Mohon tunggu...
Ely Rizki
Ely Rizki Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Bukan sekedar gumpalan daging.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Adalah Bahasa Hati

12 April 2014   06:12 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:46 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aksara ini masih mengalir dalam catatanku. Ribuan makna terkandung di dalamnya, beserta seluruh rasa yang telah terangkum sepanjang alur cerita. Tidak ada yang memaksaku merajut kata-kata pesona itu. Semuanya berjalan atas kemauan hati. Disini, di antara nurani dan sanubari.

Cinta yang dapat kudefenisikan adalah diam. Alasannya adalah pengalamanku yang mencintaimu dalam diam. Hanya itu argumenku yang paling kuat. Aku tak peduli kata orang yang menafsirkan cinta sebagai kajian yang sulit didefenisikan atau aku juga tak mengambil sikap atas mereka yang berkata jika cinta bukanlah bentuk kakunya bibir tetapi harus diungkapkan walau pahit.

Memang, terlalu sulit bagiku untuk mengalihkan defenisi ini pada anggapan mereka. Andaikan mereka adalah tokoh yang berperan, mungkin mereka akan merasakan hal yang sama. Akan tetapi, ada di antara mereka yang sukses mengatakannya walau pahit. Alhasil memang pahit apabila diacuhkan begitu saja.

Wanita adalah makhluk Tuhan yang sensitif perasaannya. Apabila tersentuh luka maka akan mengalir air matanya. Apabila diseduh dengan kebahagiaan akan riang wajahnya. Lalu, cinta adalah objek yang dapat membuat mereka berada di antara keduanya.

Bimbang dan galau. Tentu mereka berada dalam ruang yang tak dapat dipaksa untuk memasukinya. Aku tak menyalahkan cinta yang telah membuat mereka berada di antara keduanya tetapi andaikan cinta yang mereka tafsirkan hanya sebatas diam dan bukan bentuk ungkapan, mungkin mereka tidak memaksakan diri untuk berada di ruang itu. benar kan? Walaupun ada benarnya jika cinta diungkapkan akan merasakan kepuasaan namun cinta adalah Bahasa hati bukan Bahasa bibir yang harus diterjemahkan dengan ungkapan. Mengapa tak berdoa saja pada Tuhan jika memang cinta adalah cinta yang diinginkan. Alhasil akan menuaikan bahagia jika Tuhan memperkenankan.

Aku tak peduli persepsiku salah atau tidak. Bagiku inilah pilihan yang benar atas apa yang aku jalani sebagai wanita yang mencintai sosok kamu dalam diam. Tuhan adalah tujuan pertamaku untuk kupasrahkan diri atas seluruh rasa yang membara dalam jiwa. Sebab bagiku Tuhan takkan memberi keburukan pada hamba-Nya yang mempercayai kasih sayangnya.

Aku menceritakan sedikit pengalamanku tentang cinta. Selama ini, dari awal aku mengenalnya hingga aku memaksakan diriku untuk tak mengenalnya. Kali ini aku percaya bahwa cinta pada pandangan pertama tidak dapat dilupakan. Iya aku yakin ini! mengapa demikian? Sebab cinta pada pandangan pertama tak melibatkan logika dalam pengambilan hati insannya. Cinta itu terasa alami karena berasal dari hati sanubari. Jika cinta yang kedua, ketiga, dan seterusnya aku yakin itu melibatkan logika dalam menentukan insannya.

Pada pandangan pertama, aku melihatnya kurang lebih enam tahun lalu. Selama enam tahun itu aku hanya menikmati keindahannya atau bisa kubilang aku adalah ‘fans’ nya. Selama itu aku telah mengubah kagum menjadi cinta dan aku telah membuat diriku berada di kebisuan. Ya, aku mencintainya dalam diam tanpa suara. Hanya hati yang berbicara pada Tuhan.

Dalam enam tahun itu, aku tak meminta dipersatukan dalam ikatan yang sakral tetapi aku meminta hanya sebuah kedekatan. Tidak banyak macam hanya sebuah hubungan yang dapat membalas rasaku walau tidak sepenuhnya.

Terkadang aku geli dengan sikapku ini. mencintainya tapi tak ingin bersamanya dalam satu kebersamaan. Aku pun tak tahu mengapa demikian. Padahal ribuan kata-kata pesona itu terlampiaskan hanya untuknya. Bahkan jika diary boleh bersaksi maka ia akan mengatakan jika setiap malam hanya namanya menjadi objek kajianku. Aneh, aku sama sekali tak menginginkannya masuk dalam sebuah ikatan keluarga bersamaku.

Tuhan, tak banyak pintaku. Aku mengaguminya dan saat ini aku telah mengubah kagum itu menjadi cinta. Aku merasakan itu, karena selalu hadir yang bernama kerinduan jika aku tak memandang keindahan itu. Aku mencintainya, dekatkanlah kami layaknya seorang sahabat. Jika tidak maka jauhkanlah kami

Sebait doaku yang tiap malam kutadahkan untuk sang maha pemilik cinta. Aku tak bosan dengan rangkaian permintaan itu. karena demikianlah caraku.

Hari semakin membentang langit. Dari pagi yang cerah dengan iringan matahari hingga senja yang jingga dengan seduhan aroma bulan yang akan hadir. Demikian hari itu berganti tanpa permisi. Hingga saatnya doa itu terkabulkan pada tahun ke-6 aku mencintainya. Kedekatan yang aku pinta telah dipersembahkan Tuhan untuk kami.

Tuhan memberikan jalan kedekatan pada kami untuk menjelajahi tahap-tahap pertemanan. Aku menyukai hal seperti ini. Ternyata Tuhan telah merancang dengan sebaik-baik rancangan. Dia mulai menjadikanku teman se-profesi dengan diawali sebuah perkenalan.

“Namaku X atau EKS!” begitulah cara dia memperkenalkan namanya padaku. Dia menambahkanku sebagai teman untuk mempermudah profesinya dalam mengembangkan usaha ‘kecil-kecilan’. Ya, aku tak memperdulikan usahanya, bagiku yang terpenting harga dari kedekatan itu.

“Panggil saja aku Fa!” aku tak memberi lengkap namaku. Itu sama saja, ia pun takkan memprotes namaku. Setelah kusebutkan namaku ia hanya berkata “Oh iya!” ditambah sebutir senyum yang tak lepas di pikiran.

Hari berganti minggu yang menyenangkan. Mengapa tidak, tujuh hari hidupku tak lepas dari pesan singkatnya. Memang, terkadang aku kesal dan selalu merasa tidak enak dengan segala ucapannya yang meninggikan gaya hidupnya yang religious. Seolah-olah apa yang ia katakan bak orang yang tak pernah salah, selalu menjadi peringkat pertama dalam ibadah. Aku sedikit tak menyukai sikapnya yang seperti ini, tetapi selalu ada argument yang membenarkan sikapnya itu.

EKS. Terkadang ia sedikit sombong. But, I will always love him. Tak bisa aku mengalahkan rasa itu terhadap semua sikap buruknya. Itulah cinta namanya. Mungkin!

Hari berganti hari hingga menjadi minggu. Begitu pun minggu yang berganti menjadi bulan. Sebulan pendekatan itu cukup merangkai sebuah harapan. Aku semakin yakin bahwa cinta ini bukan hanya aku yang merasakannya. Melainkan dia juga, kiraku.

EKS. Hampir seminggu ia tak mengirim pesan lagi padaku. Hal ini membuatku menyimpan tanya padanya. Apakah aku yang terlalu muluk menerka perasaannya? Ataukah memang ada yang tersembunyi di balik kedekatan ini? Entahlah, EKS ternyata bukan harapan.

Baru saja aku memikirkan tentangnya. Baru saja aku menerka perasaannya. Baru saja aku jatuh pada harapan bertepi itu. Semua baru saja, namun menusuk hati hingga pedih dan terluka. EKS yang baru saja itu menggugurkan kekagumanku. Ia menjauh, pergi tak berbekas. EKS entah kemana.

Ia menghilang tanpa jejak. Entah pergi kemana. Aku pun tak tahu. Hingga Tuhan tunjukkan EKS bukanlah sahabat, juga bukan penabur cinta, apalagi pangeran impian. Ia mempunyai bidadari di sudut kalbunya. Aku mengetahui itu lewat poto mereka di sosial media.

Tentu terbayang sakitnya. Ingatanku berjalan mundur saat kedekatan itu. Ia pernah berkata  “aku tak mau mengukir kenangan bersama wanita yang tak baik. Jika kamu wanita baik, aku bersedia mengukir kenangan itu”. Ucapan yang hampa tak dapat terpegang. Mungkin hanya lelucon yang tak penting, hiburku.

Kebersamaan bersama EKS sudah cukup sampai di tujuh senja. Aku mengambil pelajaran tentang ini. Perihal kekaguman itu, mungkin dapat kupudarkan lewat cinta indah yang lain. Tentunya cinta yang dipersiapkan Tuhan untuk hamba-Nya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun