Mohon tunggu...
Eliza Bhakti
Eliza Bhakti Mohon Tunggu... Insinyur - Environmental Enthusiast

Government Officer | Environmental Enthusiast | Writer in progress |

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tanah Pusara Beban Siapa

20 Juni 2023   09:03 Diperbarui: 20 Juni 2023   09:23 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pixabay/kundennote_com

Ponsel saya berdering, ibu menelepon. Tak berapa lama di sambungan telepon beliau menyampaikan nominal angka. "Kok, mahal sekali, bu?", saya sedikit terkejut mendengar angkanya. "Iya, biaya perawatan makam dirapel untuk 5 tahun", ibu menjelaskan. "Njih, bu. Insya Allah diusahakan transfer segera", saya menghela napas panjang.

Almarhum ayah saya dimakamkan di pemakaman muslim, atas kehendak beliau sebelum wafat. Biaya pemulasaran jenazah hingga pemakaman telah dibayar ayah, saat kondisi beliau kritis. "Bapak ndak mau merepotkan keluarga, mbak", begitu penjelasan Pakde tetangga rumah yang menjadi sahabat ayah. 

Saya yang memang tinggal berbeda kota tidak tahu menahu perihal ini. Pemakaman privat seperti ini barang baru bagi saya. Apalagi persoalan kematian dan waris memang seolah hal yang sangat tabu untuk dibahas. 

Mendoakan orang tua merupakan bentuk bakti anak. Merawat makam dan nyekar menjadi agenda rutin anak dan cucu. Tak hanya sebagai kewajiban, namun suatu cara bagi kita untuk mengingat kematian. Tapi lagi-lagi, kita hidup di dunia ekonomi,  there is no free lunch. 

Biaya operasi dan pemeliharaan makam-makam ini nyatanya akan dibebankan kepada pihak keluarga. Angkanya sudah dipatok, bukan lagi asas sukarela. Saya terbayang jika nantinya beban ini diwariskan, dikali dengan jumlah anggota keluarga yang berpulang. Alhamdulillah jika keturunannya secara ekonomi mapan, namun bagaimana jika tidak mampu?

Dari layar kaca televisi nampak prosesi pemakaman Queen Elizabeth, ratu Inggris yang adikuasa. Bagi kaum ningrat, prosesi pemakaman menjadi suatu bentuk upacara yang megah. Tamu-tamu dari berbagai belahan dunia hadir memberikan penghormatan terakhir. Pakaian yang dikenakan para pelayat pun sudah ditentukan, lagi-lagi sebagai bentuk penghormatan.

Tidak usah lah membandingkan pemakaman seorang pemimpin dunia dengan rakyat. Tidak apple to apple. Namun ada satu benang merah dari mempersiapkan kematian, yaitu bagaimana pelibatan kerabat dalam prosesinya. 

Seegois apapun kita saat masih hidup, mau memutus hubungan silaturahmi pun tetap saja saat maut datang menjemput, orang lain yang akan bergegas membantu. Hal ini yang kemudian mau tidak mau membuat kita kembali menapak bumi, tidak boleh sombong. Apalagi belakangan ini berita miris tentang kematian yang bahkan tidak diketahui keluarga kian banyak bersliweran diwartakan.

Kembali ke topik lahan makam, di dalam gempuran urbanisasi dan padatnya penduduk lahan makam akan menjadi langka di masa depan. Pemerintah Singapura misalnya, harus mematok usia makam hanya 15 tahun karena minimnya lahan makam. 

Setelahnya makam akan ditempati penghuni baru, sedangkan penghuni sebelumnya dikremasi. Irulah sebabnya di Indonesia, makam-makan privat seperti San Diego Hills akan menjadi opsi yang bisa dengan mudah digapai golongan menengah ke atas. Makam privat bernuansa Islami, seperti Al Azhar Memorial Garden juga kian diminati masyarakat dengan alasan keberlanjutan dalam pemeliharaan.

Lalu bagaimana dengan golongan menengah, bahkan menengah ke bawah. Pandemi kemarin masih menyisakan pilu akan sulitnya mencari lahan makam di Jakarta. Pertanyaan menggelitik selanjutnya adalah kewajiban siapa penyiapan lahan makam ini, Pemerintah atau rakyat yang harus bergerilya mencari lahan untuk peristirahatan terakhir?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun