Hari ini tanggal 22 Maret merupakan Hari Air Sedunia, yang diinisiasi sejak 1993 sebagai upaya PBB untuk merayakan dan meningkatkan kesadaran terkait akses air bersih. Setidaknya 2,2 miliar orang masih hidup tanpa akses terhadap air bersih. Minimnya akses air bersih kemudian membawa rentetan persoalan seperti stunting, gizi buruk dan maraknya penyakit water-borne disease.
 Pada tahun 2024, tema yang diangkat pada Hari Air Sedunia adalah "Memanfaatkan Air untuk Perdamaian". Seiring meningkatnya krisis iklim, di masa depan makin terbuka peluang konflik akibat kekurangan air baku.Â
Perang dan konflik sangat erat dengan pertumpahan darah dan hak rakyat yang dirampas. Salah satu kebutuhan mendasar yang terampas saat perang yaitu kesediaan air. Buku ini menceritakan tentang sejarah sumber daya air di Palestina sejak masa Ottoman hingga tahun 2020. Penulis mengulas ketahanan air, keamanan akses air minum dan tata kelola air di Palestina. Buku ini mengacu dari beragam sumber baik sejarah lisan, hingga undang-undang dan peraturan.
Buku disusun oleh 3 penulis, Christopher Ward -pakar air dan lingkungan dengan minat khusus di Timur Tengah, Sandra Ruckstuhl - peneliti senior di International Water Management Institute dengan spesialis pada bidang pengelolaan air dan sumber daya alam dan resolusi konflik. Â Penulis ketiga yaitu Isabelle Learmont -peneliti yang pernah mengajar di universitas di Arab Saudi dan Amerika Serikat.
Tulisan dibuka dengan penjelasan terkait kondisi geografi dan hidrogeografi Palestina yang beriklim kering. Sesuai catatan era Ottoman, daratan Palestina terbagi menjadi tiga wilayah meliputi dataran pantai dari Sungai Litani di utara hingga Gaza, daerah perbukitan dan Lembah Yordan antara Laut Galilea dan Laut Mati. Beragamnya geografi ini menghasilkan variasi tanah dan iklim yang sangat beragam.
Ottoman menguasai Palestina pada 1850-1918, dan merintis cikal bakal pengelolaan air di Palestina secara modern. Mayoritas air digunakan untuk memenuhi kebutuhan bidang agraria, dengan sistem tradisional bernama musha. Â Kejayaan Palestina di sektor perkebunan dapat dilihat pada sampul buku, yaitu suasana panen jeruk Jaffa di tahun 1900.
Pengelolaan air di Palestina menganut hukum syariah yang merupakan gabungan ajaran Quran dan kearifan lokal. Prinsip dasar pengelolaan air adalah mubah atau res nullius, bukan milik siapa pun atau suatu badan melainkan barang publik yang dimiliki bersama.
Setelah reformasi Ottoman tahun 1870, Ottoman memasukkan hak pengelolaan air di dalam mejelle, hukum perdata adaptasi dari Napoleon. Pengelolaan air sebagai barang publik diatur dalam mejelle, namun belum ada sistem administrasi kelembagaan yang mengatur pengelolaan air.
Pasca kekuasan Ottoman, Inggris menduduki tanah Palestina. Masa ini menjadi awal memanasnya konflik politik dan merubah tata kelola pengelolaan air di Palestina. Pemerintah Inggris melalui Order of Council yang dilegalkan pada tahun 1922, menghapuskan semua hak pribadi dan memberikan kekuasaan kepada Komisioner Air untuk membuat peraturan semua sumber air, termasuk air tanah.
Penjelasan kemudian melompat langsung saat pendudukan Israel, tanpa menjelaskan bagaimana pengelolaan air di era transisi pasca pendudukan Inggris. Pengelolaan era pendudukan Israel digambarkan penulis sebagai revolusi besar pengelolaan air di Palestina.