Mohon tunggu...
Em Syuhada'
Em Syuhada' Mohon Tunggu... -

Saya Mungkin Bukan Manusia. Tapi sekuat tenaga sedang berjuang dan belajar untuk MENJADI MANUSIA...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kreatifitas Paling Indonesia

10 Mei 2011   05:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:53 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh : Em. Syuhada’

ALKISAH, seorang wisatawan mancanegara sedang menikmati panorama Indonesia yang terkenal dengan keelokan dan keindahan parasnya. Setelah puas berjalan-jalan, wisatawan kita ini beristirahat sejenak di sebuah warung tegal asli milik Indonesia. Ia memesan makanan dan minuman sekedar untuk mengganjal perut. Tiba-tiba, matanya tertumbuk pada makanan tradisional yang disuguhkan oleh pemilik warung.

“Ada apa, Tuan?” tanya Kang Bejo, pemilik warung yang mengetahui keheranan tamunya.

“Ini makanan apa?” wisatawan itu balik bertanya, sembari mencomot panganan di piring dan menunjukkannya kepada Kang Bejo.

“Itu namanya onde-onde, Tuan. Memangnya kenapa?” kali ini, ganti Kang Bejo yang keheranan.

“Kamu yang membuatnya sendiri?” tanya wisatawan itu lagi, dengan mimik yang masih dipenuhi tanda tanya.

Kang Bejo, tentu saja hanya mengangguk. Sebab, ia sendiri bersama istrinya yang membuat makanan kecil itu tiap pagi sebelum membuka warungnya.

“Berapa waktu yang kau butuhkan untuk membuat makanan ini?”

“Maksudnya?” Kang Bejo mengernyitkan kening.

“Barang kecil-kecil (baca: wijen) yang menempel sekian banyak di panganan ini, butuh berapa lama engkau menempelkannya. Tidakkah pekerjaan ini membutuhkan waktu yang tidak sedikit?” tutur sang wisatawan.

Kang Bejo mulai ngeh. Ia mulai mengetahui kecamuk pikiran yang dialami oleh orang yang sekarang dihadapinya. Wisatawan kita ini berpikir, wijen yang menempel di onde-onde itu sedemikian banyaknya. Berapa waktu yang dibutuhkan jika biji-biji wijen itu harus ditempelkan satu per satu?

“Saya perlu waktu satu bulan untuk menyelesaikan pekerjaan itu, Tuan!” goda Kang Bejo kemudian.

What?!?”

***

SEPENGGAL kisah diatas hanya sekedar ilustrasi, yang tentu saja tidak pernah ada dalam dunia nyata. Saya tuturkan sekedar ingin menunjukkan kepada Anda bahwa masalah kreatifitas, orang-orang Indonesialah yang paling bisa diunggulkan.Jika Anda mengamati keadaan di sekitar tempat Anda tinggal, di lingkungan kerja, atau bahkan di tempat-tempat jauh yang dikabarkan media cetak maupun elektronik, dengan gampang Anda bisa menemukan betapa ragam kreatifitas orang-orang Indonesia tak bisa dipandang sebelah mata. Kreatifitas yang saya maksud bukan hanya sekedar kemampuan melakukan rekayasa melahirkan ide-ide kreatif, sehingga bisa menemukan hal-hal baru dalam kehidupan. Bahkan kreatifitas itu telah menyentuh wilayah mengatasi kehidupan itu sendiri pada tingkat yang paling sulit.

Dari soal yang paling remeh-temeh hingga hal-hal besar, kreatifitas orang Indonesia itu nomer satu. Tengoklah misalnya soal makanan. Bagaimana dari satu bahan baku bisa berubah wujud menjadi berbagai macam panganan dengan bentuk dan rasa yang berbeda-beda. Ketela atau singkong bisa diolah menjadi keripik, getuk, gentelot, jemblem, sawut, rondo royal, dan masih banyak lagi jenis makanan tradisional lainnya berbahan dasar singkong. Dari beras bisa dibuat kerupuk, brubi, lemper, nogosari, dan lain sebagainya. Adakah masyarakat dari negara lain yang mampu melakukannya?

Maka tak heran jika kemudian bisa kita temui jenis makanan ala Indonesia beragam bentuk, nama dan jenisnya. Bahkan dari waktu ke waktu, kreatifitas orangIndonesia ihwal makanan ini mengalami perkembangan begitu rupa. Anda tentu tak asing dengan istilah rawon setan, sambal petir, bakso nuklir, soto dog atau soto gebrak, dan lain sebagainya. Bukankah itu adalah hasil olah kreatifitas yang tak bisa dipandang remeh begitu saja? Kalau suatu hari nanti Anda jalan-jalan ke Yogjakarta, jangan lupa mampir di sebuah warung kopi dekat Stasiun Tugu. Jangan kaget jika kemudian Anda temui sang pemilik warung dengan santainya menuangkan air yang dipanaskan dengan tungku berbahan-bakar bara membara. Ketika secangkir kopi yang telah diaduk itu siap dihidangkan, diambilnya seonggokan bara menganga, lantas dicelupkannya ke air seduhan kopi hingga mengeluarkan bunyi jossss. Itulah Kopi Jos ala Lek Man stasiun tugu Yogjakarta.

Begitulah kreatifitas ala manusia Indonesia. Tak hanya soal makanan. Hal-hal lain bahkan bisa Anda temui dalam berbagai sektor kehidupan, dalam bentuk dan macam yang berbeda-beda. Dari soal musik, teknologi, budaya, dan lain sebagainya. Misalnya saja, bagaimana seorang mekanik sepeda motor ketika menjumpai karburator yang semestinya sudah harus diganti, tapi dengan keuletan daya kratifitasnya direkayasa sedemikian rupa sehingga kembali bisa digunakan. Mobil butut disulap menjadi kereta kelinci dengan aksesoris dan rumbai-rumbai yang menarik perhatian, dipergunakan untuk mencari tambahan penghasilan dengan memberikan jasa wisata jalan-jalan untuk anak-anak kecil, serta masih banyak contoh-contoh lain.

Itu semua adalah contoh kreatifitas ala masyarakat awam. Kalau mau contoh kreatifitas yang “besar” pun tak kekurangan. Misalnya anak-anak Politeknik Surabaya yang berhasil memenangkan kejuaraan Kontes Robot di Jepang sekitar beberapa tahun silam. Atau Mahasiswa ITB yang baru-baru ini mendapat penghargaan dari Honda ataskaryanya membuat alat bantu membaca untuk anak-anak penderita cacat mental. Kalau Anda pernah mendengar berita di televisi, tentu Anda akan mengetahui bagaimana ada seseorang yang mengganti bahan bakar bensin dengan gas LPG untuk menggerakkan kendaraan bermotornya. Bahkan pada kasus yang lebih ekstrim, ada seseorang dari kabupaten kecil di wilayah Jawa Timur yang menggerakkan sepeda motornya dengan tenaga listrik, sehingga membuatnya tak lagi membutuhkan bahan bakar premium. Dan itu dilakukan orang-orang Indonesia.

Hal-hal semacam itulah, yang menurut saya membuat masyarakat Indonesia tetap bisa survive di tengah situasi macam apapun. Dan salah-satu bentuk kreatifitas tingkat tinggi pada kurun waktu terakhiradalah merebaknya para pedagang kaki lima di sejumlah daerah. Di tengah himpitan ekonomi akibat negara yang tak kunjung mampu memberikan jaminan kesejahteraan bagi rakyatnya, mereka melakukan kreatifitasnya sendiri untuk bertahan hidup. Meskipun seringkali dianggap mengganggu ketertiban oleh pemegang kebijakan di negeri ini. Diakui atau tidak, keberadaan para pedagang kaki limalah yang membuat detak perekonomian tetap bisa dirasakan, khususnya di kalangan masyarakat menengah ke bawah.

Alhasil, kalau disuruh mencari sesuatu yang paling Indonesia. Kreatifitas orang Indonesialah yang paling bisa diandalkan. Kalau Anda belum sepenuhnya percaya, sesekali adakalanlah sayembara. Suruhlah mencari orang-orang di seluruh dunia yang tidak memiliki pekerjaan tetap, tapi berani kredit sepeda motor. Tidak punya uang berlipat-lipat, tapi merokoknya jalan terus. Pekerjaan hanya sebagai tukang tambal ban, tapi memiliki istri lebih dari satu. Anda pasti akan menemukan orang-orang semacam itu hanya di Indonesia. Percaya atau tidak, tolong Anda buktikan sendiri. Yang jelas, hanya orang Indonesialah yang memiliki keberanian untuk melakukan itu.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun