Mohon tunggu...
Emi Febrina Ningrum
Emi Febrina Ningrum Mohon Tunggu... -

Pencari makna. "Menulislah, maka hidupmu akan bersejarah" :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Detail Bukan Berarti Tak Bisa Disisipi (Kurikulum 2013)

5 Agustus 2014   15:26 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:22 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Detail is devil”, sesuatu yang detail terkadang justru mematikan kreativitas. Dan saya tidak suka dengan itu. Manusia bukan benda mati yang harus diberikan patokan-patokan yang kaku. Guru bukan arsitektur yang membuat rancangan rumah yang detail agar kokoh. Jadi sedetail apapun yang tertulis dalam langkah-langkah, tetap kreativitas siswa ditentukan oleh kreativitas Sang Guru, jadi sekarang merah, kuning, atau hijau?

Begitulah kurang lebih jawaban dosen saya ketika saya bertanya mengenai kedetailan langkah-langkah kurikulum 2013 dan kreativitas calon guru untuk menciptakan suasana belajar yang efektif dan menyenangkan usai kegiatan praktik mengajar dengan “kartu panggilan”. Dengan tegas saya menjawab “hijau” pertanda saya mengerti.

Detail Is Devil, is it right?

Benarkah segala sesuatu yang detail itu merusak? Jawabannya cukup singkat “tergantung sikon”. Dalam menyusun sebuah perencanaan detail itu penting, namun harus melihat siapa yang menjadi objek dan jika dibuat detail apa dampak yang akan terjadi. Jika yang menjadi obyek benda mati, tentu sangat istimewa hasilnya, misal para arsitektur, tukang kayu, dokter, apoteker, ataupun para teknisi. Mereka butuh kedetailan dalam menjalankan profesinya karena obyek yang mereka kerjakan bukan sesuatu yang terus berkembang dan terlihat wujudnya. Lalu bagaimana dengan para guru yang notabenenya pendidik dan pencerdas generasi bangsa? Yang pegangannya bukan kayu atau obat, namun pola pikir dan pola sikap generasi negeri ini yang tak terlihat wujudnya.

Siswa terus berkembang pola pikir dan pola sikapnya, dipengaruhi oleh berbagai faktor. Lingkungan, perkembangan morfologi tubuh, pola asuh, dan pengalaman hidup saling bekerjasama membentuk pola pikir dan pola sikap siswa. Peran guru sangat penting untuk menghadapi sesuatu yang dinamis ini. Guru tidak bisa statis saja pola pikirnya untuk menghadapi sesuatu yang dinamis ini. Jika guru memberikan patokan-patokan yang detail terhadap siswa tentunya siswa menjadi tidak memiliki ruang gerak dalam mengembangkan daya kreativitasnya. Mati, menjadi satu kata yang pasti terjadi jika hal ini terus dilakukan oleh sang guru. Siswa menjadi taat aturan tapi tak dapat mencipta sebuah aturan untuk keberaturan.

Kreatifitas akan tumbuh dan berkembang dibalik celah kebebasan. Jika semuanya detail dan sistematis bagaimana  mungkin siswa dapat mengexplore kemampuannya sendiri. Dengan adanya sebuah kebebasan mendorong seorang siswa untuk bertindak dan berfikir sesukanya. Dari “sesukanya” itulah muncul gagasan dan pemikiran-pemikiran yang baru. Bayangkan jika semua detail, aturan sama, dan terstruktur, tentu hasil pekerjaan sekian siswa di kelas akan sama. Sementara itu, setiap individu memiliki potensi yang berbeda-beda. Mereka tidak dapat berkembang sesuai dengan apa yang mereka miliki. Sang Guru bukanlah mesin pabrik yang mencetak barang yang sama dengan cara yang sama pula. Mereka harus membiarkan setiap individu tumbuh dan berkembang sesuai dengan apa yang diberikan oleh Tuhan pada dirinya.

Kurikulum 2013

Kurikulum menjadi sebuah pedoman bagi sang guru untuk melakukan proses belajar mengajar di kelas. Kurikulum 2013 yang sedang melalui tahap uji coba begitu detail dibuat oleh para Stake Holder. Tujuannya memang mulia, yaitu untuk menciptakan suasana yang efektif dan menyenangkan bagi semua siswa di Indonesia. Setiap guru dapat secara mudah membaca setiap langkah pembelajaran yang ditulis dalam buku guru dan mempraktikkan setiap langkahnya di kelas. Namun hal inilah yang terkadang membuat kata “Detail is devil” menjadi ada, karena alhasil guru hanya melakukan pembelajaran sesuai dengan yang terdapat dalam langkah-langkah.  Sang guru tidak mampu berinovasi dan melakukan uji coba dengan berbagai teknik dan model pembelajaran untuk menciptakan suasana kelas yang menyenangkan. Guru “mati kreativitas” hasilnya, karena mereka berpendapat pembelajaran yang terdapat pada buku guru sudah efektif dan menyenangkan bagi siswa.

Sang guru yang inspiratif tentunya tidak mau berhenti begitu saja dengan langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang sudah tersedia. Inovasi dapat saja terus dilakukan, tidak boleh kurang akal. Sang guru harus memutar pemikirannya untuk menyisipkan hasil inovasinya ke dalam langkah-langkah pembelajaran. “Detail bukan berarti tak dapat disisipi”, karena sedetail apapun rancangan langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang tertulis dalam buku guru tentunya masih membutuhkan penyempurnaan agar pembelajaran maksimal. Konseptor utama dari kegiatan pembelajaran di kelas adalah Sang Guru, bukan kepala sekolah ataupun stake holder lainnya. Karena Sang Gurulah yang tau persis karakteristik setiap siswanya dan kondisi lingkungan yang ada.

Langkah-langkah kegiatan dalam kurikulum 2013 memang detail, tapi sang Guru harus tetap punya banyak akal untuk terus berinovasi. Biarlah langkah-langkah yang terdapat dikurikulum menjadi pedoman minimal yang harus ditaati oleh sebagian guru yang malas untuk berinovasi. Karena langkah-langkah kegiatan yang ada hanyalah ketentuan minimal agar pembelajaran maksimal. Namun dalam eksekusinya tentu kitalah pemegang peluru tembaknya. Guru malas berinovasi berarti guru yang perlu diajar oleh siswanya. Karena siswa saja selalu ingin mencoba dan menemukan hal-hal baru mengapa gurunya hanya jadi peniru. Bagaimana mungkin generasi cerdas negeri ini dididik oleh para peniru? Hasilnya adalah para plagiator yang bertebaran dimana-mana.

Kurikulum 2013 memang sudah disusun sedemikian detail untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan bagi siswa dan begitu mudah untuk dilaksanakan oleh Sang Guru, namun bukan berarti Sang Guru sudah tidak dapat berinovasi dalam menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan siswa. Jadi “detail itu bukan berarti tidak dapat disisipi”, karena eksekutor setiap kurikulum berada di tangan para guru. Sang Guru tidak boleh mati inovasi. Yang sudah ada harus terus disempurnakan. Dan siapa lagi penyempurna langkah-langkah pembelajaran kalau bukan para guru.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun