Mohon tunggu...
Ely Rizki
Ely Rizki Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Bukan sekedar gumpalan daging.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Eksistensi Jarak

4 Oktober 2015   19:06 Diperbarui: 4 Oktober 2015   19:06 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Ada yang mengatakan bahwa: dengan apa rindu diukur jika bukan dengan jarak, dan dengan apa jarak menjadi jarak jika bukan karena kehadiran rindu. Bagiku itu benar adanya, jarak memang ada untuk mengukur rindu. Semakin jauh jarak antara dua manusia, semakin kental rindu yang membumbuinya.

Eksistensi jarak merupakan sebuah alasan mengapa manusia merindu. Sejauh kuberpikir, jarak memang menjadi formula yang sangat terpercaya dalam menciptakan aksi yang berujung reaksi: rindu. Namun, pergerakannya hanya sampai pada penciptaan reaksi. Sulit untuknya menghasilkan pertemuan dari formula tersebut. Dalam dimensi kehidupan, reaksi yang diciptakan aksi akan membentuk sebuah interaksi. Akan tetapi jarak tak cukup mampu untuk membentuk interaksi. Itulah sebabnya manusia terkadang sakit jika merindu. Dan demikianlah yang Aku rasakan.

Dalam kurun waktu seminggu, takdir berhasil membuatku terpedaya oleh mimpiku sendiri. Ia sukses mendatangkan kau di mimpiku. Aku terjebak dan semakin terjebak. Bahkan untuk keluar dari jebakan itu pun Aku tak mampu. Seakan ada magnet yang menarikku untuk tetap memimpikanmu, dan ada juga kayu yang berusaha mengusirku untuk segera keluar. Kau tahu? Itu adalah ruang terparah yang pernah Aku kunjungi: memimpikanmu.

Lewat mimpi tersebutlah Aku percaya bahwa Aku tengah merindukanmu. Sebagaimana jarak yang lebih awal membatasi kebersamaan kita. Aku cukup sadar untuk hal ini, ternyata jarak yang menyadarkanku bahwa Aku benar-benar merindukanmu kendati ia membahasakan dirinya dengan sebuah mimpi.

Sayangnya, apa yang kupikirkan benar. Jarak tak cukup mampu membentuk interaksi. Terbukti hingga saat ini tidak ada komunikasi di antara kita. Bahkan untuk sekedar membagi kabar, kita tak punya banyak keberanian. Meski sekarang kita tengah berada dalam satu kontak Blackberry Messanger. Sungguh menyakitkan, batinku.

Setiap malam Aku sangat menyayangkan ini terjadi. Kita berada dalam satu pijakan, satu hamparan langit, bahkan satu area kota. Namun, saat Aku menginjakkan kaki, menatap hamparan langit, bahkan berada di area kota yang sering kau kunjungi, tetap saja kau tak ada di sampingku untuk sekedar bercerita dan berbagi masalah. Heran.

Kau tahu? Orang sepertimu banyak di kota Medan ini. Orang yang suka tertawa dan bercanda, sangat banyak di sekitarku, bahkan yang sifatnya hampir sama sepertimu telah ada dan bahkan banyak kutemui di sekelilingku. Tetapi, kau boleh dan harus percaya jika tidak ada orang yang mendominasi pikiran dan hatiku selain kau. Sebab kau mempunyai tempat tersendiri di jiwaku. Kau istimewa. Kau harus sadari hal itu.

Hati memang begini, ia selalu tepat menemukan sisinya. Tetapi rindu tak begini, ia terkadang ceroboh menentukan kedatangannya. Terlebih jarak yang tak mampu tapi pura-pura membantu. Padahal satu kejutan pun tak pernah ia berikan untukku walau sekecil sapa dari sosok objek rinduku.

Demikianlah jarak, kehadirannya sebagai pengukur. Namun tak mampu mengatur. Ya, mengatur interaksi aku dan kau. Kendati begitu, eksistensinya mengubah cara pandang manusia tentang rindu. Dari sini aku semakin tahu, bahwa peran jarak hanyalah sebatas menyadarkan sudut pandang kita tentang rindu, dan mengukur totalitas rindu, tetapi perihal interaksi hanya manusia yang dapat menciptakan hal itu. Aku berharap catatan ini menjadi sebuah obat atas kegundahanku beberapa hari ini. Dan semoga saja kau merasa, jika sedari tadi hanya kaulah yang menjadi objek kajianku di catatan ini.

Teruntuk kau yang tengah kurindukan, pribadimu membangun tempatmu sendiri di hatiku. Maka jangan salahkan aku jika aku selalu merindukanmu..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun