Salah satu pemikiran Ki Hajar Dewantara yang penulis garis bawahi adalah, "Pendidikan  harus sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman" Kodrat alam adalah keadaan alam tempat peserta didik berada. Sedangkan kodrat zaman adalah kondisi zaman ketika peserta didik belajar.
Berdasarkan pemikiran Ki Hajar Dewantara tersebut, penulis dan para Calon Guru Penggerak (CGP) daerah Cililin (Wety Dwi Yuningsih, Siska Amelia, Euis Nuraeni, dan Tatat Kurniawati) mencoba menganalisis kondisi sosial budaya masyarakat Cililin dan dikaitkan dengan perencanaan pembelajaran.
Hasil diskusi diperoleh simpulan bahwa masyarakat Cililin merupakan masyarakat transisi, bukan perkotaan tapi juga bukan pedesaan. Oleh karena itu, pola sikap masyarakat cenderung dinamis, menerima perubahan dengan cepat seperti halnya dalam kemampuan digital. Sedangkan pola pikir mereka cenderung realistis. Memiliki tujuan dan cita-cita masa depan tapi yang sekiranya terjangkau oleh mereka.
Kondisi alam yang dekat dengan waduk Saguling membuat mereka cenderung bergerak di sektor perdagangan dan wisata kuliner, seperti tambak ikan, pengolahan makanan seperti wajit, kerupuk gurilem, Cimol Bonjot, dan aneka kuliner yang disajikan secara kreatif baik yang tradisional atau yang modern.
Berdasarkan kodrat alam dan kodrat zaman tersebut, profil pelajar pancasila yang cocok untuk siswa di daerah Cililin adalah pelajar pancasila yang kreatif, mengadopsi beragam perubahan dengan memodifikasi atau menciptakan hal baru. Di dalam konteks pembelajaran, pola pembelajaran yang menuntut siswa kreatif tentu saja menjadi poin penting.
Di dalam pembelajaran, siswa dibawa pada situasi nyata terkait lingkungan mereka kemudian dengan potensi literasi digital yang mereka miliki menciptakan karya bermanfaat dengan memanfaatkan beragam media digital seperti canva, youtube, instagram, tiktok dll.
Contoh dalam pembelajaran bahasa Indonesia dalam materi membuat teks Iklan, Slogan, dan Poster, Siswa bisa saja diminta membuat sebuah iklan untuk mempromosikan usaha yang dimiliki orang tuanya. Atau siswa diminta berimajinasi seolah mereka pemilik toko atau perusahaan home industry di sekitar mereka. Bisa juga siswa mewawancarai atau membuat konten youtoube terkait jajanan yang ada di sekitar mereka. Pembelajaran seperti itu, di samping melatih literasi digital juga mengenalkan literasi finansial.
Di dalam pembelajaran, siswa diberi kebebasan untuk bereksplorasi sesuai dengan kemampuan fasilitas yang dimiliki. Jadi, setiap pengumpulan tugas  yang diberikan tidak dibatasi dengan satu jenis media digital yang digunakan. Bisa pula menggunakan media manual seperti penggunaan kertas karton dan spidol dalam membuat iklan. Simpulannya, siswa bebas berkreasi sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan mereka dan hal terpenting yang perlu ditekankan juga bahwa pembelajaran yang mereka lakukan, melatih mereka untuk kreatif menyelesaikan beragam tantangan di lingkungan sosial budaya mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H