Mohon tunggu...
Ema Damayanti
Ema Damayanti Mohon Tunggu... Guru - Noroweco

Seorang pengajar SMP dan Ibu satu putra.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penerapan Kompetensi Sosial Emosional dalam Pembelajaran

15 Maret 2022   18:26 Diperbarui: 15 Maret 2022   18:30 29078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pentingnya Kompetensi Sosial Emosional

Setiap manusia pasti memiliki beban pikiran. Entah itu karena masalah yang dihadapi atau beban kerja yang menumpuk dalam satu waktu. Ketika hal itu terjadi pada kita, biasanya yang muncul adalah emosi negatif. 

Mungkin pernah kita mengalami, saat kita banyak tugas dan harus segera diselesaikan, anak rewel jadi pelampiasan marah pada anak, lalu menyesal dan menyalahkan diri. 

Sebenarnya, bagi seorang guru yang pekerjaannya adalah berinteraksi dengan anak didik, kondisi seperti ini tentu akan sangat rentan. Sebab, tingkah siswa di kelas tentu akan sangat beragam. 

Kadang ada yang sering berceloteh tidak jelas, ada juga yang belum mengerjakan tugas, tidak disiplin dll. Hal tersebut akan sangat memicu emosi apalagi jika kita sedang dalam kondisi banyak tumpukan pekerjaan yang belum terselesaikan atau permasalahan di rumah. 

Ketika guru mengeluarkan emosi secara spontan dengan marah-marah atau mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan, hal tersebut berbahaya. Banyak kasus terjadi, perkataan buruk seorang guru yang melemahkan anak bisa berpengaruh pada siswa tersebut di masa depan. Begitu sebaliknya, jika perkataan baik seorang guru, bisa diingat lama oleh seorang siswa sampai dewasa.

Oleh karena itu, penting bagi guru untuk menguasai Kompetensi Sosial Emosional agar lebih memahami cara mengelola emosi didalam menjalankan perannya dan juga dapat mendidik murid menjadi manusia yang memiliki kompetensi sosial-emosional.

Pembelajaran sosial -emosional ini juga diharapkan dapat menjadikan murid sebagai orang yang memiliki keterampilan untuk mengenali masalahnya dan memecahkannya sendiri. 

Lima kompetensi sosial-emosional tersebut adalah: Kesadaran Diri, Pengelolaan diri, Kesadaran Sosial-Empati, Keterampilan membangun Relasi, dan Pengambilan Keputusan yang bertanggung Jawab. Secara ringkas, kelima kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

Lima Kompetensi Sosial Emosional

Kesadaran diri. Kompetensi ini mengajarkan kepada kita untuk dapat mengenali emosi sendiri atau memberi nama emosi yang sedang dirasakan seperti sedih, bahagia, marah, takut, jijik dll. 

Tujuannya, agar guru dan siswa dapat memberi respon yang tepat terhadap emosi yang dirasakan. Salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran diri yaitu dengan melakukan teknik STOP.  STOP merupakan akronim dari: 

Stop/ Berhenti. Hentikan apapun yang sedang Anda lakukan.

Take a deep Breath/ Tarik napas dalam. Sadari napas masuk, sadari napas keluar. Rasakan udara segar yang masuk melalui hidung. Rasakan udara hangat yang keluar dari lubang hidung. Lakukan 2-3 kali. Napas masuk, napas keluar. 

Observe/ Amati. Amati apa yang Anda rasakan pada tubuh Anda? Amati perut yang mengembang sebelum membuang napas. Amati perut yang mengempes saat Anda membuang napas. Amati pilihan-pilihan yang dapat Anda lakukan. 

Proceed/ Lanjutkan. Latihan selesai. Silahkan lanjutkan kembali aktivitas Anda dengan perasaan yang lebih tenang, pikiran yang lebih jernih, dan sikap yang lebih positif.

Pengelolaan Diri dan Fokus Pada Tujuan. Pengelolaan diri merupakan pengendalian diri terhadap emosi negatif yang kita rasakan agar tetap fokus terhadap tujuan yang hendak dicapai. Saat kita stress karena banyaknya tekanan atau tumpukan pekerjaan, emosi negatif secara spontan mungkin saja keluar. Jika tidak dikelola akan menjadikan bumerang bahkan untuk diri sendiri. Oleh karena itu, setelah kita menyadari dan merasakan emosi yang kita rasakan, kita bisa mengelolanya salah satunya dengan teknik STOP yang sudah dijelaskan. Praktik STOP, akan membuat diri kita terasa lebih ringan karena semua beban sudah kita lepaskan dari pikiran sehingga kita akan lebih fokus mengerjakan hal lain sesuai target dan tujaun kita.

Kesadaran Sosial-Empati. Kesadaran sosial merupakan kompetensi yang mengajarkan kepada kita untuk ikut merasakan hal yang dirasakan dan dialami orang lain dari sudut pandang orang lain atau kita sebut dengan istilah Empati. 

Empati sangat penting dimiliki agar kita dapat bertindak dengan bijak dan tidak cepat bereaksi mengeluarkan emosi negatif ketika dihadapkan pada permasalahan yang berkaitan dengan interaksi dengan orang lain.

Langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk melatih empati dalam diri kita: * Menaruh perhatian pada perasaan orang lain * Berpikir sebelum berbicara atau bertindak * Meyakini bahwa tidak ada satupun orang di dunia ini yang sama * Menghargai orang lain meskipun berbeda pandangan.

Keterampilan membangun Relasi. Di dalam interaksi sosial, kita tentu tidak akan terlepas dengan konflik, perbedaan pandangan, dll. Jika dihadapkan pada situasi tersebut, kadang banyak diantara kita memilih untuk menghindar atau mungkin menuruti emosi dan menjadi konflik berkepanjangan. 

Dalam situasi tersebut, tentu memilki keterampilan membangun relasi menjadi hal yang penting. Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan kita dalam menyampaikan maksid dan kehendak kita dengan cara yang baik dan positif tanpa arogansi. Hal tersebut tentu dapat dilatih dengan menggunakan kalimat yang menyatakan keinginan kita, tapi masih memposisikan orang lain sebagai orang yang kita hargai.

Berikut adalah beberapa keterampilan yang perlu dikembangkan untuk dapat membangun kerja sama: (https://casel.org/sel-framework/): 1. Keterampilan menyampaikan pesan dengan jelas dan mendengarkan secara aktif 2. Keterampilan menyatakan sikap setuju dan tidak setuju dengan sikap saling menghargai 3. Keterampilan mengelola tugas dan peran dalam kelompok.

Pengambilan Keputusan yang bertanggung Jawab. Setiap diri kita pasti pernah dihadapkan pada situasi dilematis, entah itu terkait persoalan pribadi atau pun di lingkungan kerja dan masyarakat. Di saat seperti itu, kita membutuhkan keterampilan untuk mengambil keputusan secara bertanggung jawab sehingga. Keputusan yang kita ambil tentu saja dapat selaras dengan norma dan juga mengandung kebaikan dan keselamatan bagi banyak orang. Tapi sudah bisa dipastikan juga setiap keputusan yang kita ambil. terkadang harus mengandung resiko. Nah, keterampilan mengambil keputusan yang bertanggung jawab ini tentu bukan hal sepele dan mudah. Perlu terus dilatih dan dicoba agar tumbuh sikap resilience.

Salah satu strategi sederhana yang dapat digunakan untuk menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan yang bertanggung jawab adalah dengan menggunakan kerangka yang disebut POOCH - Problem (Masalah), Options (Alternatif pilihan), Outcomes (Hasil atau konsekuensi), Choices (Keputusan yang diambil). Kerangka sederhana ini akan membantu seseorang memikirkan dengan baik berbagai aspek sebelum memutuskan sesuatu.

Kelima keterampilan Sosial Emosional (KSE) yang sudah dijelaskan di atas tentu penting dimiliki guru dan terus diajarkan kepada siswa. Sebab, KSE dapat menjadi bekal dalam kehidupan murid di masa yang akan datang. Oleh karena itu, penting juga mengintegrasikan KSE ini didalam praktik pembelajaran ataupun di dalam interaksi guru dan siswa sehari-hari, atau juga dibuat sebuah kebijakan sekolah yang akan berdampak kepada murid terkait KSE.

Kompetensi Sosial Emosional dan Pembelajaran Berdiferensiasi

Murid sebagai manusia tentu memiliki kehidupan yang kompleks dengan beragam karakter, minat, bakat, gaya belajar, dan juga kecerdasan. Keragaman tersebut sangat memungkinkan menimbulkan beragam konflik dan permasalahan yang tentu saja menguras emosi. Setiap hari interaksi yang terjadi di sekolah selalu dihadapkan pada beragam masalah. Pada titik inilah, KSE sangat penting diajarkan dan menjadi bekal bagi murid kita dalam menghadapi kehidupan sosial kelak.

Seperti yang sudah diketahui, pembelajaran berdiferensiasi merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang didasarkan pada kebutuhan siswa secara individu yang beragam. Saat siswa mengetahui bahwa mereka berbeda satu sama lain baik dari segi pemahaman, jenis kecerdasan, gaya belajar, minat, dll. Saat itulah guru dapat memberikan masukan tentang KSE, Perbedaan yang mereka miliki, kebutuhan yang berbeda pada setiap orang membuat kita bisa lebih memiliki kesadaran sosial atau mengedapankan sikap empati, bukan sikap merasa diri lebih baik atau lebih benar dari orang lain. Perbedaan juga dapat menimbulkan ledakan emosi jika kondisi perasaan kita sedang "bermasalah". Oleh karena itu, penting bagi guru mengajarkan kesadaraan diri dan pengelolaan diri kepada siswa. Bagaimana mengelola rasa marah, jengkel, menerima diri, dan perasaan lainnnya atau dengan kata lain menciptakan kondisi Psychological Well-Being. 

Guru dapat mengawali pembelajaran dengan menampilkan papan emosi dan meminta murid memilih icon emosi yang menggambarkan perasaan yang mereka alami. Kemudian guru dapat melakukan pembelajaran pendahuluan bisa saja dengan bercerita tentang hal terkait dengan banyaknya icon emosi yang dipilih murid. Atau juga mengajak siswa berolahraga atau permainan yang dapat membuat suasana hati siswa lebih positif dan terasa hangat. Di dalam proses pembelajaran, guru juga dapat menyelipkan kemampuan membangun relasi dalam aturan berkelompok atau juga menyelipkan ice breaking atau teknik STOP ketika situasi di kelas tampak mulai tidak kondusif. Pada saat kegiatan refleksi, guru bisa meminta siswa untuk kembali memilih papan emosi. Jika masih ada siswa yang menunjukkan emosi negatif, guru dapat menindaklanjuti diluar jam pelajaran sebagai tindakan restitusi. Atau bisa juga guru mengakhiri dengan sebuah kuis yang menantang mereka untuk berani berekspresi bukan sekedar menguji kemampuan negatif .

Sebenarnya, hal-hal yang dicontohkan di atas, mungkin sering juga dilakukan guru tanpa memberikan nama pada kegiatannya. Ya, pada dasarnya, segala hal yang diajarkan itu sudah tersimpan di dalam brangkas memori dan keterampilan guru yang sudah dibangun beberapa tahun dari pengalaman. Tulisan ini sekedar ingin membangkitkan hal yang mungkin tidak sadar kita miliki tapi kita lupakan karena hal lainnya. Seepertinya, kalau kita menelaah segala hal yang sudah kita pelajari secara parsial, hal yang harus kita tempelkan pada RPP demikian padat dan banyak. Akan tetapi, jika semua itu sudah menjadi pembiasaan dalam diri kita sebagai guru, sepertinya mengajar dan RPP pun tetap saja bisa dilakukan dengan sesimple mungkin karena apa yang dilakukan tentu jauh lebih banyak dari hal yang kita tuliskan.  Semoga tulisan ini, pertama kali dapat menginspirasi diri sendiri agar dapat mengimplementsikannya di dalam pembelajaran di kelas dan dampaknya dapat dirasakan murid-murid saya. Amiin.

SUMBER : Hasil Kesimpulan dari Materi Modul 2.2 Keterampilan Sosial Emosional di LMS Calon Guru Penggerak Angkatan 4

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun