Mohon tunggu...
Ely Rizki
Ely Rizki Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Bukan sekedar gumpalan daging.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebatas Hati

10 April 2014   03:06 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:51 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ada yang tersembunyi di balik hati. Menyimpan dan memendam setiap rasa agar tak dapat terungkap. Menyimpan dan memendam rasa bukanlah sebuah hal yang mudah tetapi sangat sulit sebab aku harus beradu akting dengan keadaan sekeliling hatiku.

Ketika hati diam bersedih keadaan memaksa aku untuk berteriak bahagia seakan apa yang kugapai dapat kumiliki. Tentang rasa yang tak dapat orang lain merasa apalagi tentang hati yang berselimut cinta. Aku tak tahu harus memihak dimana tentang semua gejolak ini namun yang jelas aku tak sanggup menahan rasa yang tersembunyi.

Sebatas Hati. Ini tak biasa bukan? Kau hanya mencintai sebatas hati, kau hanya memiliki sebatas hati. Kau tak boleh memeluk jiwa apalagi raga. Kau hanya bermain dalam diamnya rasa.

Ini tentang sebatas hati yang tak dapat kupahami lagi, yang tak dapat aku tahan lagi gejolaknya, apinya seakan memanas dan mulai membara dalam jiwa. Kalau sudah begini mana mungkin aku hidup hanya sebatas hati.

Malam ini gelap menyelimuti tidak ada cahaya bintang yang menerangi sekujur bumi. Bulan pun tak temaram lagi kulihat kini. Embun yang biasanya bersemayam di permukaan daun kini hanya memeluk kayu lapuk sampan kepunyaan para nelayan. Angin yang berhembus sangat kencang membuat nelayan menarik niatnya untuk berkelana sepanjang lautan yang membentang. Hanya aku yang tetap berdiam diri menepis angin yang datang serta menyeret kesedihan yang menghantam jiwa.

Aku adalah anak nelayan yang mengikat mimpi pada seorang putra kaya kampung sebelah. Mimpi untuk bersama mengarungi lautan kasih dan menerpa segala badai yang datang namun kata mereka “kuburkan mimpimu bersamanya, sebab kau takkan mendapatinya”. Aku tahu itu dan aku mengerti. Kami ibarat langit dan bumi jauh sekali dan tak dapat menyatu dalam cinta yang utuh.

Sebatas hati dan inilah yang kurasakan. Cinta tak memihak malah mengkhianati. Aku bukannya tak sadar diri tetapi hati tak dapat memaksa siapa yang layak ia hanya menentukan  apa yang ia inginkan.

Aku hanya ingin pangeran yang rupawan datang dengan kasih yang tulus dan abadi. Aku juga begitu terhadapnya bukan karena ia kaya dan menawan tetapi perangainya yang menaklukkan benih hati hingga kagum menyelimuti. Pangeran kampung sebelah yang tak pernah tahu siapa yang selama ini bersembunyi mencintanya.

Pangeran kampung sebelah kau adalah perih di ujung hati. Getir di ujung lidah. Kau tak dapat kumiliki namun bibir ini ingin sekali mengatakan aku mencintaimu, Pangeran.

“Aku telah mengetahui semua tentang perasaanmu!”

Suara itu jelas di telinga sepertinya aku kenal betul dengan pemilik suara merdu itu.

“Mengapa kau tak pernah berkata jika kau cinta?”

Suara itu mendekat tepat di belakangku. Aku tertarik ingin menoleh. Jantung terasa semakin cepat berdetak. Benarkah itu Pangeran?

“Kau tahu? Aku juga mencintaimu. Aku tak perduli kau anak siapa, yang jelas kau telah menaruh kenyamanan di hatiku!”

Suara itu meyakinkanku, aku ingin menoleh dan langsung memeluk raga itu.

“Mengapa diam? Lihat aku dan peluk aku!”

Aku menoleh dan memeluknya erat seakan takkan kubiarkan dia menjauh lagi, namun pagi telah memancarkan sinar gemilangnya. Aku terperanjat dalam mimpi yang tak ada habisnya membohongiku. Cukuplah sudah aku bermimpi tentangmu Pangeran, benar kata mereka aku tak dapat memilikimu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun