Mohon tunggu...
Em Syuhada'
Em Syuhada' Mohon Tunggu... -

Saya Mungkin Bukan Manusia. Tapi sekuat tenaga sedang berjuang dan belajar untuk MENJADI MANUSIA...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tentang Seorang GUK dan GRUP Kentrungnya

5 Mei 2011   23:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:02 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

DALAM sebuah acara mengenang seratus hari wafatnya seorang tokoh ternama negeri ini, seorang Gus diundang untuk memberikan ceramah keagamaan. Disamping Gus, diundang juga seorang Guk lengkap dengan grup kentrungnya. Seperti biasa, Guk kita ini mendapat giliran pertama untuk mengantarkan acara. Maka, diantarkan jama'ah pada situasi bahwa malam hari itu adalah malam yang sangat wingit, karena tokoh yang telah dipanggil keharibaannya adalah bukan sembarang manusia. Ia bukan hanya seorang syech, tapi Maula.Maka, tak ada kemungkinan lain bagi jamaah yang hadir selain harus menyiapkan situasi mental yang prima demi menyambut kehadiran tokoh yang eksistensinya telah tak terikat ruang dan waktu. Bahkan, menurut Guk, kehadiran tokoh yang diperingati malam hari itu diantarkan langsung oleh para malaikat, dan tentu saja diiringi Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Alhasil, acara malam hari itu berlangsung sangat gayeng dan khusyuk. Meski sesekali diselingi gelak tawa akibat joke-joke segar yang dilontarkan Guk, terutama terkait keberadaan wakil kepala daerah sebuah propinsi, yang sebelumnya memberikan kata sambutan. Namun, acara yang berlangsung malam hari itu terasa sangat menembus ruang batin, terlebih ketika serangkaian sholawat dan wirid yang dilantunkan Grup Kentrung yang membuat jamaah yang hadir larut dalam suasana yang sakral.

Ketika beberapa waktu merasa cukup mengantarkan acara, si Guk kemudian mempersilahkan Gus untuk memberikan cipratan ilmu kepada jamaah, terkait dengan keberadaan tokoh yang setelah wafatnya, bahkan mampu menyedot perhatian seluruh manusia di seantero dunia.

Dalam ceramahnya, Gus kita ini memaparkan beberapa hal terkait keberadaan sang tokoh. Menurutnya, si Tokoh yang saat ini telah wafat, terbukti mampu mempraktekkan sebuah hadits dari kanjeng Nabi, bahwa orang islam yang baik adalah yang memberikan makanan bagi orang yang membutuhkan. Dan tokoh kita ini, selama hidup telah melaksanakan ajaran tersebut, disamping juga hal-hal kebaikan lainnya. Ia bukan seorang petinju yang senantiasa menggenggamkan tangannya (idiom bagi orang kikir), tapi pesilat yang telapak tangannya selalu terbuka (simbol bagi orang yang dermawan).

Maka tak heran, ketika wafat, tokoh kita ini memanen perbuatanya ketika masih hidup. Wafatnya begitu menarik perhatian jutaan orang dari semua kalangan, dari dalam dan luar negeri. Dari kenyataan itulah, Gus kita ini memberikan kesimpulan, bahwa ciri waliyullah, disamping istiqomah dalam iman, tauhid, serta perilaku, juga keramat ketika hidup, keramat tatkala mati, dan keramat sesudah mati. Alhasil, masih menurut Gus, kalau kemudian ada manusia yang keramat ketika hidup, tapi tak keramat ketika mati, maupun sesudah mati, itu adalah sebagian tanda bahwa manusia yang bersangkutan adalah seorang pendusta. Bahkan tanpa tedeng aling-aling, si Gus melontarkan pernyataan,"kari ndeleng wae si Guk kuwi mengko matine piye, apa ya keramat atau tidak."

Menanggapi hal tersebut, Guk kita yang kembali memegang mike ketika ceramah si Gus telah berakhir menanggapi dengan cerdas, tapi juga sangat menohok.

"Gus, tokoh kita ini adalah orang yang sangat besar, bahkan sangat buesar. Jadi jangan dibuat untuk nggedeni saya. Kalau ada seribu satu, tokoh kita ini bukan hanya sejuta satu, bahkan semilyar satu karena saking besarnya. Maka, kebesaran tokoh kita ini, sekali lagi jangan disepadankan dengan diri saya. Tokoh kita ini bom, sedangkan saya semut. Maka, jangan jadikan bom itu untuk menge-bom saya. Nyuwun sewu. Saya ini orang kecil, jangan harapkan memiliki keramat. Keramat itu karamah. Karamah itu hak wali. Kalau Nabi memiliki hak wahyu. Sementara saya, dan juga jamaah yang hadir paling banter hanya mempunyai hak ma'unah, fadhilah, atau bahkan hanya ilham. Bagi saya, karamah itu hanya Kanjeng Nabi Muhammad SAW."

"Maka nyuwun sewu, jangan tunggu keramat saya. Bahkan, ketika nanti saya mati, semoga yang menziarahi hanya anak istri, dan juga dulur-dulur saya. Bahkan saya berdoa, ketika saya mati, tak ada seorang manusiapun yang mengetahui. Hidup mati saya tidak tergantung dari seberapa banyak manusia yang menziarahi kuburan saya, tapi hidup mati saya ditentukan oleh amal-amal saya di hadapan Allah SWT. Maka nyuwun sewu, Gus. tidak usah menunggu keramat saya. Sebagai manusia, saya tidak berani memiliki apa-apa. Jangankan keramat, bahkan diri saya sendiri saya tak pernah memiliki. Ada tidaknya saya di dunia ini tak ada bedanya. Yang ada hanya Allah dan Rasululullah. Dan saya bersedia tidak ada, asalkan Allah dan Kanjeng Nabi Muhammad tetap ada dalam kandungan batin sedulur-sedulur saya. Jadi ojo nggedeni aku. Mergo aku cilik"

Begitulah, acara malam hari itu menyulutkan ilmu baru dalam diri saya. Bahwa jika tidak hati-hati, bahkan seorang kiai pun dengan sangat mudah terjebak pada kibriya'.
Itulah sebabnya, Guk kita ini pada akhir acara, setelah bersama-sama jamaah melantunkan sholawat indal qiyam, mengajak jamaah yang tersisa agar bersama-sama memohon kepada Allah agar dianugrahi tawadlu'.

Tak rugi kiranya, jika melakukan perjalanan malam-malam dengan bersepeda motor, hanya untuk bertatap muka dengan Guk dan Grup Kentrungnya, demi Allah dan juga Kanjeng Nabi Muhammad SAW.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun