Mohon tunggu...
Elysia Ormanda
Elysia Ormanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi Prodi Teknik Biomedis.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Antara Komersialisasi dan Kualitas Sinema Indonesia

18 Juni 2024   09:26 Diperbarui: 18 Juni 2024   09:30 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film merupakan suatu bentuk komunikasi bangsa dan termasuk sebuah seni budaya yang perlu untuk terus dikembangkan. Film tidak hanya semata-mata sebagai suatu hiburan, tetapi juga pendidikan atau pengetahuan. Di dunia yang sebagian besar negaranya menganut sistem demokrasi, seperti Indonesia, film menjadi saluran kebebasan berekspresi. 

Industri perfilman Indonesia telah mengalami berbagai perkembangan, dari era kejayaan film klasik hingga modernisasi yang ditandai dengan hadirnya teknologi digital. Industri film Indonesia, sebagaimana industri lainnya, dihadapi dengan dilema dan tantangan antara mengejar keuntungan komersial atau mempertahankan kualitas artistiknya. 

Dalam beberapa dekade terakhir, pertumbuhan jumlah produksi film Indonesia meningkat secara signifikan. Namun, timbul juga pertanyaan mengenai arah dan kualitas film-film yang dihasilkan. 

Salah satu masalah utama yang dihadapi industri perfilman Indonesia adalah kurangnya orisinalitas cerita. Terdapat banyak film yang mengandalkan formula usang dan plot yang mudah ditebak. Film-film horor dengan premis rumah angker atau hantu balas dendam, serta drama percintaan dengan konflik yang itu-itu saja, mendominasi layar lebar. 

Hal ini menunjukkan kurangnya keberanian dari para pembuat film untuk keluar dari zona nyaman dan mengeksplorasi cerita yang lebih kompleks dan mendalam. Penurunan kualitas ini juga dapat dipengaruhi oleh tren komersialisasi yang kuat dalam industri film. Komersialisasi dalam perfilman bukanlah fenomena baru. 

Industri film selalu berusaha menyeimbangkan antara menarik penonton sebanyak mungkin dan menghasilkan karya seni yang bermakna. Banyak film yang diproduksi dengan tujuan utama untuk meraih keuntungan cepat dengan mengambil cerita-cerita viral di sosial media atau mengandalkan formula cerita yang sudah terbukti laku di pasaran. 

Hal ini menyebabkan saturasi pasar dengan film-film yang memiliki premis serupa, minim variasi, dan tidak inovatif. Pendekatan ini memang membawa keuntungan secara finansial, tetapi seringkali mengorbankan kualitas dari film itu sendiri. Banyak film yang diproduksi dengan tergesa-gesa tanpa perencanaan, terlihat dari sinematografi, penyuntingan, tata suara, dan skenario yang terabaikan, menyebabkan film-film tersebut kurang memuaskan dari segi teknis maupun naratifnya. 

Di sisi lain, tidak semua film Indonesia terjebak dalam arus komersialisasi. Masih ada sineas-sineas berbakat yang menghasilkan karya-karya berkualitas tinggi. Film seperti “Yuni” karya Kamila Andini dan “Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak” karya Mouly Surya merupakan contoh bahwa keberanian dan kreativitas dapat menghasilkan film yang tidak hanya sukses di festival-festival film internasional, tetapi juga mendapat respon positif dari penonton lokal. 

Selain itu, film pendek dan dokumenter, meskipun seringkali tidak mendapatkan sorotan sebanyak film fitur, memiliki peran yang penting dalam industri film Indonesia. Salah satu keunggulan film pendek yaitu kemampuannya untuk mengeksplorasi tema-tema yang beragam dan inovatif. 

Dari drama psikologis hingga komedi satir yang mengkritisi politik dan sosial Indonesia, film pendek memberikan kebebasan pada sineas untuk mengekspresikan ide-ide mereka tanpa terikat oleh ekspektasi komersial. Seiring dengan perkembangan teknologi digital dan akses yang semakin mudah, jumlah produksi film pendek di Indonesia telah mengalami peningkatan yang signifikan. Berbagai festival film pendek telah diselenggarakan untuk memberikan platform bagi para sineas untuk memamerkan karya-karya mereka agar lebih dikenal. 

Film dokumenter di Indonesia juga memiliki peran yang penting dalam menggali realitas sosial, budaya, dan politik di berbagai daerah dan komunitas. Film dokumenter seringkali menyoroti isu-isu kontemporer, sejarah lokal, serta tantangan lingkungan hidup yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Film dokumenter seperti “Eksil” karya Lola Amaria dan “You and I” karya Fanny Chotimah yang berfokus pada isu politik di Indonesia dapat membuka mata para penikmat film di Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun