Mohon tunggu...
Elza Ztya Malihatus Sholikhah
Elza Ztya Malihatus Sholikhah Mohon Tunggu... Editor - Pemimpin Redaksi Ora Aji Official

NIM : 22107030092 Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta semester 2

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bedah Buku: Religiositas dari Layar Kaca (Potret Program Siaran Religi di Televisi Indonesia)

14 Juni 2023   20:51 Diperbarui: 14 Juni 2023   21:11 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yogyakarta -- Dosen program studi Ilmu Komunikasi Fakultas Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga, Bapak Alip Kunandar, S.Sos., M.Si., Dr. Bono Setyo, M.Si., dan Bapak Harmonis (dosen dari UNY) mempresentasikan hasil penulisan bukunya yang berjudul "Religiositas dari Layar Kaca Potret Prorgram Siaran Religi di Televisi Indonesia.

Dalam bedah buku pada hari Senin, 12 Juni 2023 tersebut pak Alip selaku perwakilan dari penulis buku tersebut menyampaikan garis besar dari buku tersebut. Berikut adalah isi dari sambutan beliau.

"Proses bagaimana buku ini bisa terbit? pertama2 diberitahu oleh pak bono untuk membuat atau menyusun satu buku. Pertama yang diberitahu adalah untuk program berita. Karena saya dari dulu memang tidak jauh-jauh dari dunia berita. UIN  adalah salah satu universitas di Indonesia yang berdekatan dengan religiositas. Potret itu sebuah gambaran tapi bisa juga menyembunyikan sesuatu. kaitannya dengan program religi di televisi, karena dari survei-survei indeks KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) program religi ini selalu yang tertinggi nilainya, tapi apakah betul yang baik? nah sesuatu itu yang akan dibahas tuntas di dalam buku ini. Makna dari judul buku Religiositas, apakah betul ini adalah cara baru untuk menjadi 'sholeh'?. Atas kebaikan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) kepada saya dan Pak Bono, saya juga akan memberikan buku gratis kepada semua yang hadir disini, bukunya silahkan diakses di https://kpi.go.id/PUBLIKASI/BUKU-KPI . Pers yang dipotret dari program religi di televisi, tokoh religi yang menjadi bahan tontonan saya di televisi adalah Bapak Zainuddin MZ (KH. Zainuddin Hamidi atau dikenal sebagai KH. Zainuddin MZ adalah seorang pemuka agama Islam di Indonesia yang populer melalui ceramah-ceramahnya di radio dan televisi. Julukannya adalah "Dai Sejuta Ummat" karena dakwahnya yang dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat).

Program religi mulanya dipandang sebagai tuntutan moral terutama TVRI, TVRI itu yang penting menghadirkan program religi, tapi kemudian masuk televisi swasta itu sudah mulai membuat wajah televisi berubah. Karena ada sentuhan-sentuhan yang mungkin tidak dimiliki oleh TVRI, ada tuntutan pasar jadi terus berpikir tidak hanya menyajikan acara tapi juga harus menarik penonton, maka disitu mulailah ada perubahan format, dari hanya sekedar ceramah satu arah kemudian ada program lain sampai beragam, hampir disetiap stasiun televisi itu punya program religi. Potret (kami juga mewakili dari universitas-universitas yang melakukan riset kualitas program) ketika dilakukan riset kualitas-kualitas program untuk program religi itu hasilnya selalu paling baik, dibandingkan dengan program yang lain terutama sinetron. Dari perspektif  P3SPS riset yang dilakukan dengan standar nilai yang ada di KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), indeksnya selalu naik dari tahun ke tahun. Tiga tahun ini riset religi juga masih yang tertinggi. Tapi apakah betul tidak ada permasalahan, ketika indeks program TV itu baik.  Sebetulnya dibalik layar yang cantik program religi itu ada sisi-sisi yang mengkhawatirkan.

Ada tiga persoalan besar dibalik layar, indeks KPI ini dibuat dengan penyusunan berdasarkan P3SPS, jadi pertanyaan krusialnya hiburan yang sehat kemudian memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, membentuk jati diri bangsa, membangun mental mandiri, menghormati nilai-nilai kesukuan. Masalahh yang paling banyak disoroti ini bukan KPI saja tapi juga banyak dari berbagai sumber. Tiga permasalahan itu yang pertama komodifikasi agama, komodifikasi tokoh agama, dan komodifikasi khalayak.

Kenapa itu bisa terjadi muncul? Mungkin dulu di TVRI tidak muncul, karena ya TVRI tidak memikirkan khalayak. Tapi jika TV swasta mereka harus berfikir acara TV harus ada penonton, harus menghasilkan uang setidaknya balik modal untuk biaya produksi. Karena komodifikasi agama menjadi barang, jadi bagaimana sebuah barang itu kemudian menjadikan komoditas. Dalam konteks program religi ada tiga, yang pertama komodifikasi agama, apa? Di program religi itu sendiri ajaran agama ditekankan sebagai konten, ketika konten media sosial maka yang harus dipilih mana yang kira2 disukai oleh khalayak, kalo yang tidak disukai oleh khalayak maka dia banyak yang ditinggalkan. Bahwa apa yang ditampilkan dalam agama ini tidak hanya berlaku dalam Islam, hampir semua agama. Kemudian karena dia juga harus mencari dana, maka ajaran agama ini harus disandingkan dengan hiburan, nah ini menjadi persoalan walaupun memang tidak terlihat. Jadi kita perlu membuat rekomendasi kepada KPI. Karena jika perlu KPI sudah menjalankan regulasinya.

Kedua, potret yang terlalu banyak terlihat tetapi terasa balik komodifikasi tokoh agama, tokoh-tokoh agama ketika masuk di program religi dia bukan hanya tokoh agama dia ditempatkan sebagai bintang. Karena bintang ya dia harus dipoles, ada citra-citra yang harus dilekatkan, maka dari itu tadi keluhan dari masyarakat yang paling banyak, yang tampil itu bukan tokoh-tokoh agama yang memang memiliki kedalaman pemahaman agama yang kuat. Rumus yang dipakai dalam hal ini adalah cantik, tampan, komunikatif, lucu ini menjadi syarat ustadz atau uztadzah televisi. Ada  labeling yang dibuat program religi di televisi yaitu ustadz ustadzah ini menjadi sangat murah. "Baru nongol sekali di televisi ngomongin agama besoknya sudah ustadz ustadzah" -begitu kata masyarakat.

Kemudian, persoalan yang selanjutnya ketika ustazd dan uztadzah  ini juga disamakan dengan selebriti, masuk ke acara infotaimen, nah ini menjadi persoalan juga, kemudian khalayak membanding-bandingkan antara apa yang mereka sampaikan di dalam program religi dengan apa yang dia lakukan sehari-hari. Kemudian persoalan program religi yang terakhir adalah komodifikasi khalayak, ya karena ini pasar kemudian muncul banyak produk-produk presman. Isu yang bisa kita lihat yang kita potret lagi yang tidak selalu tampil didepan yaitu yang pertama adalah ini dikeluhkan oleh teman2 yang non muslim. Jadi yang religi Islam pasti ada disetiap stasiun televisi tapi yang religi kristen dll, bahkan ada agama yang tidak punya program sendiri. Karena TVRI saja yang menampung semua itu TV swasta itu ada yang mungkin tidak menampung semua agama, ya itu balik lagi ke persoalan masa. Yang juga tidak ada regulasi bahwa stasiun televisi harus membuat program religi semua agama. Kemudian yang kedua yaitu isu gender." -pemaparan dari Pak Alip Kunandar, S.Sos. pada acara bedah buku tersebut.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun