Mohon tunggu...
Ely Wahyuni
Ely Wahyuni Mohon Tunggu... -

ELY WAHYUNI, Lahir di Sidayu Gresik pada tahun 1995, Anak ke lima dari enam bersaudar. Membaca adalah salah satu ciri khasnya. Selama di pondok pesantren dia hanya menghabiskan waktu untuk belajar, agar waktu yang talah lewat tidak terbuang sia-sia. Pendidikanya : TK Darma Wanita sidayu (2001), madrasah Ibtida’iyah sidayu (2007), Madrasa Tsanawiyah sidayu (2010), dan saat ini sekolah di Madrasah Aliyah Unggulan Darul Falah Mojokerto asuhan CHAMIM KOHARI. Berawal dari kalangan keluarga yang tidak mengenal sastra sama sekali. Tapi karena sebuah usaha dia mampu membuat puisi dan cerpen, walaupun banyak kesalahan yang terjadi. Dan sedikit demi sedikit dia mampu membuat puisi dan cerpen yang sempurna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta di Area Pondok Pesantren

20 Februari 2012   06:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:26 3090
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Memasuki dunia pondok pesantren itu yang aku inginkan dan kurencanakan semenjak lulusan sekolah dasar. Tapi karena kedua orang tuaku yang tidak setuju dengan rencanaku akhirnya aku di sekolahkan di Mts. Karena tidak niatnya aku sekolah di kelas aku sering berkelahi dengan anak cowok. Dan di panggil guru BK karena sering buat onar kelas. Setalah Mts tamat aku meminta kepada ibuku agar aku di pondokkan dan menjadi anak yang pandai akan agama dan ilmu-ilmu lainya. Tapi ibuku selalu menolak dengan rencanaku. Ibu “sudahlah Fir jangan kamu berharap akan ibu pondokkan”. Fira ”kenapa bu, tidak pantaskah anakmu menjadi santri “. Ibu ”bukanya tidak pantas, apa kamu mampu meninggalkan kehidupanmu yang bebas seperti sekarang ini”. Fira ”insya’allah aku mampu bu aku akan usahakan menjadi santri yang baik dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu”. Setalah percakapan antara aku dan ibu selesai, akhirnya ibu setuju dengan keinginanku untuk mondok. Betapa senangnya keinginanku terwujud. Setelah wisuda lulusan Mts selesai kurang satu minggu lagi aku berangkat menuju ke pondok pesantren. Sebelum aku berangkat ke pondok pesantren aku dan teman-teman mengadakan reoni sebagai perpisahan kami. Setelah reoni dengan teman-teman selesai, sebelum pergi aku menyiapka barang-barang yang akan di bawah ke pondok pesantren.

Pagi datang aku dan kedua orangutaku bersiap-siap berangkat ke pondok pesantren yang berada di surabaya. Aku segera memasukan koper ke dalam mobil. Di dalam perjalananku menuju ke pondok pesantren aku menangis karena hidup di pondok pesantren tidak ditemani kedua orang tuaku. Sebentar lagi aku hidup jauh dari kedua orang tuaku serta saudara-saudaraku. Aku sudah berjanji kepada ibuku akan bersunguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Ternyata ilmu nahwu lebih sulit daripada matamatika yang hanya menghitung. Setiap waktunya pelajaran nahwu selalu saja kepalaku menempel di atas meja. Bersama dengan dua temanku Cika dan Rika aku selalu di temani mereka berdua. Tarasa sepi kelas ketika satu persatu dari temanku keluar dari sekolah di karenekan tidak sanggup belajar nahwu.Tapi aku tidak akan terbawa arus yang sesat seperti mereka. Janji yng ku ucapkan kepada ibuku itu memberikan semangat yang besar untukkubelajar nahwu. Satu cowok yang membuat aku tidak konsen untuk belajar. Lirikan matanya yang mengarah ke wajahku itu membuatku malas untuk menolehkan kepalaku ke dia. Selain itu dia juga mengirimi aku surat yang di beriakan melalui Cika yang isinya :

“Fira pernahkah kau mersakan apa yng aku rasakan. Siang malam aku mebayangkan kamu, tapi aku gak tau kenapa rasa ini timbul saat bertemu denganmu”. Takutnya aku saat membaca surat itu dengan Cika. Aku bingung apa yang harus aku lakukan. Dan aku gak tau apa hukuman yang pantas untuk seorang santri yang telah melanggar peraturan pondok pesantren. Terpaksa aku membalas surat “apa maksud kamu mengirim surat seperti itu kepada ku melalui Cika. Tak sadarkah kamu kalau kita berada di area pondok pesantren. Hal yang kamu lakukan ini adalah larangan dan di haramkan”. Setelah surat itu di kirimkan ke Ari’ aku merasa senang dan tenang karena Ari’ tidak membalas suratku selam tiga hari ini. Tapi ku kaget setelah semua teman-teman ku keluar tiba-tiba Ari’ menarik tanganku aku bertanya”apa maksudmu berbuat sepertiini”. Ari’ “ apa kamu pura –pura tidak tahu, atau memang tidak tahu”.aku “apamaksudmu”. Ari’ “ aku cinta kamu”(sambil menyenta’ kepadaku). Aku hanya terdiam saat medengar suara yang keluar dari mulut ari’. Karena aku takut ketahuan pengurus aku segera turun ke area pondok putri. Di malam hari aku gak bisa tidur dan masih terbayang-bayang kejadian itu. Malam semakin larut panah jam dinding telah berarah tapat ke jam 12:00. Aku segerah melangkahkan kakiku ke kamar mandi mengambil air wudhu untuk sholat tahajjud. Setelah sholat selesai aku berdo’a

“ya robby.........Aku seakan tertimpa batu besar yang menjatuhi kepalaku apakah ini balasan yang engkau berikan padaku.ya robby...........kapankah aku bisa keluar dari belenggu kenistaan yang selalu memberatkan hidup ini. Aku ingin menjerit hingga terlapas dari jerat dosa yang selalu mengelilingi langkahku”. Setelah berdo’a aku tertidur lelap di atas sajjadahku.

Pagi datang aku bersiap-siap berangkat sekolah dengan Cika. Memauki kelas akupun melihat kertas yang tergores tinta yang berwarna merah yang tertulis :”Gejolak degup jantungku semakin memacu diriku tuk temui dirimu , karena aku rindu padamu. Arah fikiranku saat ini terus mengarah padamu semangatku rapuh saat ku jauh darimu berbeda saat kau ada di dekatku “. Aku tidak tahu apa maksud dengan ini semua. Aku semakin tidak konsen ke pelajaran dengan terpaksa aku membalas surat ari’ “aku mohonjangan gangu aku , aku tidak ingin salah akan takdir seperti dulu bukanya aku sok alim tapi aku benar-benar ingin berubah “. Setelah surat itu di kirmkan ke Ari’ aku damn Cika pergi ke kantin. Tapi uangku ke tinggalan di lemari, akupun menyuru Rika teman satu pondoku mengambil uang di lemari. Lamanya ku menunggu Rika, akupun kaget saat keamanan memangilku. Ternyata Rika tau tentang surat itu dan di laporkan kepada ke amanan. Antara aku dan Ari’ di sidang oleh pengamanan aku hanya bisa terdiam dan tidak bisa membanta. Aku menyesal telah membalas surat Ari’ sehingga membuatku menyesal. Semenjak kejadian itu aku menjadi pendiam. Dan Ari’ menjauh dariku walaupun lirikan matanya masih memandangiku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun