Neraca perdagangan barang Indonesia masih mencatat surplus pada bulan Januari 2024, walaupun mengalami penurunan dari bulan sebelumnya. Namun demikian, ke depan, Indonesia perlu memperhatikan sejumlah tantangan di sektor perdagangan internasional karena kondisi ekonomi di beberapa negara mitra tidak menggembirakan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), surplus neraca perdagangan Indonesia pada bulan Januari 2024 mencapai US$ 2,02 miliar. Surplus ini mengalami penurunan sebesar US$ 1,27 miliar dari bulan Desember 2023. Meskipun demikian, catatan surplus ini telah berlangsung selama 45 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Amalia Adininggar, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS, menjelaskan bahwa surplus neraca perdagangan tersebut didukung oleh surplus pada komoditas non migas senilai US$ 3,32 miliar. Komoditas utama yang menyumbang surplus adalah bahan bakar mineral, lemak/minyak hewan/nabati, dan besi baja. Namun, neraca perdagangan migas mencatat defisit sebesar US$ 1,30 miliar, terutama disebabkan oleh impor hasil minyak dan minyak mentah.
Nilai ekspor dan impor pada bulan Januari 2024 sama-sama mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Meskipun begitu, nilai impor masih lebih rendah dari nilai ekspor, sehingga surplus masih terjadi. Nilai impor Indonesia pada bulan Januari 2024 tercatat sebesar US$ 18,51 miliar, turun 3,13% dari bulan Desember 2023. Sementara itu, nilai ekspor pada bulan yang sama tercatat sebesar US$ 20,52 miliar, turun 8,34% dari bulan sebelumnya.
Penurunan impor terutama disebabkan oleh penurunan nilai impor migas, sedangkan peningkatan impor non migas terjadi secara bulanan maupun tahunan. Di sisi lain, penurunan kinerja ekspor disebabkan oleh turunnya nilai ekspor migas dan non migas. Ekspor migas pada bulan Januari 2024 tercatat sebesar US$ 1,39 miliar, turun 5,49% secara bulanan, sementara ekspor non migas tercatat sebesar US$ 19,13 miliar, turun 8,54% secara bulanan.
Meskipun surplus neraca perdagangan pada bulan Januari 2024 lebih rendah dari bulan sebelumnya, Bank Indonesia (BI) masih melihatnya sebagai hal yang positif untuk menjaga ketahanan eksternal perekonomian Indonesia. BI menilai bahwa surplus neraca perdagangan tersebut terutama berasal dari surplus neraca perdagangan non migas.
Selanjutnya, BI akan memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas lainnya untuk menjaga ketahanan eksternal dan mendukung pemulihan ekonomi nasional. Ekonom Bank Danamon, Irman Faiz, melihat bahwa peningkatan impor pada awal tahun 2024 sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi Indonesia, terutama di sektor industri manufaktur.
Faiz percaya bahwa kenaikan impor akan berlanjut seiring dengan stabilnya pertumbuhan permintaan dalam negeri. Namun demikian, konsekuensinya adalah surplus neraca perdagangan akan menyempit, terutama karena penurunan harga komoditas dan peningkatan impor menyambut meningkatnya aktivitas ekonomi dalam negeri.
Dalam menghadapi potensi penurunan ekspor ke depan, pemerintah telah mengambil langkah-langkah sigap. Salah satunya adalah dengan memetakan negara tujuan ekspor di luar negara tradisional dan menggali lebih dalam kerja sama perdagangan yang sudah ada, seperti CPTPP dan RCEP. Upaya ekstra akan dilakukan untuk mengejar ekspor mengingat tren melambatnya ekonomi global yang berdampak pada penurunan perdagangan global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H