku hanya bisa diam membisu, entah kenapa ini terjadi, ada sesak yang tiada terkira didalam hidupku.” Ahirnya malam itu aku lalui dengan mengenang masa kecilku dikampung halaman dan tanpa terasa sudah berada diwaktunya makan sahur, ternyata saya tertidur dikursi teras rumahku, istrku membangunkan ku, untuk makan sahur bersama, Yunus yang sudah berumur 8 tahunpun ikut sahur di penghujung ramadhan tahun ini, “ Pa, kita tahun ini lebaran sama nenekkan?” Yunus sudah menyiapkan buku cerita dan oleh-oleh buat nenek,kemaren yunus baru beli di super market depan dengan uang tabungan yunus diantar sama Mama, ini oleh-oleh untuk nenek,”anak lugu itu menunjukan sesuatu dibungkus rapi oleh Ibunya , dan juga ada buku catatan kecil yang akan dituliskan cerita di buku itu,” aku tersenyum lirih melihat apa yang dilakukan anakku ini” Ya Allah, apa yang harus aku lakukann”, Mas maaf tidak bilang-bilang sama mas, karena Yunus maksa, dan nangis terus ,katanya  dia sudah mengumpulkan uang dari 4 bulan yang lalu untuk beli oleh-oleh ini” ,gak apa-apa ,” biar saja,” senyum simpulku menenangkan hati istriku, namun saya yakin istriku, paham betul bagaimana perasaan ku saat itu.”

Setelah Subuh, seperti biasa aku  berangkat ke kantor, aku terbiasa untuk berangkat kekantor pagi-pagi, untuk menghindari macet di Jakarta, dan juga nanti sopirku juga harus mengantar anakku untuk pergi sekolah, namun pagi ini Jakarta kembali dalam keadaan berbeda,  jalannya yang penuh dengan hiruk-pikuk dengan lautan kendaraan dan Manusia ini berubah menjadi sepi, biasanya  harus berdesakan dengan mobil,motor,becak dll kini hanya sebagian saja, dan tidak seperti Jakarta yang biasa terlihat di televisi-televisi itu. “pak Parman, jadi pulang kampung besok?” jadi pak, saya sudah pamit juga sama ibu dirumah, dan insha Allah nanti lebaran ke tujuh sudah di Jakarta lagi pak”, oh bagus kalau gitu pak Parman,” tapi kalau pak Parman mau tetap di Jakarta bersama kami, nanti ada Bonus 5 kali lipat dari saya pak”ujar ku sedikit bercanda, “Maaf pak, sekali lagi maaf, gaji yang bapak berikan setiap bulan kepada saya, sudah lebih dari Cukup, dan juga bukan masalah uangnya pak, tapi ini masalah rindu saya kekampung dan keluarga pak, saya rindu sama emak saya dikampung, percuma saya banyak uang, tapi  emak saya dikampung tak bisa saya temani, walaupun itu satu tahun sekali saya wajib pulang kekampung pak, bukan hanya sekedar rindu pak, tapi berkumpul bersama yang waktunya tak akan bisa pernah kita temu dilain waktu kecuali  dilebaran ini pak, suasananya beda, dengan kita pulang kampung biasa  dan mudik ini pak, sekali lagi maaf pak dan terima kasih tawarannya” percakapan singkat ku bersama pak Parman itu benar-benar mengguncang bathinku, dunia terasa gelap gulita, dunia yang selama ini aku banggakan, Uang yang menjadi  andalanku  luluh lantah oleh percakapan dimobil bersama pak Parman sopirku,”pak Parman nanti jangan pulang dulu, tunggu 5 menit diparkiran ya,” siap pak, ku telepon Istriku,”Ma Yunus gak usah Sekolah hari ini, kan hari terakhir juga sekolah, “ siap Pa, aku tutup telepon dengan bergegas, aku temui Boss besarku, pak tahun ini saya berencana untuk pulang, terkait dengan proyek, akan saya selesaikan setelah lebaran” kenapa kamu harus pulang?”saya rindu ibu saya Pak, saya tidak bisa menjamin ditahun depan Allah memberikan kesempatan kepada saya dan ibu saya untuk bertemu di suasana Lebaran ini, dan  juga saya ingin melepaskan rindu anak saya  kepada neneknya dikampung pak.” Oke kalau begitu, berapa lama kamu di sana? “ insha Allah 7 hari pak.” Oke selamat Mudik ya,” siap terima kasih banyak pak” hari itu pagi Jakarta seolah member senyum indah seperti apa yang aku rasakan 4 tahun yang lalu untuk pulang ke kampung, mereka seolah menyapa dan  memberi  restu bahwa memang itulah yang harus kamu lakukan”.

Tiket pesawat dengan susah payah ku temukan, perjuangan untuk Mudik kekampung halaman, demi membalas  rasa rindu kepada Ibu,keluarga dan suasana kampung halaman , hari itu adalah tepat satu hari menjelang Idul Fitri, kami berangkat menuju kampung halaman, ku perhatikan wajah  kedua orang yang ku sayang, Istriku dan anakku, keceriaan mereka beda seperti hari biasanya, keceriaan ini biasanya ku temukan hanya  disaat kami pulang  Mudik.

Perjalanan menuju kampung halamanku harus ditempuh dengan perjalanan darat dari Kota selama 12 jam,  berangkat dari kota menuju kampung halaman  dari jam 9 pagi dan sampai pada jam 9 malam,.jadi disaat sampai di depan rumah, ya rumah dimana aku dibesarkan, dimana aku mulai hidup  merancang Mimpi untuk tinggal di Jakarta bekerja di gedung-gedung tinggi itu,dibesarkan dengan kasih sayang, dengan suara takbir anak-anak pengajian, api obor menyambut kami dengan penuh canda dan rindu, disana, tepat didepan  pintu, sedang berdiri wanita yang sudah mulai  menua, wajah kerutnya sekali-kali terlihat ditengah cahaya api obor anak-anak kampung,  Terlihat wajah menahan rindu kepada seorang nan jauh, dan aku dengan sangat jelas sekali melihat wanita tua itu menggunakan baju yang diberikan oleh seorang 4 tahun lalu sebagai hadiah dari jerih payahnya,. Aku tak tahan lagi untuk berlari memeluk wanita tua itu, yang sudah membesarkanku, mengajarkanku arti kehidupan, kupeluk kucium wajahnya” Maaf mak, maaaf baru bisa pulang Tahun ini.. “ ku lepaskan rindu dengan wanita yang luar biasa ini, dan kubisikkan kata” aku berjanji akan pulang kapanpun Emak minta”.

Allahu akbar..Allahu akbar..allahu Akbar..

Laa-ilaaha-illallahu wallahu akbar

Allahu akbar walillahil-hamd.”

Selamat lebaran untuk semuanya, jangan biarkan Ibu kita berlebaran sendiri dikampung halaman..

Salam

Emaridial ulza

Keterangan:

Cerita ini adalah cerita Fiktif belaka, mohon maaf jika terjadi kesamaan nama, peristiwa , sungguh ini bukan kesengajaan.

Mudik adalah tradisi tahunan yang terjadi  hanya di Indonesia, terutama menjelang hari raya idul Fitri, data statistic menunjukkan sekitar Rp.200 trilliun  uang beredar dan ditransaksikan pada saat mobilitas Mudik tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun